4th

994 90 0
                                    

Changbin tidak berbohong. Dia dalam kondisi prima. Hyunjin mundur dari temannya yang lebih agresif, menangkis tusukannya yang cepat, dengan santai menunggu untuk memperpanjang waktu agar Changbin mudah diserang. Hyunjin secara teratur bermain anggar dengan seorang pria yang selama dua tahun ini mengerti gaya hidupnya dan bagaimana emosinya berpengaruh pada pertarungan ini. Changbin sangat berbakat, petarung yang pandai, tapi dia juga belajar mengetahui suasana hati Hyunjin yang berpengaruh pada caranya menggunakan pedang.

Sore ini, Changbin bergelora dengan energi bergejolak, lebih kuat dari biasanya, tapi tetap ceroboh. Hyunjin menunggu sampai dia melihat kemenangan di setiap sudut serangan Changbin. Changbin mengerti maksud lawannya. Lelaki Seo itu dengan akurat menangkis sambaran kedua, berniat untuk mengalahkan Hyunjin. Changbin menggerutu dalam keputusasaan ketika Hyunjin membalas dengan menikam dan menjatuhkannya.

"Kau membaca pikiranku! Sialan kau, Hwang!" Changbin menggerutu lalu melepas penutup wajahnya. Hyunjin juga melepas penutup wajahnya.

"Hal ini selalu menjadi alasanmu untuk menyalahkanku. Faktanya sungguh logis, dan kau tahu itu."

"Sekali lagi!" tantang Changbin, mengangkat pedangnya, mata coklatnya menajam ganas.

Hyunjin tersenyum, "Siapa dia?"

"Siapa?"

Hyunjin memberinya pandangan bosan sambil membuka sarung tangannya, "Wanita yang membuat darahmu memompa seperti domba gila?"

Pertanyaan itu membingungkan Changbin. Keputusasaan melanda pria itu, yang mana dia terkenal di antara para wanita.

Ekpresi Changbin mengerat dan Hyunjin melihatnya. Hyunjin menghentikan aksinya dari membuka sarung tangannya yang lain. Dia mengerutkan kening berkonsentrasi. "Ada yang salah?" tanya Hyunjin.

"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu," Changbin berkata pelan dengan nada menekan.

"Apa?"

Changbin memandangnya, "Apakah pegawai Hwang Enterprises diijinkan untuk bertemu satu sama lain?"

"Hal itu tergantung pada posisi mereka. Hal ini sangat jelas mengacu pada kontrak pegawai. Manager dan supervisor dilarang bertemu bawahannya dan akan dipecat bila mereka ketahuan. Ini akan mengecilkan hati para manajer untuk berkencan meskipun tidak dilarang. Itu sudah tertulis pada kontrak, jika ada hal yang merugikan datang dari hubungan itu untuk perusahaan, maka akan ada alasan pemberhentian yang pantas. Aku pikir kau tahu ini adalah konsekuensinya, Changbin. Apakah dia bekerja di Fusion?"

"Tidak."

"Apakah dia bekerja sebagai supervisor yang cakap untuk The Hwang?" Hyunjin bertanya sambil melepaskan sarung tangannya yang lain, pelindung dada, jaket, dan hanya menyisakan celana dan kaus dalam.

"Aku tidak yakin. Bagaimana jika pegawai di The Hwang menyimpang?"

Hyunjin memberinya tatapan tajam ketika dia menurunkan pedangnya dan mengambil handuk, "Menyimpang seperti hubungan manager restoran dengan manager departemen bisnis?" tanya Hyunjin dengan masam.

Changbin ragu kemudian mengangguk. Wajahnya tidak dapat dibaca. Mereka berdua terkejut ketika ketukan terdengar di pintu dari ruang anggar.

"Ya?" Hyunjin bertanya, alisnya miring dalam kebingungan. Mrs. Jeongyeon biasanya tidak pernah menganggu dia selama dia sibuk. Pengetahuan tentang dia yang tidak mau diganggu membantunya berkonsentrasi penuh pada anggar dan latihan rutinnya.

Hyunjin melihat dengan takjub ketika Ryujin masuk ke dalam ruangan. Surai legam sebahunya tertahan di belakang kepalanya. Beberapa helai menyapu leher dan pipinya. Dia dalam keadaan tanpa riasan, memakai jeans ketat, kaus tanpa lekuk bertudung yang berkeringat, dan sepasang sepatu abu-abu dan putih. Sepatunya bukanlah kualitas terbaik, tapi Hyunjin dengan cepat menghargainya karena itu adalah barang termahal yang dia pakai. Pada bagian jaketnya yang terbuka, dia melihat garis tipis dari tank top. Bayangan tubuhnya yang gemulai terurai pada pakaian ketat memenuhi pikiran Hyunjin.

"Apa yang kau lakukan di sini, Ryujin?" tanya Hyunjin. Tanpa sengaja suaranya menajam jengkel pada gambaran itu, sebuah pikiran yang tidak dapat dikontrol. Gadis itu berhenti beberapa kaki dari matras anggar. Bibir merah mudanya merengut seksi─oh, hilangkan pikiran itu, Hwang Hyunjin!

"Yeji perlu bicara denganmu tentang sesuatu yang mendesak. Kau tidak menjawab teleponmu, jadi dia menelepon ke rumah. Mrs. Jeongyeon sedang pergi untuk mendapatkan beberapa barang yang terlupa untuk makan malammu, maka aku yang menyampaikan pesannya."

Hyunjin mengangguk, memakai handuk di sekeliling lehernya untuk menyeka keringat di wajahnya, "Aku akan segera menghubunginya setelah mandi."

"Aku akan bilang padanya," kata Ryujin lantas berbalik keluar dari kamar.

"Apa dia masih menunggu?"

Ryujin mengangguk.

"Ada sambungan telepon di ruangan samping ruang latihan. Katakan padanya aku akan segera meneleponnya."

"Baiklah," ucap Ryujin. Dia menatap cepat Changbin dan memberinya senyuman singkat sebelum berlalu.

Sebuah kejengkelan menghantam batin Hyunjin. Baiklah, Hyunjin mengakui kedongkolan hatinya melihat Changbin tidak membentak Ryujin seperti yang ia lakukan.

"Ryujin."

Dia berbalik.

"Maukah kau kembali ke sini ketika kau sudah selesai menyampaikan pesan pada Yeji? Kita belum memiliki kesempatan untuk berbicara banyak minggu ini. Aku ingin mendengar kemajuanmu."

Ryujin ragu untuk bergerak selama beberapa detik. Pandangan Hyunjin jatuh pada dadanya, membuat lelaki itu terpaku dalam kesadaran mendadak.

"Tentu. Aku akan segera kembali," balas Ryujin sebelum melangkah ke luar kamar.

Changbin menyeringai ketika Hyunjin kembali menaruh atensi padanya, "Ketika aku mengunjungi Amerika bagian Utara, mereka bilang kalau dia seseorang yang mungil dan menarik."

Hyunjin melakukan pukulan dobel, "Jangan ikut campur," ujar Hyunjin dengan jelas.

Changbin terlihat terkejut. Hyunjin mengerjap. Perpaduan dari serangan primitif dan malu pada kekerasan berperang dalam darahnya. Sesuatu terjadi padanya dan lelaki Hwang itu menyipitkan matanya.

"Tunggu dulu! Wanita yang kau bicarakan tadi bekerja untuk The Hwang?"

"Bukan Ryujin," balas Changbin. Matanya berkilat ketika dia memberi Hyunjin pandangan dari samping dan membuka lemari es untuk sebotol air, "Menurutku lebih baik kau memakai saranmu sendiri tentang hubungan romantis antar perusahaan."

"Jangan aneh-aneh."

"Jadi kau tidak tertarik pada orang yang menarik itu?" tanya Changbin. Hyunjin menyeka handuk pada lehernya.

"Aku rasa aku tidak punya pegawai kontrak," sahutnya. Nadanya yang tajam memperjelas bahwa percakapan telah berakhir.

"Aku pikir itu adalah tanda untuk pergi," cetus Changbin dengan masam, "Aku akan menemuimu hari Senin."

"Changbin."

Changbin berbalik.

"Aku minta maaf telah membentakmu," ucap Hyunjin.

Changbin mengangkat bahu, "Aku tahu bagaimana artinya terikat kuat. Cenderung membuat pria sedikit lebih cepat marah," Hyunjin tidak merespon dan hanya melihat temannya berjalan pergi.

Hyunjin berpikir mengenai apa yang Changbin katakan tentang Ryujin mengenai seseorang yang mungil dan menarik. Namun, dia tidak mengerti dari mana semua itu berasal. Hyunjin seperti benar-benar kehausan di padang pasir. Dia memandang hati-hati ke arah pintu masuk dan melihat Ryujin berjalan masuk ke ruangan.


bersambung.

ECLIPSE | hhj ft. srjWhere stories live. Discover now