S

871 85 7
                                    

Daku...
Selau ingin menggapaimu.

_
|[i]

Bermula pada Agustus 2010

Jang Wonyoung, nama gadis itu, diam terpaku pada posisi duduknya yang tegap. Maniknya dalam menatap secarik kertas lusuh tanpa garis, seperti habis diremuk. Kedua alisnya bertemu, menampilkan kerutan dahi usai membaca kata perkata di dalamnya.

Satu alisnya naik pertanda tanya memenuhi benak. Siapa gerangan pemilik kertas lusuh warna kuning pucat ini?. Ia bertanya dalam hati. Ditemukan tercecer bersama tumpukan kertas putih lainnya yang beberapa waktu lalu masih terbungkus rapih dengan map biru di atas meja.

Tunggu--

Seketika pandangannya beralih menatap tumpukan kertas HVS bertinta biru yang tidak terlihat semestinya. Kertasnya tidak berada di dalam map, ada sedikit noda debu, dan susunanya agak berantakan dengan halaman yang tak terurut. Lagi dahinya mengernyit. Ia ingat betul posisi barangnya di atas meja tidak seperti ini.

Kembali matanya fokus pada carik lusuh itu. Ia yakin kertas itu pun tidak pernah bersamanya sampai ia kembali dari meja administrasi untuk mengurus perihal peminjaman Buku Biologi.

Ia bahkan tak pernah suka jenis tulisan ini, apalagi memilikinya. Mustahil.

"Maaf, tadi aku tidak sengaja menjatuhkan laporanmu."

Kepalanya terangkat lalu menoleh pada asal suara. Mendapati gadis jangkung berambut pendek dengan lesung pipi sedang tersenyum menampilkan ekspresi rasa bersalah. Ia memiringkan kepala sambil bertanya dalam benak, siapa sosok di hadapannya ini.

Jang Wonyoung memang bukan tipekal gadis remaja pada umumnya yang banyak bergaul dengan orang seusia, berkelana ke tempat-tempat terkenal, lalu membincangkan tentang hal masa kini. Gadis tahun pertama itu lebih memilih untuk duduk diam di ruang sunyi bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan. Bagi dia, seperti ini lebih bermanfaat ketimbang membuang waktu untuk obrolan yang tidak bermakna. Karena itu pula ia tak banyak punya teman.

Jadi wajar bila dirinya tidak mengenali siapa orang yang sedang berdiri di hadapannya ini. Meski wajah gadis itu terlihat tak asing.

"Ng... Ahn Yujin, kah?" Gumamnya kecil sambil menyipitkan mata, memfokuskan pandangan pada name tag yang terpasang di sana.

Ia menyesal karena lupa membawa kacamata.

"Maaf sekali lagi."

_
|[ii]|

Kim Minjoo, siswi tahun akhir. Kesukaannya duduk di tempat sunyi nan sepi tanpa ada seorang pun bila perlu. Rambut kuncir kuda dan kacamata bulat adalah ciri khasnya. Hobinya melempar senyum ke siapapun, tanpa banyak berujar. Hanya sekadar sapaan hai dan anggukan kecil yang mendominasi percakapannya. Kecuali bila diajak berbincang, itu pun hanya jawaban sekenanya yang mampu ia lontarkan.

Kim Minjoo, sukanya membawa buku tulis ukuran saku kemana-mana. Katanya, supaya lebih leluasa menuangkan ide jika dimana saja. Wataknya yang tak suka banyak bicara itu membuatnya sering mengutarakan lewat tulisan. Selain suka pada tempat sunyi, gadis itu juga menggemari hal berbau sastra. Bahkan perpustakaan sudah menjadi rumah kedua baginya.

Dunia bisa menjadi miliknya seorang, jika sudah berhadapan dengan sastra. Apalagi kalau pena tinta biru dan buku kecil ukuran saku sudah ada di genggamannya. Mau menggemakan terompet pada telinganya pun, tak akan mempan.

Ia terlalu cinta dengan perpustakaan, buku, dan sajak.

"Yak! Kim Minjoo!"

Itu adalah panggilan kesekian kali yang diserukan oleh rekannya. Hanya seruan yang diperkecil tapi dibuat tegas. Geram sang kawan menasihati penggila puisi itu. Rasanya ingin melempar tumpukan buku dalam gendongannya pada gadis yang sekarang masih asik duduk di pojokan sambil mencoret-coret kertas; sesekali dirobek, kemudian diremuk, lalu dilempar asal.

S  A J A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang