Chapter 15 • Lee Devoughn

522 48 58
                                    

Selamat datang di chapter 15

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

_____________________________________________

Ternyata memiliki kapasitas otak besar dengan daya ingat tinggi membuatku tidak mudah melupakan bagian itu
—Lee Devoughn
_____________________________________________

Ternyata memiliki kapasitas otak besar dengan daya ingat tinggi membuatku tidak mudah melupakan bagian itu—Lee Devoughn_____________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim semi
Michigan, 29 April
15.20 p.m.

Lupakan? Mana mungkin aku akan melupakannya? Menurutku, ini adalah keajaiban dunia yang kedelapan. Mengalahkan berbagai macam keajaiban yang lain. Namun, alih-alih mengatakan itu, aku lebih memilih untuk menuruti permintaannya. “Kalau begitu aku akan mengambil semua yang dibutuhkan untuk membersihkan bola di ruang peralatan,” kataku, “tunggulah di sini.”

“Aku ikut,” sahut Jasmine cepat.

“Miss Maxwell, aku tidak apa-apa sendirian,” tolakku secara halus.

“Hm?” gumamnya. Kedua alis cantik itu terangkat.

“Aku bisa mengatasinya sendiri. Aku tahu ini tugas kita berdua, tapi bagian angkut-angkut, biar aku saja yang malekukannya. Tidak perlu membantuku.”

“Membantumu?” ulangnya disertai telengan kepala ke kiri.

Melihat gadis itu tiba-tiba otakku tersadar oleh sesuatu lantas mengernyitkan alis. Sepertinya salah menduga kalau ia tidak membiarkanku pergi sendirian karena ingin membantu. Melainkan ketakutan. Meski sekelebat mata, indra pengelihatanku sempat menemukan ekspresi tersebut pada wajah cantiknya seperti saat tadi sewaktu di loker. Jadi, untuk membenarkan tebakan apa yang menjadi kesimpulan baru dalam pikiranku saat ini, aku bertanya, “Jangan katakan selain takut naik-turun tangga rumah grandma Rose, terpeleset di kandang sapi, dan hantu di loker, sekarang kau takut kutinggalkan di sini sendirian?”

Jasmine melotot mendengar serentetan kalimatku. Bibir penuh itu menganga sedikit lalu terkatub rapat-rapat. Kemudian terbuka lagi, seperti hendak mengatakan sesuatu tapi tidak jadi. Aku pun membenarkan letak kacamata dan mengembuskan satu napas berat. “Baiklah ayo kalau kau mau ikut,” ajakku.

Setelah kuamati dan kusimpulkan, Jasmine itu berharga diri tinggi. Jadi, sangat jarang ia mau mengakui hal-hal semacam itu karena menyelamatkan harga diri atau reputasinya.

The Billionaire's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang