PROLOG

142 12 1
                                    

"Plicill huuush.." Ucap seorang bocah berusia sekitar tujuh tahun memanggil gadis cilik disampingnya yang sedang menari-nari diatas pasir.

Tangan bocah laki-laki itu sibuk mengumpulkan pasir lalu meniup-niupkannya. Dia bahagia melihat pasir-pasir itu bertebaran diudara.

"Apaa Ley, jangan nakal! Sembulin pasil ke muka aku, kamu mah iseng!" Jawabnya dengan kosa kata cadel.

Mereka berdua bisa berbicara 'er'. Tapi, keduanya lebih memelih cadel. Lucu. Gadis itu cemberut karena bocah laki-laki disebelahnya justru tertawa, mengusili gadis kecil yg ia panggil bernama Plicil itu dengan meniup pasir ke wajahnya.

"Huaaaaa mamaaa.. Kelilipann. Ley Lusuh!" Jeritnya melempar pita yang tadi dia pegang. Tubuhnya langsung terduduk dipasir sambil terisak tangis.

"Ih kamu cengeng! Aku kan cuma niup pasil aja. Kok malah nangis. Gaasik ahh." kesal bocah laki-laki itu meninggalkan gadis kecil yang menangis dipasir.

"Maa..maa, pokoknya Ley gak mau temenan sama Plicil lagi. Nyebelin." adunya kepada sang Ibu yang tersenyum kearahnya.

"Rey gak boleh nakal ah. Iseng kamu. Minta maaf dulu sama Pricil" Kata Sarah -Ibu Rey

Rey refleks menggeleng, "Ogah! Mama aja gih wakilin aku bial mama dapet pahala telus macuk culga deh" Jawab Rey sembari menunjuk ke gadis kecil yang masih menangis.

"Gaboleh gitu sayang, Minta maaf sana. Kasian Prisil kamu jahilin."

"Gakmau mamaaa... Kata papa itu minta maaf kalo kita punya calah aja, gak punya salah gak pelu minta maaf. Kan lebalannya masih lama" Ucap Ray polos dengan khas ucapan anak kecil.

"Minta maaf bukan berarti kita salah dan dia benar tapi meminta maaf itu karena hati kita lebih lembut daripada ego" Sarah menasehati jagoan kecilnya, "Kamu gak boleh jailin orang! Emang mau diusilin? Cepet sana minta maaf."

"Huaaaaaaaaa...mamaaaaa jahat aku dimalahin" Teriak Rey sambil menangis. Tangannya bergerak mengucek kedua matanya dengan berjalan perlahan ke arah Pricil yang tadi dia tinggalkan.

"Picil cengeng, Ley minta maaf. Jangan nangis lagi kamu jelek kalo nangis" Kata Rey mengelus-ngelus kepala Prisil.

Prisil mendongak bibirnya dia manyunkan. Cemberut. Prisil bangkit tangannya ia silang didepan dada. Tangisannya pun berhenti.

"Gamau aku masih malah sama kamu!" Prisil berlari membuat pasir disekitarnya membentuk jejak gadis kecil itu. "Ley tangkep akuuuu, kalo engga bisa tangkep gamau maafin" Teriak Prisil cempreng.

"Nyebelin ish!" Protes Rey tapi dia tetap melangkah mengejar gadis yang baru saja berhenti menangis.

Sementara, dikejauhan sepasang mata menatap ke arah dua bocah yang sedang berlarian itu tersenyum hangat. Hatinya bahagia bila melihat putri kesayangannya senang.

"Semoga kamu terus bahagia seperti ini hingga besar nanti"

"Yeaayyy dapet" Rey berhasil menangkap Prisil dan seolah memeluk Prisil dari samping.

Prisil yang sudah berhenti bergerak karena ulah tangkapan Rey pun berusaha menepis tangannya dari pelukan Rey. Tapi detik itu juga wajahnya menjadi pucat dengan bibir tipis yang semula berwarna merah muda menjadi sedikit putih.

Rey menatap Prisil dari samping. Dia melepaskan tangkapannya dan menarik Prisil hingga berhadapan dengannya. Bocah cilik itu memperhatikan wajah Prisil yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Meskipun tidak mengerti tetap saja Rey menjadi panik.

"Picil kamu kenapa?"

Rey mengusap kepala Prisil yang berantakan terkena angin. Perasaan Rey meskipun masih polos dan lugu sedikit bersalah. Dia takut karena dirinya Prisil menjadi sakit. Rey menempelkan tangannya pada kening Prisil.

"Kok panas" Gumam Rey.

Prisil hanya diam dan tersenyum. Dia menggelengkan kepala sambil terus menatap Rey. Mengisyaratkan bahwa dia memang baik-baik saja. Mereka masih kecil tapi dibawah langit senja yang membentang luas berwarna orange keduanya saling pandang dan tersenyum.

Rey pun akhirnya mengajak Prisil duduk di atas pasir sembari menatap hamparan luas laut. Di tepi pantai ini keduanya dapat melihat indahnya langit senja dan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.

"Aku suka senja." Kata Prisil memandang langit yang sudah berwarna jingga itu.

Rey disampingnya pun melirik kemudian mengangguk. Prisil benar senja itu menarik. Dia pun menyukainya.

"Aku mau liat senja lagi kalo udah besar nanti. Kata bunda liat senja itu harus sama orang yang kita sayang biar romantis gitu." Prisil memamerkan deretan gigi putihnya dan tertawa keras.

Rey terpaku sesaat. Manis. Prisil cantik ketika sedang tertawa dan jelek saat tadi dia menangis, begitulah pandangan Rey. Rey hanya mengangguk, jari jemarinya dia mainkan pada pasir yang ia duduki. Dia menuliskan namanya dan nama Prisil disana. Membentuk ukiran dengan emotikon senyum.

"Prisil maaf ya" Rey merasa bersalah karena ulah jahilnya tadi.

Prisil menggenggam tangan kanan Rey dan menatap Rey sembari menggeleng pelan.

"Kenapa?"

"Tadi udah jahatin kamu" Rey menunduk menatap kedua tangannya yang ia letakan di atas paha.

"Gapapa Ley. " Ucap Prisil meyakinkan. Dia ikut sedih melihat wajah murung Rey.

Rey mendongak kembali menatap Prisil. Kedua bola matanya tak lepas memperhatikan wajah prisil. Biar bagaimana pun Rey adalah bocah dibawah umur yang tak mengerti apapun.

"Muka kamu putih semua aku takut" Kata Rey pelan.

"Takut? Emang aku hantu? Kata bunda yang serem itu hantu tau" Prisil menoleh memandang langit yang perlahan mulai menggelap.

"Pulang yuk. Udah hampir gelap. Bunda dari tadi liatin aku disana" Tunjuk Prisil kepada wanita yang masih muda. Wanita itu tersenyum kepada putrinya. Meskipun dalam hati khawatir karena melihat Prisil pucat.

"Aku mau kamu janji" Rey bersuara lugas.

Prisil mengerutkan keningnya,
"Janji itu apa?" Dia berkacak pinggang dan menerawang. Memikirkan apa itu janji.

Rey gemash dia mengacak-ngacak rambut Prisil. "Kamu kudet! Janji aja gak tau!" Rey mendelikan matanya pada Prisil.

Prisil hanya menatap meminta penjelasan lebih lanjut. Dia terus menatap Rey. Rey pun terus tersenyum membuat Prisil sedikit terhibur.

"Janji itu harus ditepatin. Mama aku bilang itu kayak hutang. " Rey memperjelas.

"Emang kamu mau aku janji apa?" Prisil bingung. Dia saja tidak mengerti apa itu janji.

"Suatu saat kita bakalan ketemu lagi ditempat ini. Dengan suasana yang berbeda, gimana pun keadaannya jangan pernah lupain aku ya!" Rey mencubit pipi Prisil sekilas membuat Prisil mencebikkan bibirnya.

Dan setelah Rey mengatakan itu Prisil pingsan tak sadarkan diri. Rey yang kaget karena Prisil terjatuh sembari memejamkan matanya pun berteriak memangil-manggil nama Prisil.

"PICIL BANGUN! KOK TIDUR DISINI. TIDUR DIRUMAH KATANYA MAU PULANG" Rey panik menepuk-nepuk kedua lengan Prisil yang tergeletak.

"PRISILLLLL" Dan teriakan itu berasa dari Chika - Ibu Prisil.

*****

SUDAH DI REVISI GENGS. SEMOGA DEADLINE MASIH KEBURU AMIN. AMIN. SEMOGA NYAMAN DIBACA.

SEE YOU NEXT PART.

Selamat membaca dengan alur yang fresh dan cerita yang gak serumit sebelumnya hehe.

If I Can't Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang