"..Han Minjoo membantuku dalam hal ini. Kau takkan mengurangi penilaianku atas dirinya, bukan?"
Semuanya hanya secara mendadak kosong karena Chanyeol segera kehilangan napasnya.
"Kau juga tidak akan mengecewakannya," pria dengan ketenangan di setiap lontaran kalimat tidak lagi bersandar melainkan punggung digerakkan maju bersama wajah yang mendekat pada Chanyeol. "..jika perasaanmu memang benar maka itu takkan membiarkanmu terus berjalan."
"Maaf. Tuan,"
Si mata besar bahkan tidak tahu apa yang perlu ia ucapkan namun keterkejutan ini jelas perlu dihentikan olehnya. Tatapan terasa perih karena kedip yang terlupakan ketika Chanyeol diam saja begitu sang Perdana Menteri dapat dibungkamnya.
"..aku sadar ini lancang tapi yang baru saja kudengar itu bukan lelucon. Aku--" kekuatan semakin ditambah kepada remat karena kewarasan pikiran tak boleh diungkapkan lewat ekspresi. Lagi ia bicara, "Apa yang sebenarnya ingin anda sampaikan?"
"Jauhi Byun Baekhyun," tegasnya lewat rendah dan lambat yang menyesakkan udara dalam ruangan. "..dan berhentilah menjalin hubungan dengan puteraku."
Yang Chanyeol ingat, waktu itu menjadi hari paling ia benci secepat keinginan si telinga besar untuk menghina semua kerja kerasnya selama ini. Bagaimana mungkin dapat ia lakukan, membenci sosok paruh baya sebagai seorang Perdana Menteri yang dengan segala kehormatan menghampiri Chanyeol lebih dulu hanya agar puteranya tak lagi mengambil bagian dalam cerita cintanya? Seperti jemari seorang pemilik lahan subur yang turun langsung untuk melepas jalinan sulur akar tak tepat sekalipun tangan itu tidak menggunakan sarung lebih dulu?
Apa yang harus dilakukannya saat Chanyeol sadari bahwa sipit kelopak cokelat tua yang membentuk lengkung sabit datang menghias senyuman Baekhyun justru ditempa dengan cetakan wajah sang ayah?
"Dapatkah kau bayangkan bilamana mereka menyadari tentang hubungan kalian? Aku tak hanya memikirkan Baekhyun tapi juga masa depanmu. Kau berbakat, masih begitu muda tetapi kau memahami pekerjaanmu dengan baik. Tetapi Baekhyun tidak mendapat sesuatu yang layak kusebut sebagai 'cinta dari seorang ayah' sementara hatinya tak henti terluka setiap kali balas kata terjadi antara kami."
Perdana Menteri Byun melepas napas panjang dengan jemari saling bermain di tengah kalimat.
"Aku hanya ingin mencintainya lebih dalam, untuk seseorang yang pertama kali membuatku paham apa rasanya dipanggil sebagai 'papa'. Dan itu akan akan aku mulai dengan tidak membiarkan siapapun melukainya termasuk dirinya sendiri."
"Apakah ini tentang diriku? Tuan berpikir aku hanya memanfaatkan Baekhyun sebagai puteramu?"
"Aku telah mengawasimu lebih dulu bahkan mungkin sebelum kau menyadari perasaanmu sendiri, nak. Kau takkan menemukanku di sini jika benar penilaianku tentangmu seperti itu. Tapi Park Chanyeol," yang tertua di antara mereka menyatukan jemari satu sama lain. "..kau sudah menduga identitasnya sehingga memutuskan untuk berhenti. Lalu mengapa kembali lagi?"
Mengapa dirinya kembali dan memberikan cincin hari itu?
"Aku akan melakukannya."
Chanyeol hanya segera berucap demikian tanpa jawab apapun untuk pertanyaan itu sehingga mencipta kerut di dahi Perdana Menteri Byun.
"Menjauhi Baekhyun, apa yang bisa kulakukan?"
Si mata besar tak lama mendengar pintu yang terbuka diikuti kedatangan Han Minsoo yang cepat membungkuk ke arah Perdana Menteri.
"Minsoo akan membantumu."
.
.Chanyeol menggeram marah atas wajah Sehun di intercom sementara bunyi hantaman pada muka pintunya belum juga berhenti. Kelopak mata besar lengkap dengan gurat merah yang bengkak susah payah dibujuk terbuka setelah usahanya untuk tidur hanya terbayar 3 jam tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coral Castle
FanfictionChanyeol tidak mengerti bagaimana bisa dirinya begitu tertarik dengan surai cokelat ikal milik seseorang yang berdiri di pinggir lapangan rumput luas sekalipun belum juga ia melihat rupa wajahnya. Tetapi saat sosok itu berbalik Chanyeol mendapati di...