Bab 6 - Amatya

107 13 1
                                    

Citttttt.

Tiga mobil Jip CJ-2A menekan rem kuat secara berurutan. Semua penumpang yang berisikan laki-laki dengan setelah kemeja juga jas hitam itu pun secara bergantian menuruni mobil dengan cekatan. Sebuah pistol pun melekat di genggaman masing-masing, dengan handle yang berada di antara jari telunjuk dan ibu jarinya. Siap untuk menembakkan peluru yang ada di dalamnya.

"Semuanya! Antisipasi!" Akas memberikan aba-aba pada semua anggota nya. "Lihat depan, belakang, kanan, kiri bahkan atas dan bawah!" Situasi mulai kondusif saat Akas mengintruksi lagi. Semuanya berkumpul saling membelakangi dengan posisi yang sudah melingkar.

"Kak, kita harus cepat bertindak." Bajra bersuara dengan pandangan yang tajam, masih melihat situasi sekitar. "Tinggal menghitung menit dan semua kapal bakalan berlayar."

"Diduga Kapal Kargo yang digunakan Amatya untuk mengangkut semua gadis yang kita temui kemarin, Kak." Timpal salah satu diantara mereka.

"Bagus!" Akas berucap mantap. "Sekarang berpencar! Periksa semua container dan tempat-tempat mencurigakan yang ada!"

"Siap Kak!" Jawab semuanya serempak.

Akhirnya semuanya pun berpencar, mencari tempat-tempat yang mungkin digunakan untuk menyekap para gadis. Seperti biasa, Akas beraksi sendiri. Sebagai ketua, ia lah yang punya tanggung jawab terbesar pada setiap kasus yang mereka hadapi. Akas selalu berusaha melakukan yang terbaik, mengerahkan semua kemampuan insting-nya dalam menghadapi setiap teka-teki yang sering muncul di setiap kasus.

Kini, Akas susah mulai memasuki Kapal Kargo yang siap berlayar. Di dalamnya, berisikan hampir ratusan container-container yang sudah tersusun rapi. Namun masih ada beberapa lagi yang tengah di angkut menggunakan crane.

"Semuanya sudah masuk?" Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang begitu Akas kenali. Mendengarnya saja membuat amarah Akas membuncah.

Akas pun segera bersembunyi di balik container-container tersebut. Pistol itu masih melekat di tangannya. "Monitor, Amatya ada di dalam kapal." Akas mengintruksikan kondisi di dalam kapal kepada para anggotanya yang masih mencari keberadaan Amatya.

"Semua, masuk ke dalam kapal dan todong Amatya dengan pistol." Terdengar suara Bajra memberi arahan pada semuanya.

"Sudah Bos, semua gadis siap kita kirim ke Malaysia." Salah satu anak buah Amatya berucap mantap.

"Jangan harap itu terjadi." Di sisi lain, Akas bergumam dengan senyuman membunuhnya.

"Cek, cek, monitor." Suara Bajra mengiang lagi di earphone bluetooth yang Akas pakai.

"Semua, siap! Tiga, dua," Akas menghitung mundur. "Satu!"

Dan detik itu juga, Amatya berserta belasan anak buahnya telah dikepung oleh Pasukan Gardapati. Gangster yang sangat disegani di Kota Bandung, tapi tak sedikit pula yang membenci akan terbentuknya pasukan itu. Mereka merasa adanya Pasukan Gardapati membuat kondisi memburuk, bukannya aman. Namun Akas tak menghiraukan itu, ia hanya fokus pada apa yang ia jalani saat ini.

Sadar bahwa mereka telah dikepung, Amatya pun mulai memerintah anak buahnya untuk menodongkan pistol juga pada anggota Akas. Sementara ia sendiri malah asik berlindung di tengah-tengah anak buahnya. Itulah contoh pemimpin yang tidak memimpin.

"Kalian di kepung!" Bajra berteriak penuh dendam. "Cepat bebaskan gadis-gadis yang kalian sekap, sekarang!"

"Bajra, serang mereka," terdengar suara Akas yang masih belum turun tangan, di earphone Bajra. "Gua nemuin tempat gadis-gadis itu disekap, gua perlu waktu."

Bajra mengangguk-angguk dengan tangan kiri yang memegang earphone tersebut, sedangkan tangan kanannya masih menggenggam sebuah pistol.

"Serang!" Amatya tiba-tiba memberikan aba-aba pada anak buahnya untuk menyerang pasukan Akas.

"Tembak!" Sedangkan Bajra yang mulai panik, memerintah semuanya untuk menembakkan pistol ke arah lawan.

Dan pertempuran pun terjadi, suara pistol terdengar saling berkejaran, memenuhi pelabuhan itu. Satu persatu di antara anak buah Amatya Mukai tumbang, namun tak sedikit pula pasukan Akas yang terluka.

Sementara di sana, di atas container berwarna merah, Amatya mulai cemas dengan kubunya yang mulai musnah. Pria berhidung besar itu pun lantas mencoba melarikan diri secara diam-diam.

"Amatya!"

Langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar namanya dipanggil. Itu adalah Akas, suaranya begitu nyaring membuat semua yang tengah bertempur menghentikan aktivitasnya itu.

Akas pun berjalan, dengan wajah tegasnya ia menghampiri Amatya. Tak lupa puluhan gadis yang sudah ia bebaskan mengikuti langkah besarnya dari belakang.

Dengan cekatan, ia menaiki satu persatu container tersebut hingga sampailah ia di hadapan Amatya. Pria tua yang terduga penyalur TKW-TKW ilegal hingga ke pelosok. Akas benar-benar muak dengan pria berhidung besar dan berkulit hitam itu. Sudah lama ia mengincar Amatya. Sekarang waktunya ia meluapkan hasratnya untuk membunuh Amatya dengan caranya sendiri.

Amatya yang merasa terancam pun, segera menodongkan senapan di kepala Akas, tepat di keningnya. Ia menyeringai menatap wajah Akas. "Aku yang akan menang!" Ucapnya dengan sangat percaya diri.

Akas diam, ia menatap pria tua itu dengan tatapan dinginnya. Akas sama sekali tak memperlihatkan mimik takut atau pun cemas, ia justru malah tersenyum miring dengan jari-jari tangan yang bersembunyi di saku celananya.

Saat hari telunjuk Amatya mulai mundur, mendekat pada pedal pistol dan siap untuk melesatkan peluru ke kepala Akas, Akas pun langsung menangkis tangannya dan mengunci Amatya dengan lengannya. Kini posisinya berada di belakang Amatya namun dengan lengan yang menekan leher Amatya.

Akas mendekatkan mulutnya ke telinga Amatya. "Akhirnya kita bertemu Amatya," ia berisik dengan suara yang mengancam. "Sudah lama kami mengincar keberadaanmu dan anak-anak buahmu yang tolol itu." Akas memberikan dagu nya pada anak buah Amatya yang sudah ditaklukan pasukannya.

Mulut Amatya nampak keras, ia berusaha melepaskan cengkraman Akas yang begitu kuat. "Heii, jangan berani berontak." Akas menegur pria yang jauh lebih tua darinya itu, mungkin usia Amatya sama dengan ayahnya yang menurutnya sialan itu.

"Hasrat ini kuat Amatya, hasrat untuk melenyapkanmu." Tubuh Amatya nampak bergetar hebat, ia benar-benar terancam karena Akas menguncinya begitu erat.

Akas pun mulai meraih pistol yang ia selipkan di ikat pinggangnya. Perlahan tapi pasti ia menaruhnya di pelipis Amatya. Amatya pun mengalihkan bola matanya ke pelipisnya yang sudah berciuman dengan pistol milik Akas.

"Ayo, hitung mundur Tuan Amatya." Akas memerintahkan Amatya untuk menghitung mundur ajalnya sendiri.

"Kenapa diam? Oh, biar saya saja Tuan." Akas pun dengan senang hati memberikan hitungan untuk Amatya.

"Tiga, dua, sat--- "

Hitungannya terhenti saat asal memenuhi tempat itu. Ia melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajahnya, berusaha menghilangkan asapa yang mengepul tubuhnya.

"Kak! Kak!" Teriakan Bajra masih bisa Akas dengar. "Amatya Kak!"
Tiba-tiba Akas mendengar suara helicopter begitu dekat. Akas pun menegadah ke atas.

Di dalam helicopter itu, Amatya sudah tersenyum dengan penuh kemenangan. Ia menunjukan gas air mata yang ada digenggamnya. "Simpan hasratmu itu Nak!" Teriaknya dan detik kemudian helicopter itu pun sudah menghilang dari pandangan Akas yang kabur.

"Sialan!" Teriaknya frustasi sambil menendangkan kakinya.

****

GardapatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang