Arya Murka.

33.9K 1.3K 82
                                    

Seisi kelas hanya diem saat lihat Dosen mereka tengah ngamuk-ngamuk. Mata yang melotot, rahang mengeras dengan urat-urat yang terlihat menonjol.

Suaranya terdengar dingin dan tajam, sedari tadi hanya mengeluarkan aura dingin yang mengintimidasi.

"Kenapa hanya diam? Jika diantara kalian tidak ada yang mengaku. Maka kalian semua tahu konsekuensinya. Jika berani berbuat maka harus bertanggung jawab, NGERTI!" Bentaknya diakhir kalimat, semua mahasiswi dan mahasiswa cuma diem. Nggak ada yang berani mengangkat wajah, sepi, sunyi, begitu hening.

Ya masa gue ikut kena imbasnya, masa tega lihat gue yang hamil panas-panasan di tengah matahari. Padahal sedari tadi gue udah lihatin wajah Arya dengan tampang melas gue, berharap dia akan luluh. Tapi apesnya gue, bukannya dapat keistimewaan ini malah dapet malu. Sengaja, pasti Arya marah sama gue, karena udah ngeramas burungnya.

"Kenapa kamu lihat-lihat saya, huh! Mau protes? Atau kamu keberatan sama perkataan saya? Kenapa hanya diam? Nggak berani jawab?" gue cuma bisa menggeleng samar.

"Nggak punya mulut, ya? Apa ini cara kamu ngomong sama dosen? Nggak punya tatakrama sama sekali."

"Bu bukan begitu, Pak. Sa... Saya..."

"Rangkum semua materi yang saya berikan hari ini dalam bentuk kelipingan. Itu hukuman buat kamu." Ngeselin banget sih laki gue, minta di slompret emang.

"Dan untuk kalian semua, mendapat nilai E dalam mata kuliah saya. Kecuali jika ada yang bersedia memperbaikinya, maka saya bisa meperbaiki nilai kalian."

"Pak, syarat untuk memperbaiki nilainya apa?" Tanya Ello, si jenius dalam kelas. Satu-satunya orang yang berani nanya langsung ke Arya.

"Rangkum semua materi dari awal. Deadline minggu depan." Mampus! Makanya jadi orang jangan macam-macam. Laki gue emang gitu, pantes lah kalau dia paling nggak disukai mahasiswi lainnya, selain pelit nilai. Arya termasuk Dosen rewel yang banyak maunya dan banyak tugasnya.

Kalau ada salah satu mahasiswinya yang ngomong sedikit saja saat dia nerangin ya udah kelar hidup lo, ujung-ujungnya kayak tadi. Udah nggak mau ngajar lagi, dikasih nilai E pula. Belum lagi minggu depannya udah ganti materi, membuat mahasiswi lain jadi kelimpungan karena ketinggalan materi, jadi ya mereka harus nemuin Arya atau ngumpulin tugas, baru deh di kasih tahu tentang materi yang ketinggalan. Wajar kalau banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang ngulang di makulnya Arya, secara dosennya ribet cuy.

***

Gue cuma diem, saat dengerin keluhan temen-temen gue.

"Gila tu dosen, gue nggak ikut apa-apa juga dapet nilai E. Songgong emang, ngeselin." teriak Emy temen gue sejak pertama kuliah dan untungnya kita sejurusan dan sebangku, maksudnya duduknya di sebelah gue, kadang juga di belakang gue sih. Pokoknya nggak pernah jauh-jauhan deh.

"Tahu tuh, belum lagi daedlinenya satu minggu lagi. Huh! Tahu gini gue nggak usah nurutin kemauan bokap yang nyuruh masuk di jurusan manajemen. (*author lupa Arya dosen di makul apa ya?) tahu gini, mending di perhutanan saja." Sambung Reya. Si dunggu yang sok masuk jurusan manajeman padahal otaknya kosong melompong, bisa kuliah aja pake uang bokapnya. Nggak jarang Arya terima uang cuma-cuma buat masalah yang satu ini, kadang Arya nolak. Tapi tetep aja di transfer kadang juga langsung diamplopin.

Berarti selama ini gue makan uang haram dong, masa sih. Entar gue tanya ke Arya deh, ya masa dia tega ngasih makan anak biniknya sama uang hasil nggak bener gitu.

"Lagian siapa sih yang bikin rusuh tadi?" tanya gue kepo, habis karena tuh orang gue kena imbasnya bok.

"Alan!" Jawab Emy singkat dengan nada kesal.

Suami Muka Dua (Open PO) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang