K - When I Met Him

818 129 12
                                    

Bagian empat

Seungmin menatap datar guru dan kakak di depannya. Seminggu setelah kepergian Wonpil menuju Bangkok, Jaehyung benar-benar menjaga ketat anak manis itu. Bahkan untuk menikmati semangkuk es krim di kedai depan komplek pun, Seungmin harus ditemani. Padahal umurnya sudah legal dan tubuhnya sama ringkihnya dengan tubuh Jaehyung. Bukan bermaksud menghina, hanya saja, Seungmin sudah kepalang muak diperlakukan seperti anak kecil.

Dan lihat, percuma saja ia dijaga dengan ketat jika untuk pacaran saja kakaknya masih melakukannya di depannya. Melihat Wonpil bermesraan dengan Jaehyung sebetulnya cukup mengesalkan karena Seungmin merasa ia sedikit dicampakkan. Namun, sejujurnya, ia merasa senang jika kakaknya senang.

“Ayolah, aku ingin pesta ulang tahunmu yang ke-26 menjadi pesta ulang tahun yang tak terlupakan.” Seungmin mengernyit keheranan menimpali ucapan Jaehyung barusan.

Apa sih, yang mereka rencanakan sampai pesta ulang tahun itu bisa tidak terlupakan? Mengundang presiden Korea Selatan? Atau Boyband yang sedang naik daun, Stray Kids?

“Aku tidak mau, Jae. Bukankah itu sama saja aku mendukung penjualan manusia?” Seungmin semakin mengernyit.

Apanya yang penjualan manusia? batinnya.

“Siapa tahu adikmu butuh seseorang, kan?” Seungmin langsung mendelik kearah Jaehyung seraya memasang ekspresi galaknya.

“Jangan mencampuriku. Kau harusnya bersyukur karena aku tidak ada niatan untuk memisahkanmu dengan Wonpil hyung, Jaehyung hyung yang terhormat. Jangan biarkan pikiranku berubah.” Jaehyung bergidik ngeri melihat betapa ganasnya seorang Kim Seungmin.

Wonpil menghembuskan nafasnya lelah. “Terakhir kali aku membawakannya asisten pribadi, ia menolaknya mentah-mentah. Menurutmu, jika dia kutawarkan budak, ia akan terima?”

“Tentu saja tidak, dasar para hyung bodoh,” ucap Seungmin seraya bangkit menuju kamarnya, membiarkan Wonpil juga Jaehyung yang sibuk geleng-geleng kepala karena perlakuan kasarnya.

Mereka mewajarinya, karena tahu bahwa itu hanyalah topeng semata demi menutupi rapuhnya seorang Seungmin. Ia bahkan tidak punya teman sama sekali. Hidupnya berpusat pada rumah, musik, dan buku-buku novel yang selalu tersedia di rak buku kamarnya. Kakaknya selalu membelikan beberapa buku keluaran baru setiap bulannya.

Seperti hari-harinya dalam 5 tahun terakhir, Seungmin lebih suka mengurung dirinya di rumah dengan sepasang earphone yang menancap di telinganya. Rasa tenang mengalir dalam dirinya, membuat pemuda dengan wajah manis itu perlahan menutup matanya yang sudah sayu.
.
.
.

Wonpil memandang Seungmin dengan pandangan tak suka. Sedangkan si empu sibuk tersenyum kepada seluruh teman-teman Wonpil yang ia bawa ke rumahnya untuk datang ke Club yang akan mengadakan pelelangan manusia itu. Entah mengapa, Jaehyung berhasil membujuk kakaknya untuk merayakan ulang tahun disana, dan Seungmin memanfaatkan itu untuk menyelinap keluar dengan hati yang senang.

“Ssup, bro. Selamat bertambah tua.”

“Untuk apa kau kemari? Mau ikut denganku?” Seungmin menggeleng.
Lagipula, Club adalah sumber keramaian. Dan kata ramai dengan Seungmin sangat bertolak belakang. Pemuda itu lebih suka menikmati menatap langit malam yang bertabur bintang di taman kompleknya, daripada harus mengikuti kakaknya yang hobi menghambur-hamburkan uang itu.

“Kalau kau mau meminta izin keluar, aku tak akan mengizinkanmu.” Seungmin berdecak seraya menghentakkan kakinya.

“Biarkan aku menikmati malamku, hyung. Kau juga nikmati malammu sendiri!” sentaknya.

Wonpil menarik tangan Seungmin menuju dapur, meninggalkan teman-temannya yang menatap mereka berdua dengan bingung. “Dengar, Seungmin. Ada berbagai alasan mengapa kau tidak kubiarkan keluar malam.”

Seungmin memutar kedua bolamatanya malas. “Ya, ya, kau takut jika aku diculik oleh segerombolan lelaki pemabuk—“

“Bukan itu masalahnya. Kau tahu maksudku, Seungmin.” Raut wajah Seungmin berubah ketika Wonpil memandangnya dengan tajam.

“Kau tahu, aku tak akan sudi kehilangan keluargaku untuk yang kedua kalinya. Waktu itu aku tak ada di sampingmu untuk menemanimu, membiarkan ibu dan ayah mati mengenaskan, dan tak bisa melakukan apa-apa layaknya pecundang bodoh saat adiknya masih dirundung trauma, bahkan sampai 5 tahun telah berlalu!”

Wonpil mengguncang bahu Seungmin. “Apa yang kau butuhkan, hm? Melihat bintang? Taman? Akan kubuat semua itu di belakang rumah kita, jadi jangan pernah keluar dari pagar di malam hari karena aku tidak menjamin mata-mataku akan siaga di saat malam. Kau mengerti, Kim Seungmin?”

Seungmin mengangguk. “Kali ini terakhir. Aku akan berjalan sampai taman komplek di depan. Tunggulah dua puluh menit atau ikuti saja aku dari belakang. Aku hanya ingin menikmati eskrim mangkukku yang sudah satu bulan tidak kurasakan.”

Seungmin berbalik sebelum hilang di lorong rumah mereka, menyisakan Wonpil yang tengah mengusap wajahnya kasar.

“Adik keras kepala. Benar-benar membuat kepalaku rasanya ingin pecah,” gumam Wonpil. Tangannya meraba saku celananya sebelum mendial nomor Jaehyung yang sudah ia hafal diluar kepala.

“Jae, tolong ikuti Seungmin. Ia ingin membeli eskrim sialan yang ada di depan komplek itu. Terimakasih.”

Seungmin menatap ke sekitarnya yang kini dihiasi oleh lampu-lampu rumah yang terang-benderang. Di mulutnya kini terdapat sebuah eskrim batangan berperisa leci yang amat ia cintai, sedangkan tangannya menjinjing plastik yang berisi beberapa eskrim mangkuk di dalamnya.

Rasanya Seungmin benar-benar bahagia. Di belakangnya, dapat ia rasakan Jaehyung yang mengobrol bersama Wonpil. Kakaknya tidak main-main untuk menjaganya. Seungmin tahu jika itu dimaksudkan untuk melindungi Seungmin dari apapun yang membahayakannya. Namun, pemuda itu hanya ingin menghirup udara malam yang terasa sejuk. Tidak lebih.

Seungmin terkesiap begitu matanya menangkap seseorang yang berlari melewatinya ke arah kanan. Ditatapnya manik mata hazel itu dengan kerutan yang tersampir di dahinya. Untuk apa seorang lelaki berlari di malam hari dan tidak mengenakan alas kaki. Dan lagipula, mengapa mata itu sarat akan permintaan tolong?

Seungmin kembali terkesiap karena Jaehyung yang tiba-tiba menariknya menuju balik pepohonan. Ia baru saja akan protes ketika telinganya mendengar suara tembakan yang menggelegar. Dilihatnya lelaki bersurai blonde yang sempat bertatapan dengannya tadi tumbang.

Tubuhnya bergetar, sedangkan Jaehyung yang berada di sampingnya mendadak panik dengan perubahan Seungmin. Digendongnya lelaki manis itu di punggungnya sebelum berlari pulang.

“Sudah kukatakan, jangan suka membantahku! Ini akibatnya jika kau masih saja keras kepala!” Wonpil menjitak kepala Seungmin, menghasilkan ringisan yang keluar dari bibir ceri itu.

“Aku mau ikut ke Club sajalah.” Seungmin memandang Wonpil yang kini membelalakkan matanya.

“Sudah gila rupanya anak ini.”

_____

Haiiii!!! Maaf lama, sesuai janji, hari ini bakal double up. Nanti up lagi, okay?
Makasih vote plus 100+ reads nya~

Wuf yu.

Animosity ✗ chanminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang