7. TTM

12 3 0
                                    

Aku memang bukan Sirius ataupun Arcturus tapi sudah kubilang aku pyxis, penunjuk arah bagimu.

*****


Senyumnya tak pernah pudar dari tadi pagi, rambut yang panjangnya sebahu lebih itu ia kuncir ditambah poninya yang menutupi kening lebarnya membuatnya semakin manis.

"Kak Aneth, senyum mulu."kata Nicky adiknya, kebetulan orang tua mereka belum pulang sehingga Aneth tak menggurung diri di kamar, ia sekarang berada di tepian kolam renang.

"Kepo banget."Nick tertawa, ia tau sifat kakaknya itu, sangat tau. Kakaknya itu menyebalkan tapi menggemaskan.

"Iya dong lagi nyalon jadi Dora. Oh iya tumben lo kesini kak biasanya di kamar?"sebenarnya Nick tau alasan kakaknya membebaskan diri dari kamar.

"Sok basa-basi lo, jelas karena ada nyokap bokap lah. Panas kuping gue dengerin mereka berantem."Nick tertawa, entah kenapa kakaknya selalu membuatnya tertawa.

"Gak berenang kak?"Nick juga tau kakaknya sangat jago berenang, waktu Aneth bersekolah di sekolah yang dulu, Aneth ikut club renang dan banyak menjuarai lomba bahkan olimpiade nasional namun orang tuanya tak mengaggap prestasi Aneth sekarang padahal dulu orang tuanya mendukung mati-matian untuk Aneth, entahlah mungkin sekarang karena orang tuanya ingin anaknya berprestasi di bidang akademik bukan non akademik.

"Mau sih, tapi gak ada temen, yuk renang Nick."Ajaknya, kakinya pun kini sudah berada di dalam air dengan badan masih duduk di pinggiran kolam.

"Nick gak jago renang lagian lo yang paling jago berenang di keluarga kita, bahkan mama papa juga gak bisa renang."perkataan adiknya itu membuat Aneth tercekat, ternyata bukan orang tuanya saja yang mengira jika ia bukan anaknya, melainkan Nick juga orang yang paling Aneth percaya dalam keluarganya.

Menyadari ekspresi kakaknya yang berubah Nick menjadi serba salah sekarang.

"Kak, dengerin dulu-"

"Kakak paham Nick, lo gak usah merasa bersalah, gue emang bukan anak mereka."air mata lolos dari mata Aneth, Nick yang duduk di samping Aneth langsung memeluk kakaknya.

"Gak kak, kakak itu anak mamah sama papah, percaya sama gue kak."Aneth membalas pelukan adiknya.

"Lo yang paling gue percaya, gue percaya sama lo. Setiap kata yang lo ucapin, kakak percaya."

Hening beberapa saat. Kesalahpahaman tadi membuat kakak beradik itu canggung.

"Nick gue mau ke mini market, kalau mereka udah pulang jangan ngomong ya. Gue bakal lewat pintu belakang kok"memang selalu begitu, Aneth pergi dan masuk ke rumahnya lewat pintu belakang.

"Mau Nick antar?"

"Gak usah Nick, masih sore juga."katanya. Nick hanya menghela napasnya, ia kagum dengan kakaknya yang selalu kuat.

******

Aneth memasukkan semua cemilan kesukaannya ke dalam keranjang belanjaannya, nantinya ia akan menyimpan di dalam kamarnya pasalnya jika disimpan di dalam kulkas, Lusi akan memarahinya karena menghabiskan uang untuk hal yang sia-sia.

Padahal Aneth belanja selalu pakai uangnya sendiri dari hasil memenangkan lomba renang. Walaupun sudah lama ia tak ikut lomba lagi tapi lomba yang dimenangkan Aneth sangat banyak sehingga uangnya juga masih banyak karena Aneth pintar mengatur uang.

"Kak Aneth!"panggil seseorang, Aneth pun menoleh ke sumber suara ternyata Dinda, adiknya Dimas.

"Dinda?"gumamnya.

Dinda pun menghampiri Aneth ia melirik ke keranjang belanjaan Aneth.

"Lho Dinda kamu kok disini?" Aneth heran karena komplek rumah Dimas kan ada minimarket kenapa Dinda malah ke minimarket dekat rumahnya.

"Mau ke rumah someone, tapi beli camilan dulu lah, laper. Rumah kakak sekitar sini?"Aneth mengangguk

"Iya, deket kok dari sini. Lain kali mampir ya ajak kakak kamu juga."jiwa kecentilan Aneth muncul.

"Pasti kak, oh iya kak Aneth belanjanya banyak banget sampe camilan kesukaanku habis."Aneth melirik keranjangnya, benar sudah full keranjang belanjaannya, terlebih hanya dipenuhi satu snack yang sama.

"Kamu suka sama snack ini? Ya ampun kok bisa sama ya? Yaudah ambil aja setengah dari yang aku ambil."Dinda tersenyum kemudian menggeleng.

"Dinda gak butuh banyak, boleh Dinda ambil seperempat?"

"Boleh kok, semuanya juga boleh, oh iya kamu ke sini sama Dimas nggak?"

"Awalnya dia gak mau nganter Dinda, eh aku aduin ke papah, tuh orangnya ada di depan."mata Aneth berbinar melihat Dimas bersandar dimobilnya sambil memainkan ponsel membuatnya tambah cool

"Dinda belanjanya yang lama ya? Se-jam juga boleh,"ucap Aneth lalu berlari meninggalkan keranjang belajaannya, mbak kasir yang melihat pun marah, sudah belanja sebanyak itu malah ditinggal.

Dimas tertawa penuh kemenangan ia berhasil membuat temannya kesal walau hanya satu kata di chat. Dimas is the best.

"Dimas!"Dimas mengenal suara itu, ia menghela napasnya, harus berurusan dengan cewek centil membuatnya lelah.

"Kita jodoh kan buktinya gue sama lo kebetulan ketemu disini, kebetulan berkali-kali itu namanya... jodoh."Dimas sangat malas meladeni spesies cewek dihadapannya.

"Dimas kita pacaran yuk?"Dimas tertawa renyah, membuat Aneth bingung.

"Siapa yang mau pacaran sama cewek jelek, centil, mental Jailangkung, kaya lo?!"Aneth hanya mengangguk-anggukan kepalanya seolah mengerti.

"Yaudah kalau lo gak mau, gimana kalau kita HTS-an aja yuk?"tawarnya lagi.

"Ada status aja gue gak mau apalagi tanpa status."Aneth mengangguk-anggukan kepalanya lagi dan ia mengetuk-ngetukan jarinya di dagu seolah berpikir.

"Yaudah TTM aja yuk?"Dimas tersenyum, senyum yang tidak bisa Aneth artikan.

"Boleh."mata Aneth berbinar kembali. Hanya tinggal selangkah lagi, pikirnya.

"Teman Tapi Musuhan!"ucapnya lalu memasukki mobil dengan gebrakan pintu yang keras, membuat Aneth kaget.

"Dimas!"Aneth pun mengetuk-ngetuk kaca pintu mobil Dimas.

Dimas menghiraukannya.

"Dimas!"

"Dimas!"

"Loncar!"

Aneth terus-terusan menggedor pintu mobilnya membuat Dimas lelah sendiri.

"Apa sih?"Dimas pun keluar dari mobilnya. Ternyata Dimas lebih suka dipanggil Loncar, pikir Aneth.

"Ayo pacaran sama gue."ajaknya keras kepala, begitulah Aneth tak akan menyerah sebelum berhasil.

"Gue gak sudi pacaran sama makhluk astral kaya lo. Bagi gue lo itu gak berarti, lo gak lebih dari seonggok debu kosmik, jadi buat apa gue suka sama lo?"ucapnya menusuk.

Aneth menunduk, kalimat terakhir Dimas sangatlah menusuk di dadanya.

"Sekarang lo emang gak suka sama gue atau mungkin lo benci sama gue, tapi gue bakal bikin rasa benci itu jadi cinta."ucapnya sambil menatap lekat mata Dimas yang juga sedang menatapnya, namun tatapan Dimas sangatlah menusuk berbeda dengan tatapannya yang penuh kesungguhan.

"Gue akan tunggu lo suka sama gue. Karena kapanpun itu, apapun caranya, bagaimanapun caranya, cinta akan hadir, karena kita sudah ditakdirkan bersama."Dimas tersenyum miring, lalu mendekatkan wajahnya lebih dekat ke kuping Aneth.

"Cinta? Mimpi aja lo. Gue gak bakal mencintai lo, kapanpun, apapun, bagaimanapun, lo hanya mimpi!"ucapnya lalu masuk kedalam mobilnya, Aneth mendengar itu terdiam beberapa saat kemudian mencoba untuk tersenyum.

"Gue akan tepatin ucapan gue tadi Dim!"teriaknya.

"Gue akan usaha agar lo suka sama gue!"teriaknya lagi.

"Gue suka bahkan jatuh cinta sama lo! Lo mau gak jadi pacar gue?!"

"Gue gak akan nyerah!"

Banyak Typo

Tandai typo ya.

Love you

Because I'm Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang