Chapter 7

247 45 1
                                    

I love you. I miss you. Goodbye.

•••

Setelah hari demi hari berlalu, menghadapi hunjaman peluru, pekikan pedih, tangis keputusasaan serta rasa kehilangan yang mengakar hingga ke dasar jiwa. Perang yang menewaskan jutaan nyawa umat manusia telah berakhir. Sekali lagi, benar-benar berakhir.

Kemenangan yang diimpikan oleh Kekaisaran Jepang kini hanya tinggal angan belaka. Jepang kalah telak dari Amerika dan sekutunya. Negara yang menjadi aliansi Jepang juga ikut porak-poranda. Negara-negara jajahan yang susah payah mereka rebut, satu persatu telah berhasil lepas dari cengkeraman mereka.

Ya, semua kenyataan pahit itu jauh dari ekspektasi yang mereka harapkan.

Pria itu melangkah sempoyongan, berjalan tanpa arah. Hanya mengikuti kemana kakinya ingin melangkah. Menyusuri sisa-sisa kejayaan yang kini tinggal kenangan.

"Kami-sama, kenapa semua ini terjadi?" lirihnya, pada dirinya sendiri, berulang kali.

Dia, Park Charis, tak mampu lagi menyembunyikan rasa sakit yang menusuk di balik senyum manisnya. Hal yang—biasanya—selalu berhasil ia lakukan. Namun, kini ia tak lagi mampu melakukannya.

Pucat, semu dan kosong. Mungkin kata-kata itu dapat mengungkapkan bagaimana air muka pria itu saat ini.

Baju tentara yang tengah melekat di tubuhnya. Yang dulu menjadi kebanggaan yang tak terhingga baginya, kini telah lusuh. Wajah tampannya yang selalu menampilkan gurat senyuman kini tak lebih dari sekedar tampang tak bernyawa. Yang ada hanyalah rasa kehilangan yang teramat dalam. Pada tanah airnya, kota tercintanya, teman-temannya dan pada gadis yang telah 2 tahun terakhir ini mengisi hari-harinya.

Bahu pria itu bergetar saat telapak kakinya telah menapak kota kecil tercintanya. Sepanjang hazel matanya bergulir. Tak ada satupun yang tertinggal. Hanya ada puing-puing reruntuhan yang bertebaran di sepanjang jalan. Semuanya, seluruh bangunan yang menandakan bagaimana indahnya kota Hiroshima kini telah rata dengan tanah.

"Rumahku ... Seungwan ..." Charis tertawa pedih, mengangkat tangannya dan menutupi matanya yang sudah seperti mata panda. Charis ingin sekali menangis sejadi-jadinya. Menangis layaknya pecundang yang tengah merengek minta dikasihani. Namun apa daya. Air matanya telah kering.

"Ha ... Hahahahahahahahahah!"

Charis jatuh tersungkur dengan posisi bersujud di atas tanah, mengenadah, menatap langit yang mulai menjatuhkan jutaan butir air hujan, membasahi lahan yang telah mati.

"Kami-sama! Seharusnya aku yang Kau jemput! Bukan dia! Seharusnya aku! Kami-sama!"

Semakin lama, deru hujan yang turun semakin deras. Seolah-olah, langit juga ikut menangisi apa yang telah terjadi di bawah sana.

.
.
.
.
.

To Be Continues

Beautiful Goodbye ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang