kamu...

600 63 12
                                    

[xxvi]

Kim Minjoo gusar di tempatnya; peluh makin membasahi kening bersamaan pompaan dadanya yang naik-turun begitu cepat, sangat sesak sampai tak mampu bernapas. Ia meremas kain ranjang yang sekarang sedang membawanya menuju ruang perawatan, tangan satunya ikut meremas kain bagian dada sebelah kiri.

Pandangannya memudar, setengah sadar agak terhalang dengan alat bantu pernapasan terpasang di hidungnya.

"Hiichan--"

Matanya menatap gadis pipi chubby di sebelahnya; sedang berlari sambil mendorong ranjang rumah sakit, bersama beberapa orang lainnya. Di antaranya ada tenaga medis.

"Diam! Jangan banyak bicara!"

Hitomi tak mau dengar panggilan Minjoo, dia belum siap dengan kalimat yang kelak akan mendukakan parasaannya. Sudah cukup hatinya sakit dan deras air matanya mengalir, jangan lagi lebih dari ini.

"Aku mau bilang sesuatu." Minjoo berujar begitu lirih sambil coba meraih tangan Hitomi.

"Nanti saja!" Hitomi terisak, sesekali menatap Minjoo dan sesekali membuang pandang ke arah depan.

Laju roda itu memutar, meninggalkan suara bising sepanjang koridor, mengabaikan lalu lalang orang yang ada; hampir bertubrukan dengan yang lewat. Si gadis idola yang berposisi di samping Hitomi sampai nyaris tersandung, sebab terlalu panik; menularkan aura risau pada gadis lainnya di posisi seberang.

Sampai di depan ruang darurat, para ahli medis membawa masuk si pasien dan meninggalkan tiga orang yang sedang dilanda kekhawatiran itu; salah satu mondar-mandir dan dua lainnya duduk saling seberang.

Ahn Yujin berdiri dari duduknya, mendekati kakak kelas tepat di belakang punggung, ia menyentuh pundak kemudian usai meragu.

"Kak..." lirih suaranya memanggil.

Gadis penyuka romansa menoleh --langsung memeluk--. Tinggi tubuhnya yang lebih di bawah si adik kelas memudahkan untuk bersandar pada dada; menangis, terisak dan mencengkram kuat pada seragam sekolah. Bukan kali pertama, tapi sudah sering berkontak fisik dadakan. Jadi tak ada segan sama sekali bila ingin mengadu rasa sakit.

Tangan panjangnya bergerak agak ragu, ada pergumulan di sana sebab bukan seorang saja yang terisak, satu gadis lagi ada di kursi tunggu sedang menelungkupkan tangan di depan wajah; entah menangis, ataukah sambil berseru dalam hati pada Sang Khalik, menaruh harap dan mohon.

Yujin dilema. Dirinya ingin mendekap kedua gadis di sana karena keduanya sama-sama terluka, mereka bersamaan perlu rangkulan--

Honda Hitomi, sobat karib sejak dulu, jelas lebih lama mengenal dan lebih sering terluka sebab tahu sedari awal.

Jang Wonyoung, hanya junior baru akrab. Tapi si senior yang berhasil mengubah hidup si junior ini tidak tahu pergumulan yang sedang dialami. Mana ada yang tahu seberapa besar pedih yang gadis itu rasakan, selain Ahn Yujin.

"Wonyoung..."

Pada akhirnya si gadis jangkung itu batal membalas pelukan. Tangannya kian jatuh bebas di samping tubuh, hanya tundukan kepala yang kini dilakukannya disusul derai air mata.

Krek--

"Hitomi, bisa ikut saya sebentar?."

Suara dokter memecah sendu, seakan jadi obat sesaat buat mereka yang sedang dilanda risau.

Hitomi memperbesar jarak dan mulai mengekori si dokter ke ruangan, bersama Yujin yang berniat ingin ikut namun tertahan.

"Aku ingin bicara." Gadis Jang menahan pergelangan si teman sekelas.

S  A J A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang