dan

554 69 4
                                    

Maafkan saya karena terlalu lama menghilang :")
Sebagai tanda permintaan maaf, yg di chp ini sya buat lebih panjang. Entah apakah feelnya masih dapet atau gk, smoga kalian suka :"""

______________

|[xx]|

Ada rasa canggung tapi juga risau, terasa segan namun tak sabar hati. Ragu-ragu gadis itu menggerakkan tangannya; hatinya rindu terlalu dalam, sakit batin dirinya menahan emosi. Ia begitu ingin menyentuh punggung tangan pucat itu, menautkan jemari di sana dan menggenggamya erat.

Dia ingin memberi hangat pada tubuh lemah tak sadarkan diri di atas ranjang itu. Jika boleh lancang, raganya ingin mendekap kuat, tapi dia siapa? Berkawan saja belum sampai sepekan.

"Kak Minjoo..."

Jang Wonyoung duduk melantai sambil memandang sendu, menunggu dengan risau di samping ranjang. Berharap si kakak kelas bisa cepat terjaga.

Khawatir ia menatap kala peluh makin membanjiri permukaan kulit si kakak kelas itu. Mulai tergenang air di ujung mata, siap jatuh jika saja seniornya itu tak cepat membuat pergerakan.

"Hiichan..." gadis itu bergumam

Dia mulai terjaga!

Jang Wonyoung makin mendekatkan tubuh, membungkus tangan pucat itu dengan kedua telapak tangannya. Kemudian berujar tanya.

"Kak, kau baik-baik saja?"

"Aku dimana?"

Kim Minjoo, gadis habis tak sadarkan diri itu mengedarkan pandangan sekeliling sambil memegang kepala. Pandangannya masih memudar, namun dapat cepat mengenali sosok di sampingnya ini.

"Di rumahku, Kak..."

Gadis angkatan terakhir tersentak, buru-buru ia menegakkan tubuh, agak sulit sebab tubuhnya masih lemah.

Ia hanya kelelahan karena terlalu banyak pikiran, dan daya tahan tubuhnya menurun, karena itu ia pingsan beberapa waktu lalu.

Wonyoung jadi merasa bersalah, mungkinkah kakak kelasnya itu terlalu memikirkannya sampai jatuh sakit begitu. Harusnya ia respon saja pesan dan panggilan itu, yang sejak kemarin terus memenuhi ponselnya.

"Jangan bangun dulu, Kak" sambil membantu si senior.

"Aku ingin pulang"

Jang Wonyoung tersentak. Lagi-lagi nada suara gadis itu dingin dan datar. Ia takut, sesungguhnya. Namun berat hatinya mengiyakan rasa takut itu. Dirinya lebih takut akan kondisi si senior.

"Tidak" tolak gadis itu. "Kau harus tinggal sampai ragamu pulih benar"

Tegas mata itu menatap. Masa bodoh dikata junior kurang ajar, baginya yang terpenting Kim Minjoo cepat pulih kembali.

Diam ia mempertimbangkan, pun dirinya kekeuh untuk beranjak, tetap tak akan mampu kakinya menopang tubuh. Terlebih nyeri di dadanya masih bersarang.

"Terima kasih."

Hanya itu yang mampu terlontar dari bibir pucatnya.

Jang Wonyoung hanya tersenyum simpul memberi respon. Lalu hening beberapa detik, berkutat pada benak masing-masing. Sampai dirinya berani bersuara--

"Kak Minjoo, bolehkah raga ini hanya berjarak satu meter darimu?" Tangannya dingin dan bergetar menyentuh punggung tangan si kakak kelas.

Kim Minjoo hanya diam. Kelu lidahnya tak mampu berujar, meski ingin.

"Hanya tiga puluh satu hari..."

Kim Minjoo mengernyit bingung.

"Layakkan kaki ini tuk melangkah beriringan denganmu tiap waktu.

S  A J A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang