Bab 8 - Ditembak Azka

89 10 0
                                        

Suara anak-anak terdengar memenuhi SMA Aksajaya. Ada yang berlarian, ada yang berpacaran, ada yang tengah makan bahkan yang memalak saja ada. Seperti itulah keadaaannya, tak terkontrol padahal banyak guru dan pastinya satpam yang menghuni sekolah itu.

"Jihan."

Jihan yang tengah membaca sebuah novel pun sedikit terkejut saat mendengar suara perempuan yang memanggilnya.
"Iya?" Tanyanya dengan senyum yang masih menghiasi wajah cantiknya.

"Kak Azka nungguin lu tuh, di depan." Perempuan yang tak lain teman satu kelas Jihan itu pun berlalu begitu saja.

Sejenak, Jihan berdiam diri. Entah mengapa Azka selalu saja menghampirinya akhir-akhir ini, dan itu membuatnya sedikit merasa tidak nyaman. Bahkan karena hal ini, banyak siswi pengagum Azka yang selalu mencacinya dengan kata-kata yang pasti menyakitkan. Namun selama itu terjadi, Jihan selalu melapangkan hatinya, ia berusaha sabar dalam menghadapi cacian itu.

Tanpa ia sadari, terjadi lamunannya berlangsung selama bermenit-menit. Untung saja Azka menampakkan kepalanya ke jendela kelas. Jihan pun segera menaruh novelnya ke dalam tas dan berlari kecil menuju pintu kelas.

"Maaf ya Kak, lama," ucapnya dengan mimik panik.

Terdengar kekehan kecil dari mulut Azka. "Santai aja kali, lagian kayaknya kamu juga menikmati banget ngelamunnya, ngelamunin apaan sih?"

"Emmm," Jihan menggigit bibir bahwanya dalam-dalam.

"Ngelamunin Kakak ya?"

Mendengar penuturan Azka, Jihan pun sontak membulatkan matanya. Ia tak menyangka bahwa Azka pandai membaca pikiran. Kini, kedua bola matanya menatap Azka dalam-dalam.

Namun saat Azka secara tiba-tiba tertawa sambil memegangi perutnya, detik itu juga Jihan mengembalikan ekspresi wajahnya dengan semula. Rautnya kini berganti menjadi gugup, terlihat dari jari-jarinya yang terus meremas ujung kerudung putihnya.

"Sumpah kamu lucu Han," ucap Azka di sela-sela tawaan nya. Sedangkan Jihan, gadis itu hanya memasang senyuman terpaksa. "Kakak bercanda kali."

Jihan membuang nafas halus, ia benar-benar lega saat tahu kalau Azka hanya bercanda. "Alhamdulillah," gumamnya pelan.

"Oke oke." Azka menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan selama beberapa kali. "Udahan ketawanya, kali ini Kakak serius."

Serius? Batinnya bertanya-tanya.

"Kamu mau jadi pacar Kakak gak?" Rentetan kata-kata itu keluar dari mulut Azka dengan lancar, membuktikan bahwa Azka benar-benar mantap dengan ucapannya.

Dan Jihan, untuk yang kedua kalinya, mata indahnya membulat dan lagi-lagi karena Azka. Jihan tak habis pikir, kenapa Azka senang sekali membuatnya terkejut.

Satu menit berlalu, Jihan sama sekali belum membuka suara, ia masih diam merenungi ucapan Azka barusan. Namun aneh, jika biasanya orang-orang akan merasa gugup saat ditanyai hal seperti itu oleh lawan jenis, tapi Jihan sama sekali tak merasakan apapun dan itu membuat Jihan tahu harus menjawab apa.

Jihan pun mulai mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk. Namun entah karena apa ia tak sengaja menengok ke kiri. Tiba-tiba tubuhnya kaku saat melihat sosok wanita berambut sebahu dengan wajah yang sudah berlinang air mata dan berdiri di tengah-tengah koridor kelas.

"Lisa?" Jihan menyipitkan matanya, menatap Lisa yang sudah mulai menghapus jejak air matanya. Detik kemudian ia berlari sambil menangis tergugu-gugu.

"Lisa! Tunggu!" Jihan berteriak lalu berlari mengejar Lisa yang mulai menjauh darinya. Samar-samar ia mendengar Azka memanggil namanya, namun Jihan tidak menggubrisnya, yang ia prioritaskan saat ini adalah Lisan. Hanya Lisa.

GardapatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang