Seharusnya makan malam ini di isi dengan berita tentang sesuatu yang menggembirakan. Tetapi sayang sekali Asta malah mendapatkan berita yang tidak di inginkan, bahkan tidak pernah terfikirkan.
"Bunda serius?" Mencoba memastikan apakah bundanya ini sedang membohonginya atau hanya sekedar bercanda. Namun, melihat sorot mata sang bunda sepertinya ini serius.
"Bunda serius. Bunda memutuskan buat pisah sama ayah kamu dan kita bakal pindah ke jakarta dan tinggal di sana sama nenek."
"Terus, gimana sama sekolah Asta?"
"Ya, sekolah kamu bakal pindah juga."
Asta memperbaiki posisi duduknya, tangan yang semula memegang sendok sekarang di tumpuk menjadi satu seolah mengingatkan lawan bicaranya bahwa dirinya sedang amat serius.
"Bun, Asta kan udah kelas tiga dan semester satu juga berakhir dua bulan lagi. Bakal susah kalo pindah di kelas tiga setau Asta, Bun."
Maria, sang ibunda menghembuskan nafasnya berat seperti sedang memikirkan sesuatu yang sedikit rumit mungkin.
"Jadi,.." mejeda kalimatnya sebentar untuk menatap putri satu-satunya lalu melanjutkan, "kamu enggak mau ikut bunda dan lebih memilih tinggal sama ayah kamu disini?"
"Bukan begitu.."
Duh, kok rasanya Asta menjadi serba salah begini. Jelas saja dia akan ikut bundanya dibanding sang ayah. Rasa percayanya sudah hilang kepada ayahnya. Tetapi, bagaimana dengan teman-temannya? Apalagi dari kecil Asta sudah berada di bandung, Jadi akan susah untuk menerima tempat baru."Yaudah, terserah bunda aja. Asta ikut bunda. Tapi.." melirik sang adik di sampingnya yang sendari tadi hanya diam mendengarkan dan makan dengan tenang seolah-olah pembicaraan ini bukanlah hal yang serius dan oh! makanannya saja sudah habis sedangkan Asta bahkan belum memakan setengahnya.
"Bian!" Menyikut lengan adiknya.
"Berisik." Jawabnya.
"Bun, Bian tinggal sama ayah katanya tuh!"
Fabian, atau yang biasa di sapa Bian melotot ke arah sang kakak, lalu berkata, "gue nggak bilang gitu ya anjir."
"Bian!" Tegur bundanya kepada putra bungsunya.
"Nggak boleh ngomong kasar sama kakak kamu gitu ah."Merasa menang karena sedang di bela oleh bunda, Asta menjulurkan lidahnya ke arah Bian dan tertawa senang.
"Iya, terserah deh." Jawab Bian acuh.
"Terserah apasih?! Ngomong yang bener kalo sama bunda!"
"Bun, kak Asta yang bikin Bian kesel terus tuh!"
Merasa dituduh seperti itu Asta berkata, "kan gue cuma nanya, dih baperan."
Bunda hanya menghembuskan nafasnya kasar melihat kedua anaknya selalu berantem setiap saat, tetapi kalo sudah akur kompak sekali.
"Udah deh jangan berantem. Bian, kamu mau ikut bunda atau ayah?"
"Bunda."
"Beneran?"
"Iyalah. Males banget sama orang itu."
Asta menjitak kepala sang adik lalu berkata, "nggak boleh gitu sama bokap lo sendiri!"
"Kayak lo kagak benci aja sama tuh orang." Jawab Bian enteng.
"Dih."
"Yaudah semuanya ikut bunda kan?"
Asta dan Bian kompak mengangguk."Besok bunda urus pindahan sekolah kalian."
***
"Ta, lo beneran pindah? Kok gitu sih? Ah, gue nggak suka deh kalo lo kek gitu!"
Rasanya jengah sekali mendengarkan rengekan Arin yang tidak berhenti semenjak dirinya bilang akan pindah besok. Tapi, meski begitu, rengekan Arin yang seperti ini akan sangat dirindukannya.
"Terpaksa." Jawab Asta seadanya.
"Tuhkan! Kesel deh gue! Sini peluk!." Sambil merentangkan tanganya, Arin mendekat ke arah Asta.
"Dih najis!"
Arin mengabaikan umpatan Asta dan tetap mendekatinya. Memeluknya untuk yang terakhir kalinya mungkin, Sebab setelah ini, Arin tidak akan melihat Asta lagi.
"Kok gue sedih ya, Ta." Rengek Arin lagi, lalu berkata, "lo lagi nggak ngeprank gue kan,Ta? Di bandung ajasih nggak usah ke jakarta segala."
Melepas pelukan Arin dan memandangnya serius, "ayah mungkin udah keterlaluan banget sama bunda gue Rin, makanya bunda mutusin buat pisah." Menghela nafas sebentar lalu melanjutkan, "sebenernya gue nggak mau keluarga gue pecah gini, tapi kalo memang jalan ini yang lebih baik buat kedepannya ya mau nggak mau gue terima aja."
"Sumpah ya ayah lo itu jahat banget!"
"Ya lo tau sendiri ayah gue gimana. Udah deh besok jangan lupa dateng ya, terakhir kita ketemu loh besok." Asta tersenyum mengejek.
"Huwaaa tuh kan! Kenapa sih keluarga gue nggak ada yang di jakartaaaa.."
Dan Arin kembali merengek, sedangkan Asta hanya tertawa melihatnya.
***
Waktu sepertinya berjalan lebih cepat menurut Asta. Hari ini, Asta sedang membawa koper miliknya untuk dia bawa ke mobil.
Bahkah disaat pindahanya ini, sang ayah bahkan tidak menemui dirinya dan Bian untuk sekedar memeluk atau mengucapkan sepatah kata, ayahnya malah tidak datang sama sekali dan mungkin sedang senang-senang dengan istri dan anak barunya."Ta, jangan ngelamun, kita buru-buru loh." Tegur Bunda ketika melihat Asta sedang berdiri di samping mobil dengan pandangan kosong. Kalo kesambet kan ngeri ngeliatnya.
Asta tersadar dengan lamunannya, menggeleng pelan lalu mulai memasukan koper miliknya kedalam bagasi mobil.
Semua barang-barang sudah di angkut, dan sekarang Asta, Bian, dan bunda sedang berdiri menatap rumah yang sudah mereka tinggali sangat lama. Mungkin, saat ayah dan bunda menikah dan belum memiliki Asta dan Bian.Bunda menghela nafas pelan lalu berkata, "yuk sekarang berangkatnya, takut kesiangan sampe sananya."
Mobil yang di tumpangi Asta bergerak menjauh. Asta hanya menompangkan kepalanya ke jendela tanpa mengucapkan sepatah kata. Bian sibuk bermain gamenya. Bunda sedang menerima telepon.
Perjalanan baru dan cerita baru akan segera dimulai.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Boy
Teen FictionMelihat kehidupan orang tuanya, Asta memilih untuk tidak jatuh cinta. Dirinya lebih memilih menjadi saksi cinta orang lain, yang menurutnya mirip sekali dengan novel yang selalu di bacanya. Disaat Asta sudah terlampau nyaman dengan caranya, takdir m...