Menjemput kelopak mata terbuka diikuti pening menghantam tiba-tiba, Chanyeol mengerang juga kembali terpejam menghadapi siksaan itu. Hendak ia berkompromi dengan kondisi tubuhnya sehingga ditarik kemudian napas panjang, namun detik berikut pria itu justru bergeming karena nyeri yang bergumul di punggung tangan saat hendak mengusap dahi.
"Apa yang--"
Selang infus tampak menjulur dari besi penyanggah di sisi hingga cairan yang menghilang lenyap dalam tubuh, Chanyeol ubah mengernyit.
Tubuh itu terbaring dalam rengkuh sebuah ranjang perawatan. Kuat jejak antibiotik di udara perlahan ikut mengalir masuk dalam rongga paru-paru lalu timbulkan mual yang melesak kewarasan.
"Ada sesuatu yang harus kau tahu, Chanyeol. Kukatakan ini bukan untuk salahkan siapapun tetapi memintamu mengambil sikap. Lakukan sejauh yang kau rasa sesuai dengan kuasamu."
Suara 'beep' alat medis kamar rawat Baekhyun adalah pihak ketiga yang terlibat dalam dialog mereka. Hyeran nampak bisu saat sesungguhnya ia tengah mencari keberanian pada paras lelaki yang berbaring di hadapan.
"Hari itu seharusnya menjadi yang pertama bagi kami untuk tampil bagi publik. Kepulanganku dari London, akhir masa jabatan tuan Byun, lalu peresmian anak perusahaan dengan Baekhyun sebagai ahli waris. Ada teramat banyak hal yang menanti kami sepanjang sisa tahun dan semua itu akan bermula dari pernikahan di akhir bulan. Kami siapkan segalanya untuk tampil sempurna," manik bergerak-gerak dalam kehampaan. "...hanya sempurna, tidak ada yang lain namun tak sadar telah membunuh seseorang."
Pasang mata besar itu tak mampu lama terjaga karena sengatan panas jalari sudut kelopak mengikuti pening sejak detik pertama. Chanyeol tersengal di dalam kepedihan, masih berharap ampunan dari pusat tubuhnya namun air mata terlanjur menemani guratan merah.
"Sekalipun harus membujuk ulang hati Baekhyun, namun aku tetap ingin melihatnya sebagai calon suamiku. Milikku, persis seperti apa yang kami janjikan 7 tahun lalu."
Hyeran menarik pergi pasang tangannya dari atas meja untuk sembunyikan getar namun telah pada hitungan ke sekian Chanyeol dapati pemandangan itu.
"Puluhan media sudah bersiap di bandara dan inilah yang diinginkan tuan Byun sejak awal. Namun hingga malam menjelang tak datang satupun penjelasan dari nomor Baekhyun. Sekelompok pria dengan jas datang lalu membungkuk padaku, dan itu menandai tak pernah ada lagi harapan tentang pernikahan kami."
Genggaman Hyeran pada ponselnya selalu dapat melonggar namun dua ibu jari wanita itu dipaksakan mengusap-usap benda pipih bercahaya yang lantas tak lama ia baringkan ke meja.
"Dua minggu, aku sama sekali kehilangan langkah tanpa informasi dari keluarga Baekhyun. Tuan Byun hanya tiba-tiba mengetuk pintu kamar apartemenku.."
Wanita itu lantas mengangkat dagu, dihapusnya tangisan. "S-saat aku menunggunya dan justru berpikir dia melarikan diri bersama seseorang, s-saat aku p-putuskan untuk menamparnya ketika bertemu nanti, a-aku...a-aku justru mendengar s-semua itu.."
Sengatan jarum infus yang dilepas sepihak menggantikan dengung suara dalam kepala sepanjang tandai gerak Chanyeol untuk keluar dari ranjang. Sekelilingnya nampak berguncang saat sebelah tapak kaki bersinggungan dengan dinginnya lantai. Jari meraih segera tepian ranjang sebagai dasar kekuatan, ia menggeleng kasar lalu mulai berjalan.
Pintu kamar dibuka tak sampai selebar telunjuk ketika telinga menangkap suara berat sosok pria dewasa tengah merapal kata dalam kegusaran. Masih jelas jika pemiliknya tengah berusaha keras kendalikan amarah namun lambat laun kian jelas emosi terlukis dalam nada kalimat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coral Castle
FanfictionChanyeol tidak mengerti bagaimana bisa dirinya begitu tertarik dengan surai cokelat ikal milik seseorang yang berdiri di pinggir lapangan rumput luas sekalipun belum juga ia melihat rupa wajahnya. Tetapi saat sosok itu berbalik Chanyeol mendapati di...