12

5.3K 550 80
                                    

Jisen memakai sepatunya dan cepat-cepat megikat talinya. Ia sudah tidak sabaran saat Feby menjemputnya lagi. Tadi malam, ketika Putri di rumah sakit, Jisen pun menginap di rumah Feby dan Jin. Lalu paginya Feby mengantar Jisen lagi ke rumah sakit dan pulang bersama Putri dan juga Jimin yang mengantarnya ke rumah.

Seperti janji Feby semalam, Feby dan suaminya akan mengajak Jisen lagi bermain-main di rumah mereka.

Apalagi, karena Jin dan istrinya belum memiliki anak, mereka pun sering mengajak Jisen ke rumah mereka jika Jisen tidak ada kegiatan sekolah. Tapi biasanya Jisen tidak pernah menginap, kecuali tadi malam.

Tadi malam Jisen untuk pertama kalinya menginap di rumah Feby dan suaminya dan untuk pertama kalinya pula tidur bersama mereka.

Jin adalah tipe pria yang sangat penyayang, apalagi terhadap anak kecil yang sangat menggemaskan seperti Jisen.

Feby sebenarnya juga sangat penyanyang, tapi terkadang ia berlebihan karena merasa sangat gemas hingga wajah Jisen selalu menjadi sasaran empuknya untuk dicubit. Karena itulah Jisen sedikit anti dengan Feby.

"Tante, Paman Jin mana?" tanya Jisen yang tak melihat Jin bersama Feby.

"Sayang, Paman Jin kan masih bekerja." Feby mengulurkan sebelah tangannya bersiap untuk memegangi bahu Jisen jika saja Jisen sudah selesai dan berjalan ke arahnya.

Sayangnya, Jisen menghentikan langkah. Melihat Jin tak ada di sana membuatnya sedikit ragu untuk pergi.

Bagaimana kalau Feby mencubit pipinya sampai pipinya superbengkak?

Atau Feby mencubit pipinya hingga tidak gembul lagi?

Atau Feby malah menggigit pipinya hingga habis?

Feby terkadang menggigit pipi Jisen dengan sangat gemas. Bahkan pernah hingga membuat Jisen menangis lalu mengadu pada Putri.

Wajah Jisen tak bisa berbohong menggambarkan keraguan. Jadi sebelum Jisen tidak jadi ikut, Feby pun berkata, "Jisen, kita ke rumah Tante nanti Paman pasti sudah sampai di rumah, ayo," ajak Feby memasang wajah malaikatnya dengan senyuman mautnya.

Putri datang dari dapur lagi setelah selesai meminum obat. Tubuhnya mulai terasa jauh lebih ringan dari tadi pagi. Jisen langsung melihat Putri, ia membutuhkan kekuatan dari kata-kata ibunya.

Putri yang paham pun langsung mengembangkan senyuman pada putranya. "Ayo, sayang. Katanya mau ke rumah paman Jin lagi," kata Putri. "Pasti nanti kalau Jisen lama datang, paman Jin sudah lama menunggu."

Baik. Jisen sudah cukup mendengar kata-kata kekuatan dari ibunya.

Jisen menganggukkan kepala. Wajahnya berpaling melihat Feby lagi. "Ayo, Tante." Jisen berjalan ke arah Feby yang menunggunya dengan senyuman mengembang.

"Ayo." Feby menempelkan tangannya di belakang punggung Jisen. Sedangkan mata Feby mengedip pada Putri. Putri pun hanya terkekeh melihat sahabatnya itu yang begitu mengidolakan putranya.

Ketika Feby keluar membawa Jisen, Putri pun ikut keluar pintu untuk melihat putranya yang naik ke dalam mobil putih Feby.

Jisen pun tak lupa melambaikan tangan pada ibunya ketika mobil yang dinaikinya menjauh dari sana.

Jisen duduk dengan tenang ketika mobil sudah keluar dari gerbang. Ia duduk dengan manis sambil berdoa alam hati agar segera melihat paman yang dinantikannya.

Berdua dalam satu mobil dengan Feby membuatnya sedikit ngeri.

"Jisen, mau makan ice cream? Biar tante beli?" tanya Feby sekilas mengalihkan pandangannya dari jalanan untuk menatap Jisen di sebelahnya.

Hanya Dirimu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang