Sahur

1K 39 15
                                    

"Mas Rama!!"

"Iya sayang?"

"MAS RAMAAAAAA."

Ricis mengerucutkan bibirnya sehingga menjadi bentuk segitiga. Mengacak-acak rambut Denias

"Ih,dijawab malah kesel. Kalau gak dijawab ngambek. Mau kamu apasih nona manis?"

Denias menarik tangan Ricis dari surainya,lalu mengusap-usap tangannya.

"Ih,jawab sih jawab. Tapi gausah panggil sayang juga a'...."

Ricis menghentakkan kakinya kesal.

"Kamu juga,jangan gitu cis. Lucu,gak kuat aku."

Denias tertawa,mengusap kepala Ricis lalu melangkah kearah pintu.

"Mau ngapain a'?"

"Ada tetangga mau ngasih kue."

"Kok tau? Ngintip kamu yah?"

"Sembarangan."

Ricis tertawa geli melihat Denias seperti menunggu seseorang terhormat datang di pintu depan. Sampai-sampai dia berjongkok tanpa malu meski dilihat Ricis.

"A'..Ya Allah. Bercanda-nya jangan gitu a',nanti masuk angin—"

Belum sempat Ricis menyelesaikan perkataannya,tetangga Ricis sudah berdiri di depan pintu Rumah Ricis.

"Tuh datang. Jangan meragukan Abang dek."

Denias menyeringai,menepuk-nepuk dadanya bangga. Bangga pada dirinya sendiri.

"Yaelah a',kebetulan aja kali ah. Tutup itu pintu. Panas."

Ricis mengangkat kotak berisi kue tersebut,meninggalkan Denias yang terduduk sambil memeluk kakinya.

"A',jangan gitu ih. Gemes liatnya. Sini-sini ayo,coba kue. Enak-enak."

Panggil Ricis dari dalam dapur tanpa menoleh kearah belakang,sedang sibuk mengeluarkan kue-kue dari kotak tadi.

"Umi mah gitu ih. Hargai dong,usaha abi-nya."

Denias berdiri lalu menutup pintu. Berjalan ke dapur,menghampiri Ricis.

"Usaha apa a'? Kamu bilang ke aku akan ada kue ke rumah? Itu bukan usaha a',sembarangan kamu."

Ricis menggeleng-gelengkan kepalanya,sekarang sibuk memotong brownis.

"Usaha...mendapat restu dari papa."

Denias memeluk Ricis dari belakang,me-nyamankan dirinya dibelakang Ricis.

"Helleh,usaha mudah itu a'. Gak terhitung usaha itu."

Ricis menghela nafasnya,menaruh pisau dan berbalik badan memeluk Denias.

"Itu usaha nyonya cantik. Masa gak usaha sih dapat restu papa? Masa langsung dikasih restu gitu akunya? Gak mungkin. Perlu usaha dulu nona manis."

Denias mencubit gemas pipi Ricis,Ricis tersenyum manis lalu kembali memeluk Denias.

"Abang~."

"Permisi Umi Abi."

Ogund datang membawa kamera dan peralatan merekam lainnya. Terlihat buru-biru kearah kulkas.

"Lah,gun? Nape lu?"

"Gue hanya ambil air dingin,umi cis. Lanjutin aja mesra-mesraannya,maap anak kamu ini menganggu."

Ogund tersenyum,lalu pergi dengan tergesa-gesa.

"Palingan mau apel."

Denias tersenyum lebar mendengar Ricis membantah pelan.

Spring.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang