11. Akhir

153 8 1
                                    

Aku meremas kedua jariku. Hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu. Hari pengumumuan tes seleksi masuk universitas. Pengumuman kelulusan, diumumkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Sudah sejak pagi aku menatap layar laptopku membuka website yang nantinya akan menampilkan nama-nama calon mahasiswa baru yang lulus ujian seleksi. Pukul 14.15 itu artinya pengumuman resmi sudah di keluarkan sejak lima belas menit lalu. Dengan tangan sedikit gemetar aku mulai menggerakan mouse. Merefresh website universitas. Tiga detik, deretan nama-nama calon mahasiswa muncul didepan wajahku. Bergegas aku menscroll mouse menuju abjad M. Tentunya aku mencari namaku, Malika Az-Zahra. Hingga pada akhirnya proses scanning yang kulakukan terhenti. Namaku ada disana. Rasa tidak percaya,berkali-kali aku mencocokkan identitasku dengan identitas yang tertera dilayar laptop dan hasilnya tetap saja sama. Itu artinya aku LULUS. Mamah papah aku lulus. Aku akan masuk universitas.

Euforia kemenangan menggema diruang kamarku. Aku lulus. Kesempatanku untuk masuk universitas sudah dalam genggaman. Sekarang yang harus aku lakukan adalah melaksanakan ujian dari papah. Jika aku berhasil membuktikan pada papa bahwa aku bisa berubah sesuai keinginannya selama tiga puluh hari, maka bisa kupastikan bahwa aku akan masuk universitas. Ah rasanya sangat tidak sabar menunggu lusa segera tiba.

***

Kabar kelulusanku masuk universitas menyebar bak bau busuk ditumpukan sampah, eh apaan sih. Pokoknya mereka semua tahu kalau aku lulus. Termasuk kak Nisa, wanita yang sedang duduk manis dihadapanku.

"Selamat ya Malika" ucapnya menatapku dengan senyum tulus yang menurutku sedikit mengerikan.

Aku mengangguk, "Sudah kubilang kalau aku pasti lulus kak"

"Tetapi lulus tes universitas bukan jaminan kami bisa menginjakkan kaki disana"

Jleb. Aku seperti terhempas dari ketinggian. Kata-katanya selalu saja menjatuhkanku.

"Masih ada tes yang harus kamu tuntaskan"

I know, "Tes dari dosen-dosen universitas saja bisa aku taklukkan otomatis tes dari papah bukanlah masalah besar"

"Sombong"

"Realistis"

"Eh ngomong-ngomong hari ini, hari terakhir pertemuan kita"

Yeay, dalam hati aku bersorak riang

"Nggak terasa ya. Awalnya aku khawatir bakalan nggak mampu menemani kamu selama tiga puluh hari. Ternyata alhamdulillah kita bisa menyelesaikan materi terakhir sebelum kamu diuji sama om besok." lanjut kak Nisa

Aku diam saja.

"Untuk 30 hari yang sudah berlalu, kakak ingin meminta maaf jika ada salah kata dan perilaku" raut kak Nisa berubah sendu

Aku menatap kak Nisa haru. Dia meminta maaf padaku padahal selama ini akupun banyak salah padanya. "Aku juga minta maaf kak jika banyak salah dan nggak bisa maksimal mengikuti materi yang sudah diajarkan"

"Ya, jika dipikir-pikir memang sih salahmu lebih banyak daripada aku. Untuk materi yang belum maksimal kamu tenang aja kita masih bisa belajar dilain hari"

Dih apaan sih, ogah. Masih saja menyebalkan.

***

"Bagaimana Malika, apakah kamu sudah siap untuk papah uji?"

"Malika sudah siap pah" jawabku mantap

"Baiklah kalau begitu ujian pertama yang harus kamu kerjakan adalah wudhu setelah itu praktik shalat"

Aku tersenyum. Aku bisa, insyaallah. Aku berjalan menuju dapur diikuti oleh papah, mamah, dan kak Nisa. Tidak seperti dulu, kini aku berwudhu dengan perlahan, aku memastikan bahwa setiap anggota wudhu mendapatkan haknya. Setelah itu aku melaksanakan shalat dengan bacaan-bacaan yang mulai sedikit fasih. Ku akhiri praktik shalatku dengan salam. Sekilas aku melihat papah dengan air mata yang menggenang. Apa yang membuat papah menjadi sedih? Apakah papah sedih karena aku bisa menuntuskan ujian yang dia berikan? Ah, papah pasti sedih karena dia tidak memiliki alasan lagi untuk menghalangiku masuk ke universitas.

"Sekarang apa lagi pah?" tanyaku saat praktik shalat telah kutunaikan.

"Sekarang mengaji" setelah mengatakan itu, papah bangkit dari duduk. Berjalan menuju kamarnya. Tidak lama kemudian papah keluar membawa dua buah Iqra.

Aku menatap papah bingung, kenapa harus membawa dua, satu saja cukup. Kulihat mamah dan papah duduk didepanku dengan iqra yang masing-masing ada didepan mereka. Oh mereka berdua ingin menguji bacaanku.

"Bisa kita mulai?" tanya papa menatapku

Aku mengangguk, "Malika baca halaman berapa pah?"

"Bukan kamu nak, tetapi kami yang akan membaca"

Loh? "Maksudnya pah?" aku menatap papah dan mamah bergantian.

"Nak, kamu tahu sendiri bukan bahwa kami baru mempelajari islam. Selama berpuluh-puluh tahun kami tidak pernah membaca Alquran. Kami buta dengan huruf-huruf Alquran. Untuk itu kami ingin kamu yang mengajari kami, kamu yang memperkenalkan kami dengan Alquran" mamah yang sejak tadi diam berucap dengan air mata yang berlinang.

Bukan. Bukan seperti ini seharusnya. Mereka yang harus menilai bacaanku bukan aku yang mengajari mereka. Kutatap kak Nisa yang duduk tidak jauh dariku. Dia memberiku sebuah anggukan.

"Sebagai orang tua kami sudah gagal karena tidak bisa mendidik kamu dengan baik sejak kecil. Kami gagal karena kamu mengenal Alquran bukan dari kami yang berperan sebagai orang tua. Sekarang yang kami ingin adalah kami kembali mengenal Alquran darimu nak, semoga ini dapat menambah pundi-pundi pahalamu, agar kelak kau memiliki tempat terbaik di surga-Nya." air mata kembali menggenang dipelupuk mata papah

Air mataku mulai terjatuh. Mereka memikirkanku hingga begitu jauh, sedangkan aku? Aku lupa kapan terakhir aku memikirkan surga untuk kedua orang tuaku.

"Jika ilmu-ilmu yang mampu membuat surga menjadi sangat dekat tidak kamu peroleh dari kami. Maka kami ingin kamulah yang mengajarkan ilmu-ilmu itu kepada kami. Kami ingin kamulah yang menarik tangan kami dari panasnya api neraka menuju surga yang penuh dengan kenyamanan"

"Jika kami gagal menjadi orang tua, maka kami ingin memastikan bahwa kamu tidak akan gagal menjadi satu-satunya anak yang kami miliki"

Air mataku mengalir semakin deras. Ya Allah maafkan aku yang begitu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau memikirkan kedua orang tuaku. Maafkan aku yang selama ini hanya bisa mempersulit mereka. Sedang mereka terrus mengharap kebaikan untukku. Ya Allah mohon bukakan pintu-pintu rahmat yang Engkau hamparkan, untukku dan untuk kedua orang tuaku.

SELESAI

30 HARI MENGETUK PINTU NYA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang