Aku ibarat seseorang yang tengah berada dalam goa di suatu daerah yang sangat terpencil, di mana matahari dan bintang tidak lagi mampu menunjukkan arah mata angin.
Kompas hidup adalah navigasi yang Allah kirimkan untuk menjadi pengarah hidupku. Ada sebelas arah yang ia pegang teguh. Enam rukun iman, dan lima rukun islam.
Kompas hidup inilah yang membantuku menentukan arah dalam perjalanan panjang menuju kematian. Arah yang ia berikan, sangat menentukan kemana langkah kaki ini akan berjalan. Tanpa kompas hidup, mungkin aku akan berjalan terkatung-katung tanpa tujuan.
Aku membutuhkannya,
Kompas yang tak kenal lelah mengahadap kiblat untuk menunaikan kewajiban sebagai manusia bergama. Aku tidak memerlukan kemampuan visual untuk dapat membaca dan memahaminya, sehingga aku tidak pernah memiliki keterbatasan untuk selalu mengaksesnya.
Jika kompas merupakan perlengkapan yang penting bagi para militer agar perjalanan mereka jauh lebih aman dan efesien, maka kompas hidup merupakan hal yang sangat penting agar perjalanan spiritualku jauh lebih nayaman dan konsisten.
===***===
Pernikahanku tinggal satu minggu lagi. Pengurusan data di Kantor Urusan Agama (KUA) sudah rampung semuanya. Lega! sebab kini, aku hanya tinggal menunggu hari H. Undangan walimah, akad nikah, dan resepsi sudah tersebar ke semua rekanan, tetangga, dan sanak saudara. Ratusan souvenir, dan puluhan seserahan juga sudah tertata rapi. Dapur rumah juga sudah dipenuhi belanjaan untuk acara tasyakuran malam ini.
Aku tidur terlentang diatas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar.
Tinggal tujuh hari lagi, aku akan mengakhiri masa lajangku.
Jika akad sudah terucap, maka aku harus siap. Siap untuk menjalani hari-hariku bersama dengan orang asing yang akan kupanggil suami. Akan tiba masa-masa suka dan duka yang hanya aku jalani bersama dengannya. Mulai dari bangun tidur, hingga tidur lagi. Makan, ibadah, dan segalanya dilakukan bersama dengan satu orang yang menjadi pilihanku. Jelas, itu tidak hanya berlangsung sehari atau dua hari, melainkan selamanya.
Seseorang mengintipku dari pintu kamar. "Ciyeee seminggu lagi mau menikah ... uhuy!" goda adikku yang baru saja tiba dari kota Solo. Gina dengan seenaknya tidur di sebelahku, bahkan tas ransel miliknya masih tersangkut di bahu. Gina, adik perempuan yang paling dekat denganku.
Aku menjawab pertanyaan Gina dengan tenang. "Mbak kok deg-deg an ya, Dek? ehmmm ... kayak yang ngga percaya aja, bentar lagi mbak bakal nikah." Matanya berseri-seri. Aku membalas tatapannya dengan tersenyum sambil menyipitkan mata, kemudian ia membalasku dengan mengangkat kedua alisnya. Bau badannya pekat dengan aroma yang tidak sedap, "ini bau apa sih? mandi dulu gih, bau badanmu kayak kabel gosong!" ucapku sambil memintanya menjauh dariku.
Tidak hanya Gina, semua saudara kandungku pulang ke rumah untuk ikut hadir menyaksikan acara pernikahanku yang akan dilaksanakan tujuh hari lagi. Setelah meminta Gina mandi, aku keluar dari kamar untuk menyambut saudara-saudaraku yang mulai berdatangan. Ada keluarga dari bapak, dan ada juga keluarga dari pihak ibu.
***
Setelah melaksanakan pengajian, dan sholat isya' berjamaah, aku masuk ke dalam kamar untuk melihat ponselku yang sedari tadi terabaikan. Ternyata, akhtar baru saja menelfonku hingga tujuh belas kali.
Ada apa ini? Kok tumben banget akhtar nelfon sebanyak ini?
Sebelum menelfonnya balik, aku terlebih dulu membuka satu pesan yang ia kirimkan.
Akhtar:
I'm sorry, I can't marry you!
Denyut jantungku berhenti berdetak, tanganku mulai gemetar, kakiku sontak terasa lemas, pikiranku menjadi kacau tak karuan. Aku menekan tombol panggilan keluar, namun aku tidak bisa tersambung dengan akhtar. Hanya ada suara operator yang mengatakan bahwa nomor akhtar sedang tidak bisa dihubungi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Syawal Akad
RomanceJika kamu menyukai film seperti surga yang tak dirindukan, 99 cahaya di langit eropa, ataupun bulan terbelah di langit amerika, mungkin kamu juga akan menyukai cerita ini ^^ . . Abshari Fiana Zerlina || Maulana Hakim Badillah. Kisah ini memberikan...