MPC -5

187K 4.9K 28
                                    

***

"Papah dan Mama berencana menjodohkan kamu dengan anak dari kolega bisnis Papah."

"Uhuk! Uhuk!"

"Pelan-pelan sayang," ujar Maria memperingati.

"Aku tidak salah dengarkan Pah?" tanya Deisya kepada Nathan. Ia sama sekali tidak menghiraukan perkataan Maria yang sedang memperingatinya.

"Kamu tidak salah dengar, Papah memang ingin menjodohkanmu."

"Tapi kenapa harus aku Pah? Aku masih sekolah dan aku juga masih muda. Kenapa tidak Kak Edgar saja?"

"Ini baru perjodohan sayang. Lagi pula umur kamu dengan pria yang ingin kami jodohkan itu hanya terpaut lima tahun," tutur Nathan.

"Lima tahun itu jauh Pah," ujar Deisya berusaha merubah pemikiran Nathan yang ingin menjodohkannya.

"Lima tahun itu tidak terlalu jauh sayang," timpal Maria.

"Tapi Pah aku..."

"Cukup Deisya!" sergah Nathan membuat Deisya langsung terdiam di tempatnya. Jantungnya kini berdetak dengan begitu cepat. Setelah mendengar nada tinggi itu.

"Papah tidak ingin menerima penolakan apapun dari kamu," ucap Nathan dengan tegas. "Kita sudah merawat kamu dari kecil sampai sekarang dengan susah payah! Tapi ternyata ini balasan kamu?!"

"Kita hanya ingin kamu menuruti keinginan kita sekali saja," lanjutnya.

Deisya tiba-tiba saja bangkit dari posisi duduknya. Hingga membuat kursi yang berada di belakangnya terdorong. ia benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan semua perkataan yang di lontarkan oleh Nathan padanya.

"Jadi Papah sama Mama selama ini tidak pernah ikhlas merawat aku?!" nafas Deisya terdengar memburu. Kedua matanya terlihat mulai memerah, entah menahan amarah atau menahan tangisannya.

Nathan bangkit dari posisi duduknya. Dengan kedua tangan yang sudah terkepal kuat di atas meja. Maria yang melihat itu pun ikut bangkit dari posisinya. Mencoba untuk menenangkan Nathan yang terlihat emosi.

"Apa maksud kamu bicara seperti itu?!"

Deisya tertawa pelan, menghapus air matanya yang sempat mengalir di kedua pipinya. "Papah sudah lupa, sama ucapan Papah tadi? Apa perlu aku ulangi?"

"Kita sudah merawat kamu dari kecil sampai sekarang dengan susah payah! Tapi ternyata ini balasan kamu?!" Deisya mengulang kembali perkataan yang Nathan sempat lontarkan kepadanya. Dengan nada dan intonasi yang sama.

"Kalau memang kalian tidak ikhlas merawat aku dan hanya ingin menerima balasan dari aku. Kenapa kalian tidak taruh aku di panti asuhan waktu itu? Mungkin kalau itu sampai terjadi. Hidup kalian akan jauh lebih bahagia daripada sekarang."

Deisya menundukkan kepalanya dalam, tubuhnya gemetar hebat. Air matanya kembali mengalir dengan deras melewati kedua pipinya.

"Deisya kamu sudah salah paham. Maksud Papah bukan seperti itu," ujar Edgar.

Deisya langsung menoleh ke arah Edgar yang sudah berdiri di sampingnya. "Salah paham apa maksudnya?"

Edgar diam, ia bingung ingin menjawab pertanyaan Deisya seperti apa. "Jawab Kak! Salah paham apa maksudnya?"

"Papah hanya ingin kamu menerima perjodohan ini Deisya, Papah tidak bermaksud membuat kamu sedih."

Deisya mengalihkan pandangannya pada Nathan yang berdiri di sebrangnya. "Kita benar-benar ikhlas merawat kamu sayang. Jangan lagi berpikir kita tidak ikhlas melakukan itu."

"Terus, maksud Papah tadi itu apa?" tanya Deisya.

"Papah pikir dengan ucapan itu kamu akan langsung menerima perjodohan ini. Tapi ternyata papah salah."

"Kalau begitu batalkan perjodohannya," sela Edgar membuat semua mata tertuju padanya.

"Tidak bisa Edgar," balas Nathan.

"Kenapa tidak bisa?"

Nathan menghela nafas kasarnya. "Kolega bisnis Papah itu sebenarnya sahabat kita sejak dulu. Kami sudah membuat kesepakatan untuk menjodohkan anak kita nanti saat sudah beranjak besar," jelas Nathan.

"Papah merasa tidak enak jika harus membatalkan kesepakatan itu. Karena kita juga sudah berjanji satu sama lain," tambahnya.

Deisya menghapus perlahan jejak air matanya dengan menggunakan punggung tangannya. Kemudian berjalan mendekat ke arah Nathan. Dan berdiri tepat di hadapannya. Menatap wajah pria itu dengan senyum lebar di kedua sudut bibirnya.

"Aku...terima perjodohannya," ujar Deisya membuat semua yang ada di sana menatapnya terkejut.

"Deisya?!" panggilan Edgar sama sekali tidak di hiraukan oleh perempuan itu.

"Kamu serius ingin menerima perjodohan ini?" tanya Nathan yang langsung di angguki oleh Deisya.

"Tapi kenapa? Bukannya tadi kamu sudah menolaknya?"

"Anggap saja ini sebagai balas budi, karena Papah dan Mama sudah berhasil membesarkan aku hingga seperti ini. Dan bukannya Papah pernah bilang, janji itu harus selalu kita tepati?"

Nathan mengangguk, ia memeluk tubuh putrinya itu dengan sangat erat. Ia benar-benar tidak menyangka jika Deisya akan melakukan hal ini demi menyelamatkan dirinya. Supaya tidak mengingkari janji yang sudah di buatnya sendiri.

"Terima kasih sayang." Deisya mengangguk pelan. Air matanya kembali mengalir saat Nathan memeluk tubuhnya.

Perjodohan, satu kata yang terdengar sangat konyol. Tapi seorang Deisya tidak bisa menghindarinya. Karena janji tetaplah janji, tidak boleh di ingkari.

***
TBC

My Perfect CEO (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang