C - Undecided

2.1K 180 14
                                    

Bagian satu

Langkah kakinya tak tentu arah. Terus berjalan walau rasa lelah perlahan mulai hinggap di tubuh lelaki berusia 21 tahun itu. Ringisan keluar dari bibirnya bersama dengan sepenggal umpatan yang terus digumamkan meskipun sama sekali tidak terdengar.

Matahari sudah meninggalkan singgasananya, memilih untuk bersembunyi dan digantikan oleh purnama yang menderang. Sudah lebih dari 6 jam Chan berjalan tanpa tau tujuan. Tidak makan, minum, apalagi istirahat.

Rasanya seperti mau mati.

Memiliki orangtua yang abusive membuat Chan sedikit banyak tahu betapa kejamnya dunia padanya. Belum lagi perihal mulut yang tidak diizinkan untuk berbicara.

Chan tertawa hambar. Otaknya sungguh pas-pasan, tingkah lakunya menyebalkan, belum lagi dengan kenyataan bahwa ia bisu, siapa orangtua yang rela merawatnya?

Tidak ada. Maka dari itu ia ditendang dari kediaman keluarga Bang.

Chan tersenyum pedih. Beberapa jam sebelum ia tengah sibuk 'melarikan diri' ini, sebuah kecelakaan terjadi. Bukan kecelakaan, tapi tabrakan maut yang dimanipulasi. Orangtuanya memang setidaksuka itu pada Chan. Beruntung ia bisa lari sebelum mobil yang dibawa oleh antek-antek papanya meledak.

Kesialan bertubi-tubi.

Tidak punya uang, lemah, bisu, bodoh. Apalagi yang menarik dalam diri Chan?

Matanya melirik ke sebuah Club yang baru saja ia lewati. Chan mengerjapkan matanya. Tempat itu belum pernah ia singgahi, tetapi ia tahu bahwa sekali ia memasuki tempat itu, maka tak ada lagi jalan keluar.

Tetapi bukannya mencari uang di sebuah club adalah keputusan yang menjanjikan? batinnya.

Baru saja Chan ingin melangkahkan kakinya kesana, hatinya berteriak menolak. Dengan helaan nafas yang terdengar putus asa, lelaki itu memutuskan untuk tidak mengikuti otaknya dan memilih untuk terus berjalan menyusuri jalan tanpa ujung.

Chan bergumam, perutnya terasa lapar. Belum lagi dahaga yang terus mendongkrak dari tubuhnya. Ia harus menemukan sungai, atau paling tidak keran air untuk menuntaskan rasa dahaganya sekaligus menahan lapar yang sudah tidak terbendung itu.

Diliriknya sekitar dengan mata sayu. Tidak ada apapun di tempat Chan berdiri kecuali jalanan kosong yang sisi-sisinya terdapat pepohonan. Tidak jauh di depannya, ada sebuah taman kecil yang bisa Chan jadikan persinggahannya, mungkin untuk malam ini sebelum kembali melanjutkan perjalanannya yang tak tentu arah.

Ditidurkannya tubuh yang lemas itu. Ringisan lega keluar dari mulutnya. Rasanya seperti tidak tidur selama beberapa hari. Tubuhnya benar-benar butuh istirahat.

Namun, belum sempat ia memejamkan matanya, segerombolan manusia berpakaian hitam membuat netranya siaga. Sebelum Chan dapat memroses apapun, tangannya telah ditarik pergi menuju sebuah mobil.

"Diam anak nakal. Tuan Bang mencarimu sekarang." Itu adalah ucapan dari seseorang yang menariknya sebelum kesadarannya direnggut dengan sekali pukulan di tengkuknya.

Aku tak mau pulang, sialan.

.
.
.

"Mata sialanmu sudah terbuka sekarang, kan?" Chan menegang begitu menemukan wajah seseorang yang ia benci kini nampak menyeringai padanya.

"Anak sepertimu memang tidak berguna. Harusnya sudah sejak awal aku memusnahkanmu. Salahkan ibumu yang tak sampai hati untuk membiarkan aku menyingkirkan makhluk kecil sepertimu." Lagi. Ucapan itu bagaikan kaset yang berputar terus menerus dalam otak Chan. Seharusnya ia sudah terbiasa. Tetapi, hanya gumaman halus yang dapat keluar dari mulutnya. Bentuk dari suatu protes pada sang ayah.

"Apa? Bicaralah yang benar, bocah. Keluarkan suaramu. Mengapa kau tak bisa bicara juga, huh?!"

Tubuhnya bergetar ketakutan. Dilihatnya ibunya yang tengah menatapnya kosong di pintu kamarnya. Mata wanita itu sudah tak pernah lagi memandangnya dengan kasih sayang sejak ia menginjak usia 7 tahun, usia dimana suaranya tak lagi muncul. Ia tahu, sejak awal harusnya ibunya cukup merelakan ia pergi dengan damai, bukan malah menahannya dalam neraka berwujud rumah ini.

"Kau akan jadi berguna setelah ini. Jadi, jangan kecewakan aku." Ayahnya menarik tangan Chan. Pemuda itu menahan tubuhnya, tetapi tak cukup kuat untuk menandingi tenaga ayahnya. Mata Chan menatap netra ibunya dengan permohonan, seolah menyampaikan bahwa ia tak suka perlakuan ayahnya. Namun, respon wanita itu tetap sama. Ia hanya menatap Chan yang berlalu di sampingnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Dan Chan tahu arti dari tatapan itu. Ia telah dibuang oleh keluarganya. Lagi.

____________________________

Gak tau kenapa aku suka aja nyiksa Chan:v
Soalnya di ff lain yang kesiksa dede seungmin trs jadi disini akan kusiksa kamu, chan ✊🏻😭

By the way, this is chapter one.

Chapter pertama dimana sudah disajikan drama keluarga yang macam sinetron. Oke--

By the way, again, Chan ini mute

Aku gak perlu jelasin arti mute lagi, kan?

Jadi udah dipastikan, cerita ini bakal drama drama drama drama drama dari awal ampe akhir. Angst nya aku kasih plus plus plus hahaha

Animosity ✗ chanminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang