5th

1.5K 99 7
                                    

warning!
mature content.

Ryujin menyesal melihat Changbin memberinya lambaian yang ramah dan berjalan ke luar kamar ketika dia masuk. Suasana hening di ruang latihan bertambah berat ketika pintu tertutup dan tinggal dia sendiri bersama Hyunjin. Ryujin berhenti pada tepi meja.

"Mendekatlah. Tidak apa-apa. Kau bisa berjalan menyeberangi jalur dengan sepatumu," ujar Hyunjin.

Ryujin mendekat dengan hati-hati. Hal ini membuatnya tidak nyaman untuk melihat kepada Hyunjin. Wajah tampannya tenang seperti biasa. Hwang Hyunjin terlihat menggoda dengan memakai celana dan kaus putih sederhana. Ryujin mengira kaus ketat itu terlihat karena dia memakai baju lain di atasnya. Meninggalkan bayangan kecil, memperlihatkan daerah punggung dan garis miring dari tubuhnya yang berotot. Sesungguhnya, prioritas terbesar seorang Shin Ryujin adalah bekerja untuk Hwang Hyunjin. Namun, atensinya seakan teralih saat melihat tubuhnya begitu indah, seperti mesin yang terasah.

"Jalur?" Ryujin mengulang ketika dia melintasi meja dan mendekat pada Hyunjin.

"Matras untuk anggar."

"Oh," Matanya menatap pedang penuh curiga, mencoba untuk mengabaikan bau harum yang keluar dari tubuh pria itu. Bau sabun rempah bercampur dengan keringat pria.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Hyunjin dengan sopan, suaranya yang tenang cocok dengan sinar di mata legamnya.

Hyunjin membingungkannya tanpa akhir. Seperti ketika Kamis malam lalu, contohnya, ketika Ryujin berbalik untuk menemukan Hyunjin mengamati dirinya ketika dia melukis. Sikap Hyunjin hampir selalu resmi, tapi dia jadi kehabisan nafas dengan dugaan ketika dia melihat tatapan Hyunjin turun dan melakat pada dadanya, membuat putingnya mengeras. Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena ingatan bagaimana mereka berpisah pada malam pertama Hyunjin mengajak ke tempat tinggalnya. Bagaimana Hyunjin menyentuhnya ketika menempatkan mantelnya serta referensi Hyunjin pada lukisannya.

Apakah pria Hwang itu senang atau marah pada Ryujin tentang lukisan yang dibuatnya?

Omong kosong, Ryujin menghukum dirinya sendiri ketika dia memaksa untuk bertemu dengan tatapannya yang menusuk. Hwang Hyunjin tidak berpikir dua kali tentang kelebihan Shin Ryujin sebagai seniman.

"Sibuk tapi baik. Terima kasih," Ryujin menjawab Hyunjin. Dia memberikan rekap kemajuannya dengan cepat, "Kanvasnya sudah siap. Aku sudah membuat sketsanya. Aku pikir aku bisa mulai melukis minggu depan."

"Kau sudah punya semua yang kau butuhkan?" tanya Hyunjin ketika dia melangkah melewati Ryujin dan membuka lemari es. Pria itu bergerak dengan gerakan maskulin yang anggun. Ryujin suka melihatnya bermain anggar─memegang serangan dalam aksi yang anggun.

"Ya. Yeji sangat teliti dalam memberikan keperluanku. Aku hanya butuh satu atau dua hal, tapi dia seketika memperoleh untukku Senin kemarin. Dia ajaib untuk hal ketangkasan."

"Aku tidak terlalu setuju. Jangan ragu untuk mengatakan jika kau perlu hal-hal kecil," Hyunjin memecahkan sumbat pada botol air minum dengan memutar cepat dengan pergelangan tangannya.

Otot lengan Hyunjin membengkak di bawah lengan baju, terlihat kuat seperti batu. Beberapa urat naik pada lengan bawahnya yang kuat, "Apakah jadwalmu bisa teratur? Sekolah, bekerja sebagai pelayan, melukis, kehidupan sosialmu?"

Nadinya mulai berdenyut di tenggorokan. Ryujin menurunkan kepalanya sehingga dia tidak memperhatikan dan berpura-pura memperhatikan salah satu pedang di tempat penyimpanan.

"Aku tidak terlalu punya kehidupan sosial."

"Kekasih mungkin?" tanya Hyunjin pelan. Ryujin menggelengkan kepala sambil menggoreskan jarinya pada ujung pedang.

ECLIPSE | hhj ft. srjWhere stories live. Discover now