***
"Deisya, ayo bangun ini sudah siang nanti kamu bisa terlambat masuk sekolah." Maria mulai menyingkirkan selimut tebal yang menutupi tubuh anak perempuannya.
"Jam berapa Ma?" tanya Deisya dengan kedua mata yang masih tertutup sempurna.
"Buka matamu dan lihat sendiri jam berapa sekarang."
Deisya membuka kedua matanya secara perlahan, mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tangannya bergerak mengambil jam weker miliknya yang berada di atas meja nakas. Yang sudah menunjukkan pukul 06.45. Deisya yang melihat itu segera bangkit dari tempat tidurnya. Berlari menuju kamar mandi tanpa menghiraukan Maria yang masih berdiri di posisinya.
"Ma, Pah, Kak aku berangkat ya," pamit Deisya dari arah tangga sambil berlari menuju meja makan untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya dan juga Edgar.
"Kamu tidak ingin sarapan?" tanya Nathan kepada anaknya yang sedang terlihat sangat terburu-buru.
"Nanti saja Pah di sekolah. Aku berangkat!"
Deisya keluar rumah dengan sedikit berlari sambil sesekali membenarkan tataan rambutnya yang masih terasa berantakan. Dengan pandangan yang menunduk ke bawah. Ia terus saja berlari hingga tidak sadar jika ada seseorang yang sudah berdiri di depan sana.
"Awh!" pekik Deisya saat dahinya baru saja menabrak sesuatu yang terasa lumayan keras.
"Erick?!" ujar Deisya tidak percaya dengan apa yang sedang ada di hadapannya.
Erick terlihat sama sekali tidak peduli dengan Deisya yang terkejut ketika melihatnya. Dengan santai ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari dalam mulutnya.
"Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanyanya kepada Erick.
"Erick datang ke sini untuk mengantarkanmu ke sekolah," jawab Maria dari arah meja makan.
Deisya menoleh sekilas ke arah Maria kemudian kembali menatap Erick yang sedang berdiri di hadapannya.
"Benar apa yang Mama bilang?" tanya Deisya memastikan.
"Iya."
Deisya yang mendengarnya tiba-tiba saja tersenyum. "Ayo," ajaknya menarik kencang salah satu tangan Erick keluar rumah.
Saat berada di dalam mobil. Deisya terus saja berbicara tanpa henti, ia terus meminta Erick untuk lebih mempercepat laju mobilnya.
"Aku mohon lebih cepat," pinta Deisya kepada Erick yang sedang fokus menyetir di sampingnya.
"Apa ini masih kurang?" tanya Erick yang langsung di balas dengan anggukan cepat oleh Deisya.
Saat itu juga Erick menaikkan kecepatan mobilnya menjadi 150 km/jam. Seperti pembalap profesional Erick terus menyalip ke sana ke mari. Menghindari pengendara lain yang berada di depannya tanpa mengurangi kecepatan mobilnya sedikit pun.
Kurang dari sepuluh menit mobil yang di kendarai oleh Erick akhirnya sampai di depan gerbang Antariksa High School. Deisya yang menyadari itu segera keluar dari mobil. Setelah mengucapkan terima kasih pada Erick.
Erick terus memperhatikan Deisya yang sedang berlari masuk ke dalam area sekolah, dari bangku kemudinya. Setelah Deisya tidak terlihat lagi dari pandangannya. Ia segera melajukan mobilnya menuju kantor.
"Tumben lo baru datang," ujar Adel kepada Deisya yang baru saja memasuki kelas mereka.
"Kesiangan."
"Lo itu kebiasaan banget si Dei. Selalu aja kesiangan kalau bangun," timpal Thalia yang sudah tidak tahan dengan kelakuan Deisya, yang selalu saja bangun kesiangan. Untung saja dia selalu beruntung karena tidak pernah terlambat sampai ke sekolah.
***
"Mobil lo mana?" tanya Chelsy saat ia sama sekali tidak melihat mobil milik Deisya, di antara mobil-mobil lainnya yang terparkir di sana.
"Gue nggak bawa mobil," jawab Deisya masih sibuk memainkan ponsel yang berada di genggaman tangannya.
"Terus, lo mau pulang naik apa?" tanya Adel. Deisya yang mendengar itu seketika langsung menghentikan kegiatannya. Ia menatap Adel, Thalia, dan Chelsy yang berdiri di sampingnya secara bergantian.
"Lo mau kan Tha, nganterin gue pulang?" tanya Deisya sambil merangkul pundak Thalia. Thalia yang di tanya seperti itu hanya bisa mengangguk, tanpa berniat untuk menolak permintaan Desiya.
"Lo benar mau nganterin Deisya pulang?" tanya Chelsy kepada Thalia yang sedang di rangkul oleh Deisya.
"Iya, sudah lo berdua tenang aja."
Adel dan Chelsy mengangguk mengerti. Mereka semua masuk ke dalam mobil mereka masing-masing, terkecuali dengan Deisya yang ikut ke dalam mobil Thalia. Ketiga mobil itu kemudian melaju meninggalkan sekolah, menuju ke rumah masing-masing. Kecuali Thalia, yang harus terlebih dahulu mengantarkan Deisya sampai ke rumahnya.
"Thanks, lo mau mampir dulu nggak ?" tanya Deisya saat mobil Thalia berhenti tepat di depan gerbang rumahnya.
"Nggak , gue mau langsung pulang aja."
Deisya mengangguk. "kalau begitu hati-hati di jalan," ucap Deisya sambil melangkahkan kakinya keluar dari mobil Thalia.
Thalia sempat membunyikan klakson mobilnya singkat. Untuk menandakan jika dia akan segera pergi dari sana.
"Loh, non Deisya tidak membawa mobil?" tanya Pak Toni, satpam yang ada di rumah Deisya sambil membukakan pintu gerbang untuknya.
"Iya Pak."
"Tadi di antar oleh non Tahlia ya?" tanyanya lagi.
"Iya, kok Bapak bisa tahu kalau itu Thalia?"
"Saya sudah hafal dengan mobilnya non."
Deisya mengangguk. "Ya sudah Pak, kalau begitu aku masuk dulu ya."
"Iya non."
Setelah masuk ke dalam rumahnya dan juga menyalami Maria. Deisya bergegas pergi ke kamarnya untuk bersih-bersih. Karena badannya sudah terasa sangat lengket dan berkeringat. Baru saja perempuan itu keluar dari dalam kamar mandi. Ponsel yang berada di atas meja nakasnya berbunyi. Menampilkan notifikasi pesan dari Erick.
Erick Revano R: Di mana?
Deisya Grethania A: Di rumah. Ada apa?
Erick Revano R: Tidak.
Deisya menatap layar ponselnya dengan kening yang berkerut. Sebenarnya, apa maksud Erick menanyakan keberadaannya sekarang?
***
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO (Sudah Terbit)
RomantikRank🏅 #1meriage Dijodohkan dengan seorang CEO muda berusia 23 tahun, yang memiliki sifat dingin, tegas, irit bicara dan selalu menampilkan wajah datarnya. Tidak pernah sekali pun terbayang kalimat itu di benak seorang Deisya Grethania Anderson. Rem...