BAB 10

70 13 0
                                    

Hujan deras pagi ini membuat Nathan sedikit malas, namun dia tetap berjalan menuju stasiun di dekat rumah nya. Jangan di tanya kenapa dia memilih menaiki kereta di banding kendaraan pribadi, karena dia malas. Jawaban yang aneh bahkan Rama pun sampai tidak habis pikir dengan pola pikir cowok ini. Yah mau bagaimana lagi, Nathan memang malas mengendarai mobil nya, apalagi jalanan pagi kebanyakan itu macet, bisa-bisa Nathan terlambat, kan?

Banyak orang yang berlalu-lalang di stasiun ini. Udara terasa lembab dan dingin hingga Nathan memakai jaket nya yang sebenarnya agak malas memakai jaket nya. Hujan masih turun dengan deras, seperti keretanya akan datang terlambat tapi itu sama sekali bukan sebuah masalah bagi nya.

Ponsel nya bergetar, menampilkan notifikasi dari Arion yang bertanya dia masuk sekolah atau tidak. Arion itu tipikal anak yang malas. Jika hujan deras seperti ini, udara yang dingin membuat cowok itu memilih untuk tetap berada di bawah selimut yang hangat. Nathan membalas nya dengan mengatakan kalau dia masuk sekolah. Selain karena hari ini jadwal eskul nya, Nathan juga tidak bisa membolos karena ada ujian harian saat jam ketiga nanti.

"Nafeeza?" Nathan tersentak kecil dan menatap kesamping.

Seorang cowok dengan rambut hitam yang sedikit berantakan. Mata yang berwarna biru terang yang sama dengan warna langit jika saat ini tidak hujan. Tatapan cowok itu terkesan dalam, kelam, dingin dan tidak ada emosi sama sekali. Sekalipun cowok itu tersenyum, tapi senyum itu sama sekali tidak hidup. Tetap mati.

"Gua Gillian Dewangga." Gillian menjulurkan tangan nya ke Nathan, ingin bersalaman. "Salam kenal."

Nathan mengangguk, menerima jabatan tangan itu lantas melepaskan nya dengan cepat. Entahlah, Nathan merasa sedikit tidak nyaman dengan cowok ini.

"Sorry if I made you uncomfortable because I asked you to get acquainted." Gillian berdiri di sebelah Nathan, kedua tangan nya di dalam saku mantel nya.

Pewaris Tunggal Keluarga Dewangga. Nathan tahu keluarga itu dan bahkan perusahaan nya berkerja sama. Tapi Nathan tidak tahu jika mereka memiliki seorang anak laki-laki seperti Gillian ini. Cowok itu bahkan tidak pernah menampakkan wajah nya di depan media atau dimana pun seolah keberadaan nya sengaja di sembunyikan. Tapi hari ini, Nathan bertemu langsung dengan Gillian Dewangga. Lucu sekali.

"Lo bisanya naik kereta?" Tanya Gillian, seperti nya dia mencoba basa-basi.

Nathan mengangguk. "Ya. Lo juga?"

"Nggak, cuma kebetulan aja gua ada urusan yang harus bikin gua naik kereta terus ketemu sama lo."

Nathan hanya mengangguk. Dia lelah. Gillian seperti menyerap banyak sekali energinya hingga dirinya tidak memiliki mood yang bagus sama sekali. Padahal tadi Nathan semangat ingin ke sekolah tapi malah bertemu dengan Gillian yang membuat energinya habis.

"Jangan pernah coba cari tau soal Jiyoung." ucap Gillian. Cowok itu mengeluarkan sebatang rokok nya dan menghembuskan nya ke udara.

Bagaimana Gillian tahu?

"Gua tau," kata Gillian lagi. "Gua tahu semua orang lagi sibuk cari tau soal Jiyoung. Jadi pewaris dadakan dan Kakaknya sama sekali nggak ada kabar. Biarin aja, jangan urusin yang bukan urusan lo."

"Berarti lo tau soal kakak nya, kan? Terus kenapa biarin dia jadi pewaris? Itu..."

"Gua tau!" Suaranya sedikit keras, melirik Nathan dengan mata biru nya. "Gua tau semua pertanyaan lo. Tapi belom saatnya lo tau hal ini atau bahkan jangan sampai tau."

Nathan Menatapnya dengan ragu. Kenapa Gillian marah? Yah Nathan sama sekali tidak tahu hubungan Gillian dengan Jiyoung. Tapi kelihatan nya, mereka cukup dekat hingga Gillian mencoba melindungi gadis itu.

 Milan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang