Sejarah (2)

3K 119 6
                                    

Satu hari lagi telah berlalu, tepat satu bulan sudah hidupku tanpa kehadiran Ryris, sangat menyiksa.

"Tidak ada hasil?"

"Kami tidak menemukan apapun, Alpha"

Dan hari ini, kembali aku mendengar kata-kata yang sama dari prajuritku, bahkan aku telah menyerah untuk menghitung berapa banyak aku sudah mendengarnya.

Kerjasama telah kubangun dengan berbagai klan bahkan ras dan mahkluk imortal lainnya untuk membantuku menemukan mateku. Namun mereka juga memberikan kabar yang serupa, sungguh membuatku frustasi. Kenyataan bahwa aku belum menandainya membuatku sangat menyesal.

Seandainya saat itu aku sudah melakukannya, maka aku akan lebih mudah mencarinya saat ini, hubungan kami yang belum terikat sempurna membuatku tak bisa melakukan mindlink ataupun merasakan keberadaannya secara jelas.

"Son" panggil suara tepat dibelakangku.

"Ya, Mom?" Sahutku sambil menoleh kearahnya. Wajah itu tampak cemas menatapku, itu hal biasa, tetapi aku menemukan sedikit raut wajah yang berbeda disana. Wajahnya tampak kebingungan dan takut, mata biru yang serupa dengan milikku itu seperti memberi aba-aba padaku untuk sesuatu yang akan terjadi.

"Ada yang salah, Mom?" Tanyaku begitu bingung karena ia tak berucap sedikitpun sejak tadi.

Ia melangkah pelan kearahku, menarik bangku yang berada didepanku dan duduk disana dengan membawa pandangannya kearah jendela besar disampingnya, dapat terlihat jelas keraguan disana. Satu hal yang kutahu pasti tentang kebiasaan berpikir sang Luna Goldmoon pack, ia akan mengulum bibir bawahnya saat sedang merencanakan strategi perang. Dan kini sang ratu sedang melakukannya.

Keheningan melanda diantara kami berdua untuk beberapa saat, aku memutuskan untuk diam memperhatikan ibuku, sedangkan ia masih terus berpikir dengan beberapa kali diiring helaan napas.

"Max, situasi buruk akan datang" akhirnya suara itu terdengar. Wajah itu menatapku dengan sangat serius, wajah seorang Luna bangsa wolf terkuat, sungguh langka.

Tidak ada wajah kekanakan yang biasa ia tunjukkan, atau manja yang biasa ia peragakan. Wajah itu sangat tegas, hampir serupa dengan sang Alpha, ayahku saat ia memimpin para pasukan dimedan perang.

"Katakan, Mom" tekatku setelah mengumpulkan kesadaranku yang sempat direngut oleh ketakukanku terhadap wajah Ibu.

"Seperti yang kau baca diwajahku, perang akan terjadi. Musuh kita telah mengumumkan pengajuan perang tadi pagi. Minggu depan adalah harinya. Kita semua harus bersiap" jelasnya begitu tegas.

"Akhirnya mereka mengumumkan peperangan setelah sekian lama. Apa yang terjadi?" Tanyaku penasaran. Bukan sebuah rahasia lagi bagi makhluk imortal tentang bangsa penyihir yang memusuhi sebagian besar bangsa lain sejak dulu. Namun, 10 tahun yang lalu secara mendadak mereka mengaku atas kekalahan mereka, mengatakan bahwa suatu hari nanti mereka akan kembali dan membawa kemenangan, dan setelah itu bangsa penyihir menghilang seakan lenyap dari bumi, tidak ada satupun kabar tentang keberadaan mereka.

Dan kini mereka kembali mengumumkan peperangan, terlalu banyak hal yang belum ia ketahui tentang itu. Kala peperangan itu terjadi bahkan umurnya baru menginjak 10 tahun, ia masih dikawal didalam mansion walaupun ia membunuh cukup banyak musuh yang menyelinap masuk kemansion kala itu, tetapi ia tidak diperbolehkan keluar dari sana. Tidak ada yang memberitahu masalah tersebut padanya, dan ia hanya mengetahuinya sedikit selang beberapa tahun setelahnya.

Rika tersenyum maklum, kembali ia menatap keluar jendela. Perlahan ia menarik napas dalam, mengumpulkan setiap keping ingatan kelam dimasa lalu yang membawa bencana bagi bangsa imortal hingga saat ini.

She is Soulmate the AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang