Chapter 4

290 45 3
                                    

I love you. I miss you. Goodbye.

•••

"Hai, Seungwan."

"Hm?"

Seungwan sejenak menghentikan aktivitasnya, menyiram pot-pot bunga yang ia tanam sepenuh hati, menegakkan punggungnya kemudian berbalik 180 derajat ke belakang saat mendapati sapaan ceria dari seseorang. Seungwan kenal suara ini. Namun, ia masih ragu dengan apa yang daun telinganya dengar. Takut-takut kalau saat ini dia sedang berhalusinasi di siang bolong.

"Astaga, Irene? Seulgi? Kalian datang kemari?" Seungwan juga ikut memamerkan gigi putihnya saat melihat 2 orang wanita cantik yang merupakan sahabat baiknya dari kecil, mereka adalah Kang Seulgi dan Bae Irene.

"Hehehe! Ya, tentu saja. Kau pikir ucapanku kemarin itu cuma omong kosong? Ya kan, Irene?" ujar Seulgi, Irene juga ikut tertawa kemudian menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan Seulgi.

Perasaan bahagia tak terbendung, meluap-luap di dalam hatinya. Sudah lebih dari 3 tahun ia tak bertemu dengan mereka. Mengingat jarak yang membentang antara kota Hiroshima dan Tottori yang lumayan jauh. Ia tak menyangka jika mereka sampai nekad mengunjungi dirinya. Seungwan sangka, secarik surat—yang ditulis oleh Seulgi kalau dia dan juga Irene akan datang berkunjung ke kotanya Hiroshima, dalam waktu dekat—yang ia dapatkan sebulan yang lalu hanyalah sekedar candaan semata.

Seungwan sempat tertawa dan menggeleng tak percaya saat membaca surat itu. Mengingat kedua temannya ini memiliki sifat bobrok yang tak mampu hilang walau tergerus waktu. Seungwan masih ingat saat mereka berdua mengerjai dirinya, tepat di hari ulang tahunnya, tengah malam, dengan kain hitam yang menutupi kedua matanya. Irene dan Seungi membawa Seungwan ke sebuah rumah tua tak berpenghuni dan sengaja meninggalkan dirinya seorang diri di dalam sana. Yang tentu saja membuat Seungwan ketakutan setengah mati.

"Oh, ya! Apa kalian mau minum teh hangat? Akan aku buatkan." tawar Seungwan.

"Kau tak perlu bertanya seperti itu Seungwan. Aku yakin kau sudah tahu jawabannya." sindir Irene secara halus yang dibalas kekehan pelan dari Seungwan. Dia mempersilahkan kedua sahabatnya itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Setelah membuatkan beberapa gelas teh hangat dan bercakap-cakap santai tentang kegiatan masing-masing, sejenak melepaskan rindu satu sama lain.

Sementara itu, saat Seungwan dan Irene tengah sibuk bergosip—sudah menjadi kebiasaan—Seulgi malah celingak-celinguk, menelisik seluruh sudut rumah Seungwan, seperti mencari seseorang, "Hm, Seungwan, kalau tak salah kekasihmu bernama Park Charis kan? Dimana dia sekarang? Aku ingin sekali berkenalan dengannya." potong Seulgi.

Ekspresi ceria Seungwan yang tadinya mendominasi perlahan luntur, tergantikan senyuman pahit yang tak mampu lagi Seungwan tutupi.

Seungwan menunduk, menggoyang-goyangkan gelas tehnya, "Dia sudah pergi."

"Pergi? Pergi kemana? Apa dia selingkuh dengan wanita lain!?" timpal Irene.

"Bukan begitu, Irene." Seungwan menggeleng.

"Lalu, dia kemana? Aduh, Seungwan. Tolong jangan membuat aku penasaran." ucap Seulgi tergesa-gesa, tak tahan melihat raut wajah Seungwan yang tampak meredup.

"Dia ..." Seungwan menutup pelupuk matanya, menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pelan, "Dia sudah pergi lebih dari 2 hari yang lalu, pergi ke medan perang, Seulgi."

Irene dan Seulgi sontak tergamang saat mendengar penuturan Seungwan. Mereka akhirnya paham, sangat paham dengan apa yang Seungwan rasakan saat ini. Sebagai seorang sahabat, mereka berusaha menghibur Seungwan. Sekarang hanya itu yang bisa mereka lakukan.

"Seungwan~" lirih Seulgi dan Irene, merentangkan kedua tangan mereka dan mengurung tubuh mungil Seungwan dalam pelukan erat. Tangis yang tertahan kemudian pecah. Seungwan kembali menumpahkan air matanya. Hati wanita mana yang rela jika pria yang mereka cintai harus bertaruh nyawa di medan perang? Tak ada satupun yang rela akan hal itu.

.
.
.
.
.

To Be Continues

Beautiful Goodbye ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang