"Kantin yuk" Jeno menghampiri mejaku begitu bel istirahat berbunyi.
Aku menggeleng, "gue bawa susu kotak Jen."
Sebenarnya itu hanya alasanku saja. Aku terlalu malas untuk berdiri. Ah sebenarnya hari ini aku sangat malas untuk beraktivitas.
"Mana kenyang sih susu doang, udah ayo" Jeno akhirnya menarikku ke kantin.
"Lo tempatin meja gih sana"
Baru berjalan beberapa langkah Jeno memanggilku lagi.
"Lo pesen apa Han? Mie ayam mau ga? Mau kan? oke sip"
Padahal aku belum menjawab apa-apa tapi Jeno sudah berlalu. Sudah lah aku ingin cepat-cepat duduk.
"Nih, saosnya jangan banyak-banyak." kata Jeno sambil menggeser mangkok.
Aku berpura-pura tidak mendengar Jeno dan sibuk dengan botol saus ditanganku. Mana ada ceritanya makan mie ayam tapi tidak pedas.
"Ni anak dibilangin juga. Pokoknya jangan salahin gue kalo lambung lo perih, gue udah ngingetin lo."
"Heh kok diem sih? Oh pasti perut lo udah mulai panas ya, kan gue bilang juga apa. Lo tuh penderita maag yang nggak sadar diri emang." Jeno bersuara lagi.
Kenapa sih hari ini rasanya Jeno bawel sekali. Tidak bisa kah dia membiarkanku makan dengan damai?
"Apa sih Jen, lo tuh makan jangan sambil ngoceh kenapa sih" pasti sekarang wajahku sudah mulai sinis.
"Ih dilarang galak sama orang ganteng. Gue kan mau cerita" katanya.
"Apa?" Aku akhirnya membiarkan dia mengoceh. Balas budi karena selama ini ocehanku juga pasti menyakiti telinga Jeno.
"Gue udah ngobrol sama ayah bunda. Dan apa yang gue pikirin bener, mereka bilang mereka mau liat gue pake jas dokter punya gue sendiri. Tapi mereka juga bilang mereka nggak mau liat gue jadi pengecut yang nggak bisa perjuangin apa yang gue mau. Mereka ngebiarin gue milih apa yang jadi kemauan gue Han." Jeno mengakhiri ceritanya dengan senyum khas miliknya.
"Gue ikut seneng dengernya. Lo nanti kuliah yang bener ya, buktiin semua omongan lo ke ayah sama bunda" aku tersenyum.
--
Sesampainya di rumah, aku tidak langsung naik ke kamar melainkan duduk di sofa ruang keluarga. Hari ini sekolah terasa melelahkan. Ya biasanya juga melelahkan sih, tapi hari ini sepertinya tubuhku tidak bisa diajak kompromi. Perutku terasa tidak enak. Sepertinya ini akibat saus mie ayam tadi.
Namun saat tengah malam perutku terasa sakit sampai aku terbangun dari tidurku. Tapi sepertinya ini bukan sakit perut karena lambungku tidak kuat makanan pedas, rasanya lain.
Aku baru ingat biasanya di tanggal-tanggal ini adalah jadwal menstruasiku. Aku bukan tipe yang sering merasakan kram perut akibat menstruasi, tapi biasanya satu atau dua hari sebelum menstruasi perutku akan sedikit sakit. Lagi pula sebagai penderita maag, sedikit sulit untukku membedakan sakit perut karena salah makan dan sakit perut karena menstruasi.
Kram perut kali ini rasanya cukup parah. Jika seperti ini biasanya aku akan mengadu pada mama, dan mama akan memberikanku botol berisi air hangat untuk mengmpres perutku. Tapi ini sudah terlalu malam dan perutku terlalu sakit untukku menuruni tangga dan membangunkan mama.
Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku merasa sakit perut yang seperti ini. Itu kali pertama aku merasakan sakit perut akibat menstruasi. Namun saat itu tidak ada mama. Untungnya masih ada seseorang yang membantuku. Dia yang memberikanku botol berisi air hangat. Dia juga membelikanku ice cream untuk mengalihkan ku dari rasa sakit.
"Terus gimana? Emang sakit banget ya?" suaranya terdengar sedikit panik.
"Aku udah mau nangis gini masih aja nanya huhuhu"
"Duh jangan nangis dong Han. Makan ice cream aja deh ya, jangan nangis tapiii"
Namun kali ini aku sendirian. Berguling dari satu sisi kasur ke sisi yang lainnya, mencoba posisi yang setidaknya bisa menekan rasa sakitku. Kali ini tidak ada yang melarangku menangis, dan tidak ada ice cream untukku.