J

564 81 2
                                    

Dikau...
Seperti duri dalam dagingku.

_
|[vi]|

Ahn Yujin sudah siap mendapat perilaku dingin dari Jang Wonyoung. Karena beberapa waktu lalu ia tak sengaja menjatuhkan barang-barang teman seangkatannya itu.

Sudah masuk bulan ke enam di tahun pertama mereka sekolah. Gadis terpintar dan tercantik di sekolah menurut Yujin itu jarang terlihat bergaul dengan siswa-siswi di sekolah.

Karena itu Yujin sedikit takut menghadapi Wonyoung, sebab mereka memang sudah setengah tahun di kelas yang sama namun belum pernah bertegur sapa sekali pun. Yujin sendiri orangnya sangat pemalu.

"Maaf, tadi aku tidak sengaja menjatuhkan laporanmu." Yujin menunduk, sesekali dia meberanikan diri untuk melirik Wonyoung.

"Maaf sekali lagi" Suara Yujin bergetar. Ia takut. Sungguh.

"Ng... tidak apa-apa, Yujin".

"E-eh?" Yujin menegakkan kepala.

Darimana dia tahu namaku?

"Sungguh. Tidak apa-apa, Yujin."

Deretan gigi rapih Yujin terpampang saat senyum lebar merekah di wajah Wonyoung.

Ternyata dia tidak seburuk itu.

_

|[vii]|

"Tunggu. Itu kan kertas yang tadi kupungut."

"Apa?!"

"Astaga. Terselip di antara laporannya." Gadis berpipi tembem menepuk jidat.

"Kenapa bisa?"

"Maaf, tidak sengaja."

"Ya Tuhan. Habislah sudah..."

Si ketua komite bergegas keluar dari meja administrasi dan berlari kecil menghanpiri si adik kelas.

Jangan sampai dia membacanya.

_
|[viii]|

Semua anggota perpustakaan tahu kalau Kim Minjoo itu pecinta sastra. Banyak tulisannya yang berhasil menggetarkan hati yang membaca. Ya, bagi yang berhasil mendapat kesempatan membaca karya dari seorang makhluk rendah hati ini.

Minjoo suka menulis. Tapi dia sangat sulit menunjukkannya. Lebih tepatnya dia tak ingin. Tak suka. Dan akan marah kalau ada yang berani mempublikasikannya. Katanya--

Jenis tulisanmu adalah isi pikiranmu.

Artinya, Minjoo tak mau orang lain mengetahui apa isi pikirannya walau kata-kata yang dibuatnya penuh kiasan dan majas. Hanya beberapa yang paham itu. Tapi tetap saja, dia ingin itu untuk dirinya sendiri. Bukan egois, tapi dia punya hak untuk menentukannya.

Honda Hitomi. Orang itu menempati urutan pengecualian dalam mengetahui isi karya Kim Minjoo. Hanya gadis penyuka keju itu yang tahu seperti apa jenis tulisan Minjoo. Bagaima bisa? Tentu saja karna mereka sangat dekat. Lagipula hati Minjoo tak enggan untuk seorang Hitomi. Ia terbuka padanya.

Mungkin, sebentar lagi Hitomi akan dihujam amarah oleh si ketua.

Yabbai!

Satu menit berlalu, Hitomi menghilang dari tempatnya dan hal terakhir yang dilihat adalah Minjoo berdiri di depan si adik kelas sambil menggaruk tengkuk. Tentu saja itu menciptakan seringai lebar di bibir Hitomi.

"Mungkin insiden tabrakan tadi ada untungnya juga."

Hitomi menyengir pelan sebelum akhirnya benar-benar menghilang dari pintu depan.

S  A J A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang