Senja

144 23 10
                                    

Ma Maaf, gue pergi dulu

Kening gadis cantik itu berkerut, rasanya ia semakin dibuat penasaran. Siapa sebenarnya Delinda? Kenapa dia meninggalkannya begitu saja? Ada yang salah dengan namanya? Ataukah Delinda benar mengingat sesuatu? Entahlah, Senja hanya ingin hidup damai di kota ini, nyaman di sekolah barunya, tanpa banyak pikiran.

Senja melangkahkan kaki menuju ruang kelas yang akan menjadi rumah keduanya hingga satu setengah tahun ke depan. Asing, begitulah yang Senja rasakan.

Jika Delinda adalah gadis periang dengan kepandaiannya dalam bergaul, maka Senja sebaliknya. Dia tertutup dan sulit berbaur. Mungkin karena sejak kecil dia sudah terbiasa sendiri, sepi, dan mandiri.

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru, pindahan dari bandung. Ibu harap kalian bisa berteman baik. Ayo nak, perkenalkan dirimu!"

Suara tegas bu Zuma selaku wali kelas sebelas Ipa-1 membuyarkan kerumunan anak-anak seisi kelas. Digantikan dengan bisik-bisik tetangga oleh barisan anak perempuan yang duduk di bangku pojok. Senja menyadarinya, dan kini rasa gugup itu kembali menghinggapi dirinya.

Sambil tersenyum kikuk, ia mulai berbicara, "selamat pagi teman-teman, kalian bisa memanggilku Senja, aku harap kita bisa akrab satu sama lain."

Senja tidak tahu lagi harus berkata apa. Dirinya tidak pandai berbicara di depan, meskipun hanya sebuah perkenalan, ia gugup.

Sebelum bu Zuma menyuruhnya duduk, suara seseorang dari balik pintu lebih dulu mengenterupsinya.

"Maaf saya telat."

Seorang cowok dengan rambut berantakan, tapi tidak mengurangi kadar ketampanannya, bertubuh atletis dengan style yang sangat jauh dari kata rapi itu membuat seisi kelas kembali gaduh. Bu Zuma yang kebetulan sedang mengisi kelas pun mengeluarkan suaranya untuk mengkondisikan mereka.

"Ada hal apa yang membuat the most jenius SMA Glenmore terlambat? Penampilan kamu juga tidak seperti biasanya Galaksi Bima Sakti?" Tanya Bu Zuma yang membuat cowok yang dipanggil- Galaksi itu menaikkan alisnya.

"saya kesiangan bu," ujar cowok itu dengan ekspresi tanpa dosa.

"Whatt?"

"Galaksi kesiangan?"

"Lagu lawas bro,"

"Alasan klasik,"

Galaksi menatap tajam teman-teman yang mengejeknya, membuat mereka bergidik seketika.

"Yasudah duduk sana, oh iya Senja, kamu cari tempat duduk ya," kata bu Zuma lantas tersenyum pada Senja yang dari tadi kebingungan menyaksikan drama dalam kelas mereka.

Keduanya sama-sama beranjak, Galaksi berjalan ke tempatnya. Alias bangku di sudut belakang kelas, sedangkan Senja mendudukkan dirinya di bangku terdepan kedua, disamping gadis berkacamata tebal yang menurutnya pendiam. Ya, sebenarnya Senja juga seorang pendiam. Semoga mereka bisa akrab.

Mata bu Zuma bergerak menelusuri seisi kelas, sepertinya ada yang mengganjal di sini, dan benar saja ketika ia melihat bangku paling depan yang kosong satu, dia pun kembali bersuara, "Helley?"

Gadis yang merasa namanya dipanggil itu langsung mendongak, begitupun anak-anak lain yang kadar kekepoannya tinggi, mereka sama-sama menunggu kelanjutan ucapan bu Zuma.

"Iya bu?" Jujur Helley merasa sedikit gugup.

"Dimana Delinda?" Tanya bu Zuma dengan sorot mata tajam seperti biasanya.

Sudah kuduga batin Helley, kini otaknya berpikir keras mencari alasan untuk sahabatnya yang menghilang tiba-tiba itu, laknat memang.

Di lain tempat seorang gadis yang terkenal ceria sekaligus cerewet itu tak terlihat seperti biasanya. Tatapan matanya kosong, wajahnya sedikit pucat dan tangannya tak henti-hentinya mengeluarkan keringat dingin. Ia duduk sendiri di rooftop sekolah, sejujurnya ia tak kuat menahan semuanya sendirian. Delinda membutuhkan tempat bersandar saat ini, selalu saja seperti ini. Sekelabat memori buruk itu selalu datang tanpa aba-aba. Ia tidak mungkin memanggil Fajar hanya untuk menenangkan dirinya, Delinda tidak seegois itu untuk membuat Fajar membolos, meskipun Fajar bukan tipikal cowok rajin. Lagipula Fajar dan Delinda berbeda sekolah.

Hello My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang