BAGIAN TUJUH --MY RANYA--

10 4 0
                                    

Tujuh~ Terima kasih untuk semua yang tlah kau berikan.

"Sialan lo, Ar!" Ujar Ranya kesal.

"Kenapa lo, Ran?" Tanya Dahlia yang bingung.

Arkan tetap saja memakan baksonya tidak mengubris ucapan Ranya.

"Gue dibohongin sama dia.  Bilangnya ini rumahnya Bara yang gede, eh nggak taunya rumah orang lain. Kampret!" Kesalnya sambil melempar tisu ke arah Arkan. Tisu itu masuk ke baksonya Arkan.

"Ah ribet lo, Ran!"

"Lo yang ribet!"

"Gila, jadi gini ya marahnya Ranya. Kayak singa ngamuk." Ledek Dennis. Ranya melempar tisu ke mangkuk Dennis, namun tidak kena. "Maaf sekali, anda kurang beruntung. Silakan coba lain waktu."

"Udah-udah jangan marah-marahan." Ujar Bara menenangkan Ranya.

"Kesel gue sama Arkan, Bar."

Bara menyodorkan teh Ranya ke mulut Ranya. "Minum-minum." Ranya meminumnya. "Tarik napas, buang napas. Tarik lagi, buang la--"

"Lo kira gue lagi melahirkan!"

Bara cengengesan. "Eh, maaf. Nggak sengaja tapi niat." Ujarnya sambil menunjukkan jari berbentuk peace.

"Maaf, Ran. Gue cuma iseng doang." Ujar Arkan santai. Ranya hanya berdehem saja.

"Kita itu umatnya Nabi Muhammad Saw, jadi saling maaf-memaafkan ya." Ceramah Bara.

"Iya, Pak Ustad Bara."

Setelah semuanya habis mereka membayarnya, lalu pergi ke kelas lagi.

"Ran."

"Apa?"

"Tukeran dong, gue sama Maira duduknya. Lo sama Bara, pindah bentaran aja." Mohon Dennis. Ranya keluar dari tempat duduknya, dan pergi ke tempat duduk Dennis.

"Suka?" Ranya menatap Bara bingung. "Suka nggak sama mukenanya?"

"Oh, suka-suka. Bagus kok, Bar. Pilihan lo kayak Emak-emak." Ujar Ranya sambil terkekeh kecil.

"Biasa kalau urusan perempuan gue udah ngerti. Di rumah guekan ada dua bidadari." Ranya terkekeh dan mengangguk-angguk.

"Pulang lo sama siapa?"

"Abang gue."

Bara mengangguk-angguk paham. "Sama gue mau?"

"Mau ngapain emangnya?"

"Gue mau ngomong sebentar sih sama lo."

Ranya mengeluarkan ponselnya dan menelpon Abang tercintanya.

"Daffa here!"

"Hir har hor, sok Inggris lo."

"What you said? I'm not understand, sorry."

"Crazy! Gue pulang sama teman, Bang. Nggak usah jemput."

"Syukur deh, hemat bensin."

"Rese banget ih!"

Ranya mematikan ponselnya. Sementara Daffa di sana tertawa mendengar ucapan Adiknya itu.

"Iya, gue sama lo."

"Oke, rain."

*****

MY RANYA! [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang