Stefani menatap Rama dari atas hingga bawah seolah sedang meneliti cowok itu. Yang di tatap malah menelan ludah nya dengan gugup, tidak, Rama tidak takut dengn Stefani. Siapa yang takut dengan gadis ini? Hanya saja, Stefani menatap nya dengan tajam, sedikit sinis seolah dirinya sedang di sidang di hadapan semua orang. Padahal niatnya, dia hanya ingin bertemu dengan Fara di ruang eskul Jurnalistik, tapi siapa sangka malah bertemu dengan Stefani yang menatap nya seperti itu?
Rama menghela napas, "sampe kapan sih lo liatin gua mulu? Ya tau gua cakep, ganteng, idaman lagi. Tapi, nggak usah kayak gitu juga lah."
Stefani spontan menaikkan satu alisnya. "Najis gua suka sama lo. Sampe langit kebelah juga gua ogah suka sama lo. Ngapain lo kesini? Ngerusuh?"
"Nggak usah nuduh," Rama bersandar pada meja di belakang nya. "Mana Fara? Katanya dia ada di sini?"
"Ah, Fara. Kembaran lo?" Stefani memastikan. Agak tidak yakin kalau Fara adalah kembaran cowok ini.
"Ya iya, siapa lagi kembaran gua selain dia."
"Ya siapa tau dia kembaran orang lain? Terus ketuker sama lo? Oh! Atau lo di pungut? Bisa jadi sih."
Rama geram, dia menatap kesal Stefani yang malah tertawa disana. "NGOMONG SEKALI LAGI, NJING! APA-APAAN GUA ANAK PUNGUT?!"
"Siapa tau kan?" Stefani mengangkat bahunya. "Anyways, gua lebih tua dari lo. Jadi, sopan dikit."
Rama diam, dia mendecih pelan sambil memalingkan wajahnya. Tidak lama, Fara datang bersama Thea. Gadis itu tersenyum kepada Rama dan memeluknya sekilas, yah walaupun Fara sedikit menyebalkan, tapi dia cukup manja dengan Rama.
"Nih," Rama memberikan kota makan berwarna ungu kepada Fara. "Bekal lo ketinggalan di lo loker lo."
"Kok bisa?" Fara menerima kotak makan nya. "Pantesan kok pas ke kantin ngerasa ada yang ketinggalan. Lo juga ngapain buka loker gua?"
"Pinjem powerbank," Rama menunjukkan powerbank berwarna biru ke Fara. "Yaudah gua tinggal dulu."
Setelah Rama keluar dari sana, Milan datang. Milan datang agak terlambat karena tadi dia makan dulu bersama Bima dan yah, terdapat beberapa masalah saat makan, tidak mau mengingat nya, Milan memilih untuk abai dengan kejadian di kantin tadi. Matanya menatap Stefani yang sedang rebahan di sofa, Thea yang sedang bermain ponsel di kursi dan Fara yang sedang memakan kotak bekal nya yang Milan yakin, itu dari Rama.
"Udah?" Stefani menatap Milan. "Lama banget ke kantin nya. Sampe dua jam sendiri."
Milan tersenyum, dia duduk di kursi dengan tangan nya yang berada di atas meja. "Ada masalah tadi. Maaf kalau lama."
"Jiyoung lagi?" Tanya Thea memastikan, tidak mengalihkan tatapan nya dari ponsel.
Milan mengangguk.
"Dia siapa lo sih?" Tanya Fara, ikut nimbrung setelah minum air dari botol nya. "Kayaknya kenal lo banget."
Milan tersenyum tipis. Ada rasa sakit saat mengingat kejadian yang sudah lama itu, luka itu masih berada disana, masih basah seolah tidak ingin kering dengan sendirinya. Membuatnya menjadi sosok yang membenci Jiyoung.
"Dia... teman saya sejak kecil."
******
Lapangan indoor kali ini cukup ramai dengan pelajaran olahraga yang di lakukan kelas Nathan saat ini.
Walaupun memakai baju olahraga, tetap saja ini gerah. Nathan sudah berkeringat sejak tadi, begitu juga yang lain. Olahraga kali ini hanya pertandingan volly untuk karena ada nilai yang akan di masukan kedalam buku nilai. Tentu saja Nathan akan mendapatkan nilai yang tinggi, dia akan berusaha untuk itu. Sejak tiga puluh menit yang lalu, Nathan sudah mencetak skor berkali-kali, membuat tim nya menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milan
Teen FictionMilan dan perasaan nya itu rumit. © Copyright by Asha & Skyie 2022