“Ini semua hanya mimpi! Ini semua hanya mimpi!”
Rapalku dalam hati, berusaha menenangkan diri, tetapi gagal! Ini bukan mimpi, semua yang aku lihat memang kenyataan yang sebenar-benarnya terjadi. Di hadapanku, tergeletak mayat seorang wanita yang mati dengan cara yang menyedihkan.
Darahku terasa berdesir cepat, napas memburu, serta dada kembang kempis karena gagal mengatur napas agar lebih tenang. Matanya melotot, seakan menghardikku karena tidak menyelamatkannya. Bibirnya yang penuh terbuka lebar, dari kedua sudutnya mengalir darah segar yang ikut bergabung dengan genangan anyir yang sudah mewarnai lantai yang semula putih kusam menjadi merah pekat.
Ruangan ini sama dengan kamarku di sebelah. Sebuah single bad reot, nakas tua serta lemari ... Eh, tunggu dulu! Pandanganku kembali beralih pada kapak yang masih menancap di pundak wanita di hadapanku ini. Cahaya remang terlihat dipantulkan sesuatu yang menghubungkan kapak dengan lemari yang kini terbuka lebar—salah satu daun pintunya terlihat hampir lepas.
Benang transparan!
Mataku membelalak. Benang transparan yang dipasang pada lemari menarik kapak yang entah di letakkan di mana. Ketika lemari dibuka, kapak tertarik dan terayun di udara. Sebelum korban sadar, kapak itu sudah lebih dulu mengenai target. Bam! Target terkapar dengan luka serius—mati. Mataku kembali beralih pada ranjang reot yang kini berserakkan pakaian serta beberapa berkas.
Sebuah foto laki-laki dan perempuan yang tengah tersenyum lebar dengan latar belakang guguran bunga sakura dirobek asal—ciri khas orang pacaran yang sedang bertengkar. Di sebelahnya lagi, kartu kecil seperti kartu nama tergeletak. Bedanya, itu bukan kartu nama biasa, melainkan kartu nama sejenis perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata.
Aku mengusap wajah kasar ketika membalik kartu dan mendapatkan gambar motel yang aku inap sekarang sebagai ikon Pulau Gyeongnam yang menawarkan jasa perjalanan mengelilingi alam.
Shit! Dengkusku.
Aku menjatuhkan bokong di ranjang dan langsung disambut deritan khas besi tua yang sedikit berkarat. Berulangkali aku mengusap wajah kasar. Masih belum bisa menerima kenyataan bahwa motel busuk ini ternyata tempat yang mengerikan. Dengan iming-iming perjalanan murah mengelilingi Pulau Gyeongnam yang berakhir di penginapan motel satu-satunya yang ada di tengah hutan, orang-orang gila itu berhasil menjerat banyak mangsa. Dan sialnya, aku malah menjadi salah satunya.
Dari jauh, samar-samar aku mendengar suara langkah kaki yang diiringi dengan dentingan benda logam pada dinding semen. Memantul di sepanjang lorong, dan menciptakan gaung mengerikan.
Aku bangkit dari duduk. Bingung apa yang harus kulakukan sementara langkah orang yang mendekat sudah kian jelas. Tidak mungkin keluar, mereka akan melihatku. Tidak punya pilihan, akhirnya aku merayap masuk di bawah ranjang. Pengap langsung menyapa, kolong yang rendah membuatku sulit bernapas. Berteman beberapa sarang laba-laba berdebu, aku memperhatikan dua yang tengah berdiri tegap di ambang pintu.
Kekehan lirih langsung terdengar. Salah satu dari mereka berjongkok lalu mencabut kapak yang menancap pada pundak si wanita dengan entengnya. Darah yang semula mulai berhenti mengalir, kini kembali mencuat deras bak air pancur di taman kota.
Masih dengan ekspresi wajah datar. Kapak yang digenggam mulai diarahkan merobek pakaian si wanita hingga telanjang bulat. Dia berdecak, lalu tertawa sumbang seakan mencibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOTEL [ SUDAH TERBIT]
Fiction générale[ TAMAT VERSI WATTPAD] PROSES REVISI! Fasilitas motel yang ditempati Kyungie berubah menjadi tempat pembantaian. Satu per satu pengunjung dibunuh. Jerit, tangis, dan darah menyelimuti motel tersebut. Hanya ada dua pilihan yang tersisa: dibunuh atau...