something

2.6K 132 5
                                    

James dan Alan memacu kudanya berlari kencang menuju ke halaman Gunningham Manor, setelah satu jam yang lalu mereka berlomba adu panahan di Kilmarnock Hall milik Lord Campbell--Duke of Edinbuurgh.

Ayah mereka, sang Marquess of Kilmartin yang baru saja kembali dari London kini tengah menunggu mereka di meja jamuan makan siang.

"Bagaimana kabar kalian hari ini kedua putra kebanggaanku?" sapa ayah mereka sambil menyunggingkan senyum penuh rasa sayang kepada kedua putranya.

"Baik ,ayah," jawab James dan Alan hampir bersamaan.

"James berhasil memenangkan trofi perlombaan memanah dari sang Duke," Alan berkata sembari menyeringai.

James hanya terdiam sembari memasang wajah tanpa ekspresi.
"Bagus sekali. Kurasa Duke tua itu sekarang sedang kesal kepada Gerald,karena tidak berhasil memenangkan trofi itu" Lord Arthur terkekeh senang.

Lady Helen tersenyum haru dan sendu menatap putra sulungnya, James. Dalam hati ia ingin sekali melihat putranya yang pandai menyimpan perasaannya itu juga bisa tertawa lepas,sama seperti adiknya.

"Setelah kalian selesai makan siang, aku memanggilmu ke ruang pribadiku,James,"lanjut Lord Arthur.

James hanya mengangguk,"Baik,milord"

"Ayah, kau tak bermaksud melupakanku,kan ?!" Alan menyela pembicaraan ayah dan kakaknya dengan wajah berlagak kesal.

"Tentu tidak. Ini tentang James dan calon gadisnya,nak. Suatu saat kau juga akan menemukannya,"ujar Arthur dengan mata berkedip kepada Alan,putra bungsunya.

Alan tertawa,"Siap,milord. Kalau itu aku tidak masalah. Biar dia yang menangani itu ,"Alan terkekeh puas.

James hanya mengendikkan bahu menanggapi komentar adiknya yang usianya terpaut hanya dua tahun darinya itu.
.
.
.
James memasuki ruang kerja ayahnya siang itu juga. Sang Marquess nampak sedang menandatangani beberapa surat di meja kerja. Begitu putranya itu datang, ia lalu menyuruh James duduk di kursi yang ada di seberang mejanya.

"Kau tahu bukan, bahwa sewaktu kau kecil kakekmu pernah mengatakan bahwa dirimu akan menikahi cucu dari sahabatnya," ujar ayahnya lambat-lambat."Kini usiamu sudah duapuluhsatu tahun, kurasa ini saat yang tepat untuk memenuhi janji mendiang kakekmu itu."

"Apa itu sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi ayah?" James berkata dengan nada tidak puas.

"Ini bukan soal tawar menawar ,nak. Ini tentang harga diri dan hutang budi. Kakekmu diselamatkan oleh ayah gadis itu saat ia terluka parah di medan pertempuran Waterloo. Aku tidak bisa merasa lega sebelum janji kakekmu itu terpenuhi. Janji adalah janji. Pria terhormat tidak akan ingkar janji," Sang Marquess mendesah panjang.

James hanya terdiam mendengar penjelasan sang Marquess. Meskipun hatinya kesal, tapi dia tidak ingin membantah. Apalagi dia juga merasa keluarganya memiliki hutang budi yang harus segera ditunaikan. James lalu mengangguk.

"Lusa kita akan berangkat ke Carlisle, kau bisa bertemu dengan gadis itu di sana. Ayahnya sudah berkorespondensi kepadaku sejak sebulan yang lalu. Dia sekarang berada di rumah pamannya , Archibald Howard--Earl of Carlisle."

"Kurasa pertunangan kalian akan segera dilangsungkan. Besok kita akan mulai berkemas dan berangkat ke Carlisle"

"Baik,milord. Kurasa aku sudah boleh permisi sekarang," lanjut James tanpa berani menatap ayahnya secara langsung.

"Silahkan,nak,"jawab sang Marquess.

Setelah putranya keluar dari ruang kerjanya, Arthur merenung. Betapa ia sangat menyayangi putra sulungnya itu yang selalu berusaha mewujudkan semua impian seorang ayah.

Arthur memang tidak pernah mengatakan terus terang kepada James, bahwa ia sangat bangga kepada putranya itu. Ia merasa itu sebenarnya salah. Hanya saja ia tidak ingin putranya itu menjadi pribadi yang haus akan pujian atas segala pencapaiannya. Ia ingin James menjadi pria sejati yang berhasil namun tetap menjadi dirinya sendiri, seutuhnya.

Arthur tersenyum dan merasa lega. Sebentar lagi anaknya akan segera menikah dengan putri satu-satunya Duke of Anglesey. Dan itu berarti, janjinya kepada mendiang ayahnya-sang Marquess terdahulu,juga akan segera tertunaikan.

Sang Marquess hanya berharap,semoga saja James tidak kecewa dengan keputusan itu. Jauh di lubuk hatinya, sang Marquess juga ingin anaknya mendapatkan pernikahan yang bahagia,sama seperti yang dirasakan ia dan Helen,ibunya.

Arthur berharap, Lady Rosaline--putri Duke of Anglesey kelak akan menjadi Marchioness yang tepat untuk anaknya, James.

==========
Haloo semuaa...
Mulai dari bab ini dan seterusnya buat kamu yg juga ngikutin kisah my Lady Alice akan tahu nih kenapa pertemanan Lionel dan James kenapa bakalan menjadi hmm hmmm hmm...

Yg belum baca sequel storynya baca juga yuk story My Lady, Alice. Ini masih tentang kisah mereka (Lionel,James,Alan,Gerald dan seorang lady bernama Alice) sekitar enam tahun kemudian..
.
.

Masih pengen ngikutin kelanjutannya vote and koment pliss...

Lady 'Rose' RosalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang