Happy Reading
Milan melirik jam di dinding, sudah waktu nya makan malam.
Malam ini, dia tidak turun ke lantai bawah untuk makan bersama, dia memilih untuk makan di kamar nya saja. Hari pertama sekolah rupanya agak buruk, hari pertama sudah di berikan tugas yang lumayan padahal kelas lain tidak ada pelajaran sama sekali, kenapa hanya kelas Milan saja? Dan lagi, dia harus mendata ulang murid yang akan ikut eskul tahun ini karena Nathan yang terlambat memberikan nya kepada Milan.
Pintu kamarnya di ketuk membuat Milan mengusap wajahnya dan berkata, "masuk."
Seorang pelayan wanita yang masih muda dan lebih tua dari Milan itu masuk ke kamar nya. Membawakan nampan berisi makan malam nya, segelas air putih dan juga susu serta satu obat disana. Yah memang Milan tidak bisa lepas dari benda kecil itu.
"Bunda sudah makan?" Tanya Milan saat pelayan itu meletakan makanan nya di atas meja belajar Milan.
Palayan dengan nama Aria itu mengangguk pelan. "Sudah bersama Tuan Enzo. Kayanya, Nyonya akan pergi ke luar negeri untuk beberapa hari bersama Tuan Enzo."
Milan mengangguk paham dan membiarkan Aria berjalan keluar kamarnya. Napas nya terasa berat malam ini karena di kepalanya cukup banyak pikiran yang bermacam-macam. Jika saja dia tidak ingat kalau Kakak nya melarang dirinya untuk meminum obat tidur, maka Milan sudah melakukannya daritadi.
Hujan turun dengan deras bersamaan dengan salju yang turun malam ini. Musim dingin ini membuat Milan malas untuk kemana-mana. Meraih sendok dan garpu nya, Milan mulai memakan makanan nya dengan pelan, di pertengahan itu, ponsel nya bergetar, ada pesan yang masuk.
Stefani : MILANNN! GUA NGINEP YAA DI TEMPAT LO HEHEHEHE
Milan tersenyum tipis lantas membalas.
You : iya, kesini saja.
Stefani : NGGA PAPA KAN?? GUA NGGAK DI TANYA TANYA LAGI SAMA SI ENZO ITU??
You : enggak, dia pergi sama Bunda nanti. Kamu kesini agak malam saja, ya?
Stefani : OKEE CINGTAAA, DUHH LOP BNGET SM KM
Milan tertawa pelan. Stefani sedikit jamet saat di chat berbeda sekali jika bertemu langsung. Tidak terasa dia sudah selesai makan dan juga meminum obat nya, terdengar suara mobil dan suara gerbang yang di buka, Milan tebak kalau Bunda dan Enzo sudah pergi. Setelah membereskan semua nya, Milan turun ke lantai bawah untuk meletakan piring kotor nya ke dapur. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara yang tidak asing.
"MILANNN!! CINGTA KUU!"
Suara Stefani cukup keras hingga Milan tersentak kecil dan merasakan Stefani memeluknya dari samping.
"Kamu kapan sampai?" Tanya Milan bingung. Cepat sekali.
Stefani tersenyum lebar, "baru lah, pas banget mobil Bunda lo keluar terus gua dateng."
Milan mengangguk paham. Dia kembali berjalan ke arah dapur diikuti oleh Stefani. Stefani duduk di meja pantry sementara Milan mengambil gelas untuk Stefani.
"Kamu mau minum apa?" Tanya Milan, berdiri di depan kulkas besar itu.
"Jus jeruk aja, kalo nggak ada ya air putih biasa."
"Jus jeruk ada." Milan membuka kulkas dan mengeluarkan jus kemasan lantas menuangkan nya ke gelas.
"Lo tau nggak sih, Lan." Stefani menerima gelas dari Milan. "Gua males banget di rumah. Kayak apa ya, nggak bebas aja. Dan lagi, minggu depan kita semua ada acara."
"Acara?" Milan memiringkan kepalanya. "Acara apa?"
"Masa lo lupa?" Stefani berdecak. "Itu perempuan dari Keluarga Lee diangkat jadi pewaris dan katanya media juga bakal di undang. Yah pasti rame sih, siapa yang nggak kenal sama Keluarga Lee? Apalagi anak nya, Lee Jiyoung."
Milan pernah dengar nama itu dan pernah bertemu langsung dengan Lee Jiyoung. Gadis cantik yang menjadi incaran para calon pewaris lain nya. Gadis cerdas namun juga licik, sama seperti Fara dan Thea atau bahkan Stefani. Setara dengan Milan namun Milan rasa, Lee Jiyoung masih berada di bawah nya karena bagaimana pun juga, Milan adalah pewaris utama Keluarga Dominiguez, Keluarga yang sangat berpengaruh di negara ini.
"Lo ikut?" Tanya Stefani.
Milan mengangguk, tersenyum tipis. "Tentu. Saya mau lihat bagaimana dia sejauh ini dan lagi, saya sudah lama tidak bertemu dengan Lee Jiyoung."
Stefani tertawa pelan, "tapi, lo juga harus hati-hati sama dia. Lo tau kalo dia licik kan? Nggak ada bisa di percaya selama kita ada di dalam lingkaran pewaris, perebutan tahta dan sebagainya."
Milan menatap nya, tatapan mata yang dingin seperti yang biasa Stefani lihat. Tatapan mata yang terkesan datar seolah tidak ada kehidupan di sana.
"Iya, saya tahu itu." Jeda sebentar, lantas mengajukan. "Dan kamu jangan terlalu percaya sama saya."
Stefani mengangguk, meminum kembali jus nya yang sudah tidak terlalu dingin.
"Ya." jawabnya.
Milan berbahaya dan Stefani tahu itu sejak awal dia bertemu dengan gadis ini.
*****
Pagi ini, Milan berangkat bersama Stefani.
Pukul setengah tujuh, Milan dan Stefani berangkat walau Stefani agak susah di bangunkan karena gadis itu menonton netflix hingga pukul tiga dini hari. Milan melirik Stefani, gadis itu masih mengantuk bahkan dia tertidur di sebelah nya. Milan terkekeh geli dan kembali fokus pada jalanan yang lenggang ini.
Pagi ini mendung tapi dingin hingga Milan harus menggunakan syal agar menjaga tubuh nya tetap hangat. Butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai ke sekolah dan karena jalanan sedang sepi, Milan bisa bebas mengebut walau nanti nya dia akan kena marah oleh Bima. Tidak lama, mobil Mercedes-benz AMG GT63 S itu telah sampai di sekolah. Milan segera memikirkan mobil nya di parkiran yang kosong lantas membangunkan Stefani.
"Bangun, sudah sampai." Milan menggoyang kan tubuh Stefani. Gadis itu membuka matanya dan mengangguk paham.
Milan sendiri masih bingung kenapa Stefani tetap sekolah padahal sudah lulus. Tidak ada habis nya memikirkan Stefani. Mereka keluar dari mobil, mungkin Milan yang tidak lihat atau bagaiamana, seseorang menabraknya cukup keras hingga Milan terhuyung beberapa langkah. Milan menatap nya, dia cowok yang Milan tebak adalah kelas sebelas.
"Sorry, nggak sengaja. Lo nggak apa-apa?" Tanyanya. Milan melirik name tag yang berada di dada kiri cowok itu. Gillian. Nama yang singkat dan Milan tidak tahu siapa marga nya.
"Ya." Balas Milan dengan singkat. Cukup kesal karena Milan di tabrak cukup kencang dan cukup membuat mood Milan di pagi ini hilang.
"Makanya, jalan tuh liat-liat!" Seru Stefani. "Ngapain lari-lari di parkiran?"
"Itu... tas gua ketinggalan di mobil." jawab Gillian.
Milan menatap Stefani. "Udah, nggak usah di lanjut. Saya ke kelas dan kamu ke ruang utama eskul." kata Milan dan Stefani menangguk.
Milan berjalan meninggalkan Gillian disana sementara Gillian tersenyum tipis.
"Cantik." katanya sebelum dia kembali ingat kalau tas nya masih berada di mobil.
"Ah bego!"
Jangan lupa klik bintang dan kasih saran yaaa
Love u ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Milan
Teen FictionMilan dan perasaan nya itu rumit. © Copyright by Asha & Skyie 2022