9. Praktik

105 6 0
                                    

Lima hari beralu dengan sangat lambat, layaknya seekor kura-kura yang merangkak menuju garis finish. Hari ini adalah hari dimana aku harus menerapkan isi dari buku yang kubaca lima hari lalu. Buku tentang Sifat Shalat Nabi. Ya, hari ini aku akan melakukan praktik shalat. Bukan hal yang sulit menurutku karena meski shalatku seperti gigi yang tanggal, aku masih mengingat semua gerakan shalat. Diawali dengan takbir dan di akhiri dengan salam.

"Sudah siap praktik?" tanpa basa basi kak Nisa langsung menanyakan kesiapanku.

Aku menggeliat diatas sofa, "Tarik napas dulu kak. Baru sampai bukan?" itu bukan ucapan perhatian melainkan sebuah sindiran.

"Aku sudah menarik napas sejak tadi. Sekarang kamu bangun kita mulai praktik."

"Aku masih ngantuk kak, biarkan aku tidur sebentar."

"Jangan korupsi waktu yang sudah kita sepakati. Lagian Allah kasih waktu malam itu untuk istirahat bukan untuk begadang."

Siapa yang munyuruhku membaca buku setebal ini dalam waktu lima hari? Karena kamu aku jadi menyia-nyiakan waktu tidurku, batinku terus menggerutu. Oke aku sudah berjanji untuk tidak membantahnya. Aku mengulas sebuah senyum "Lima menit lagi ya kak, setelah itu kita langsung belajar, oke?"

Kulihat kak Nisa menggidikkan bahu, "Tidak ada toleransi. Sekarang ambil perlengkapan shalatmu."

Ya Allah kenapa aku harus memiliki sepupu seperti dia? Kuhentakkan kaki didepannya. Aku kesulitan melangkah karena pakaian syar'i yang kukenakan. Meski masih sedikit kewalahan, tetapi aku mulai terbiasa memakai pakaian seperti ini.

***

"Ulangi wudhumu" suara kak Nisa menggelegar ditelingaku. Pasalnya ini adalah kali kelima dia memintaku mengulang wudhu dari awal. Bahkan baju yang kukenakan hampir separuh basah terkena air.

"Apanya lagi sih kak yang salah?" protesku

"Kamu itu Wudhu seperti orang yang lagi balapan. Anggota wudhu yang satu belum sempurna terkena air sudah pindah ke anggota wudhu lainnya."

"Semuanya sudah terkena air kak, bahkan yang bukan anggota wudhupun sudah basah. Lihat ini!" Aku menunjukkan bajuku yang basah hingga ke paha.

"Itu karena kamu sejak tadi cuma main air, bukan berwudhu."

Memangnya aku anak kecil yang suka main air.

"Sekarang ulangi lagi, pelan-pelan saja dan pastikan semua anggota wudhu terkena air. Jangan terburu-buru karena itu perbuatan setan."

Aku mengusap dada, menahan diri agar tidak mengucapkan sumpah serapah. Kembali aku berwudhu, mengikuti instruksinya di awal praktik. Satu hal yang kupahami bahwa selama ini aku hanya sekedar berwudhu tanpa memperhatikan rukun dan sunnahnya.

"Berapa rakaat yang harus kukerjakan?" tanyaku saat sudah beriri sempurna diatas sajadah.

"Kerjakan shalat maghrib" jawabnya

Aku diam sejenak.

"Jangan bilang kamu tidak tahu jumlah rakaat shalat maghrib." ucapnya menyelidik.

"Aku bukan anak kecil yang nggak tahu rakaat shalat"

"Berhenti membantah, kamu sudah terlalu banyak membalas perkataanku"

"Allahu Akbar" bergegas aku memulai shalat. Aku lelah berurusan dengan kak Nisa.

Diluar ekspektasi, aku tidak menyelesaikan shalat maghrib selama lima menit melainkan empat puluh lima menit. Dia selalu mengeroksi setiap gerakan dan bacaanku. Menggerakkan anggota tubuhku tanpa permisi. Kupikir praktik kali ini sama saja seperti praktik shalat saat SD hanya melakukan gerakan dan membaca bacaan shalat tanpa adanya interupsi, nyatanya dia menghujaniku dengan berbagai pertanyaan, misalnya ada berapa cara bersedekap menurut pandangan empat mazhab.

Sebenarnya pertanyaan yang dia ajukan ada didalam buku yang diberikan padaku hanya saja aku tidak mampu mengingat semua isinya.

"Jangan-jangan kamu nggak selesai membaca buku ini." dia mengacungkan buku kehadapanku.

"Aku membacanya sampai halaman terakhir"

"Lalu kenapa kamu tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku?"

"Siapa yang mampu menghapal seluruh isi buku setabal itu hanya dalam waktu lima hari? Aku yakin kamupun nggak akan bisa kak." ucapku telak

"Aku nggak minta kamu untuk menghapal seluruh isi buku. Yang aku mau kamu itu paham setiap pointnya. Lagipula aku sudah menandai beberapa point didalamnya agar memudahkanmu saat membaca."

Aku diam. Dia selalu saja memiliki jawaban untuk melakukan serangan balik. "Lagi pula kenapa aku harus memahami semua perbedaan yang disampaikan oleh keempat mazhab. Toh, pada akhirnya aku hanya akan menggunakan satu cara karena tidak mungkin menggabungkan semua pendapat dalam satu gerakan atau bacaan" aku tertegun mendengar ucapanku sendiri, sepertinya aku baru saja mendapat pencerahan.

"Kamu benar. Kita tidak boleh menggabungkan semua pendapat dalam satu gerakan atau bacaan karena Rasulullah tidak pernah mencontohkan hal itu. Kita harus memilih satu yang kita yakini" Kak Nisa menjeda perkataannya. Aku tersenyum penuh kemenangan.

"Namun mengetahui pendapat-pendapat tersebut adalah wajib bagi kita agar kelak ketika kita melihat gerakan shalat orang lain berbeda dari apa yang biasa kita lakukan, kita tidak langsung menjudge bahwa apa yang orang tersebut lakukan adalah salah dan kita yang paling benar. Padahal bisa saja dia mengikuti pandangan dari mazhab lain yang mana semua itu bersumber dari Rasulullah dan para sahabat. Kebanyakan dari kita hanya pandai menghakimi tidak mampu mengoreksi diri." lanjutnya panjang lebar.

Aku terdiam, setelah merasa mendapat pencerahan kini aku kehabisan stok kata-kata.

"Dan satu lagi, kamu itu mengerjakan shalat atau lari sprint? Kalau shalat aja, buru-buru pengen cepat selesai. Coba kalau lagi main hp, yakin deh sampai berjam-jam tetap betah"

Dia barusan nyindir aku?

Mamah, papah tolong bawa aku kaluar dari ruangan ini, please.

30 HARI MENGETUK PINTU NYA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang