***
"Deisya, Mama sudah membawakan dress untuk kamu. Kamu pilih ya ingin memakai dress yang mana." Maria menunjukkan dress hitam yang berada di tangan kanannya. Dan juga dress biru bermotif bunga yang berada di tangan kirinya kepada Deisya.
"Dress, untuk apa Ma?"
"Untuk di pakai ke acara makan malam dengan keluarga calon suamimu."
"Malam ini?" tanya Deisya.
"Iya sayang. Sekarang kamu tinggal memilih ingin memakai dress yang mana."
"Yang ini aja Ma." Deisya menunjuk dress hitam pendek yang berada di tangan kanan Maria. Sepertinya dress itu akan sangat cocok di tubuhnya.
Maria mengangguk kemudian memberikan dress hitam yang berada di tangan kanannya itu kepada Deisya.
"Lebih baik sekarang kamu bersiap-siap. Acara makan malamnya akan di mulai pukul 19.00. Mama juga akan bersiap-siap. Jangan lupa untuk dandan yang cantik sayang," ucap Maria berjalan keluar kamar.
Deisya menaruh dress hitam itu di atas tempat tidurnya dan segera bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tak berselang lama setelah itu, ia keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk kimononya. Ia mengambil dress hitam yang sempat ia taruh di atas tempat tidur dan langsung memakainya.
Dress hitam pendek berlengan panjang itu terlihat sangat pas di tubuh rampingnya. Rambut hitam panjangnya ia biarkan tergerai hingga sebatas pinggang. High heels hitam polos yang terlihat sangat pas di kaki jenjangnya. Dan juga wajahnya yang di lapisi dengan make up natural. Membuat penampilannya malam ini terlihat begitu sempurna.
Deisya yang sedang mengoreksi penampilannya di depan cermin besar yang berada di depannya seketika saja terkejut. Ketika mendengar suara ketukan pintu yang berasal dari luar kamarnya.
"Cepatlah Deisya, kita akan segera berangkat."
"Iya!" teriak Deisya dari dalam kamarnya. Ia dengan cepat mengambil ponsel miliknya yang berada di atas meja nakas kemudian memasukkannya ke dalam tas kecil. Ia membuka pintu kamarnya dan mendapati Edgar yang sudah menunggunya di depan sana.
"Ayo," ajak Deisya kepada Edgar. Namun laki-laki itu tetap tidak beranjak dari tempatnya.
"Kak?" Deisya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Edgar, yang terlihat sedang melamun sambil menatap wajahnya dengan begitu intens.
"Kenapa?" tanya Edgar dengan raut wajah kebingungan.
Deisya tersenyum kecil. "Kak Edgar terpesona ya dengan penampilan aku?"
"Jangan kepedean," balas Edgar menyentil dahi Deisya lumayan kencang. Hingga membuat perempuan itu meringis kesakitan karena ulahnya.
"Kak Edgar sakit!" seru Deisya sambil menyentuh dahinya yang baru saja di sentil oleh Edgar. Matanya tiba-tiba saja berkaca-kaca.
"Sorry."
Edgar menyingkirkan perlahan tangan Deisya yang sedang menutupi dahinya. Ia mendekatkan bibirnya pada dahi Deisya dan meniupinya perlahan. Deisya yang mendapat perlakuan seperti itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyum kecil. Ternyata seorang Edgar juga bisa berlaku lembut seperti ini.
"Masih sakit?" tanyanya.
Edgar membingkai wajah Deisya dengan kedua tangannya, kembali menatap Deisya dengan intens. Deisya menggeleng perlahan, sambil menyingkirkan kedua tangan Edgar dari wajahnya.
"Turun yuk Kak. Mama sama Papah sudah menunggu kita di bawah," ucap Deisya menghentikan rasa canggung yang tercipta di antara keduanya.
Edgar mengangguk dan menyuruh Deisya untuk jalan terlebih dahulu di depannya.
"Cantik," puji Maria kepada Deisya yang sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Terima Kasih Ma."
"Apa semuanya sudah siap?" tanya Nathan kepada mereka semua yang ada di sana.
"Sudah," jawab Deisya, Edgar, dan Maria secara bersamaan.
"Deisya kamu satu mobil dengan Edgar."
"Iya Pah."
"Sepertinya kita harus segera berangkat. Mereka pasti sudah menunggu kita di sana." Nathan menggenggam erat tangan kanan Maria. Mengajaknya keluar rumah dengan di ikuti oleh Deisya dan juga Edgar di belakang mereka.
"Kamu tunggu di sini aku ingin mengambil mobilku dulu," ujar Edgar kemudian berlalu pergi meninggalkan Deisya. Berjalan menuju garasi rumah untuk mengambil mobil miliknya.
"Papah akan pergi sekarang, kalian jangan sampai terlambat," cetus Nathan yang sudah berada di bangku kemudinya. Bersama dengan Maria yang duduk di sebelahnya.
"Iya Pah."
"Kalian hati-hati ya," ujar Maria yang langsung di angguki oleh Deisya. Mobil range rover hitam itu kemudian melaju, meninggalkan pekarangan rumah mereka.
"Masuk," instruksi Edgar kepada Deisya yang sejak tadi berdiri dengan gelisah di depan teras rumah.
"Kenapa lama sih Kak," omel Deisya saat sudah masuk ke dalam mobil audi putih milik Edgar.
"Sudahlah, jangan berisik. Kita langsung berangkat."
Edgar melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah mereka. Menuju lokasi yang sudah di beritahu oleh Nathan. Tidak sampai setengah jam, mobil yang di kendarai oleh Edgar akhirnya sampai di depan restoran. Tempat mereka mengadakan acara makan malam bersama. Mereka berdua langsung keluar dari dalam mobil itu untuk segera masuk ke dalam restoran.
"Itu mereka," ucap Maria ketika melihat Edgar dan Deisya yang berjalan berdampingan menuju ke arahnya.
"Deisya, Edgar perkenalkan ini Tante Avra dan ini Om Albert."
Maria memperkenalkan kepada Deisya dan juga Edgar kepada sepasang suami istri yang duduk di hadapan mereka.
"Deisya."
Deisya mulai memperkenalkan dirinya pada Avra dan juga Albert. Begitu pula dengan Edgar yang ikut memperkenalkan dirinya.
"Kalian cantik dan ganteng ya," puji Avra kepada mereka berdua.
"Siapa dulu Mamanya," balas Maria menyombongkan diri.
"Iya-iya aku tahu."
"Kalian berdua silahkan duduk, kita tunggu anak Tante sebentar ya." Deisya dan Edgar mengangguk, mendudukkan tubuh mereka di kursi yang masih kosong.
Sambil menunggu anak Tante Avra yang katanya sebentar lagi akan segera datang. Deisya yang sudah merasa bosan pun berniat menyibukkan dirinya dengan membalas Chat serta DM yang masuk ke dalam ponselnya.
Hingga ia sampai tidak menyadari jika ada seseorang yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.
"Maaf saya terlambat."
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect CEO (Sudah Terbit)
RomansaRank🏅 #1meriage Dijodohkan dengan seorang CEO muda berusia 23 tahun, yang memiliki sifat dingin, tegas, irit bicara dan selalu menampilkan wajah datarnya. Tidak pernah sekali pun terbayang kalimat itu di benak seorang Deisya Grethania Anderson. Rem...