"Bun, ini kue nya mau taro mana?" Tanya Asta kepada Maria.
Sepulang sekolah Asta membantu Maria membuat kue kering untuk cemilan.
Sebenarnya tidak ada rencana untuk membuat kue bersama, hanya saja Asta ingin menyibukan dirinya agar melupakan hal yang sedang di pikirkannya."Taro disitu aja."
Asta pun menurut lalu menghampiri Maria yang sedang memasukan kue kering ke dalam toples."Kamu masih marah sama Bian, Ta?" Tanya Maria kepada putri sulungnya.
"Nggak tau."
"Loh, kok malah nggak tahu?" Bingung Maria lalu melanjutkan, "adik kamu curhat terus tuh sama bunda katanya kamu masih diemin dia terus sampe sekarang."
"Kesel."
"Nggak boleh gitu sama saudara sendiri apalagi di diemin sampe berhari-hari. Ajak ngobrol sana adik kamu." Suruh Maria seraya mendorong Asta pelan.
Mau tidak mau Asta berjalan ke arah Bian yang sedang duduk menemani nenek yang merajut.
"Bian." Panggil Asta.
Bian pun menoleh ke arah sumber suara. Sedikit bingung ketika ternyata sang kakak yang memanggilnya setelah tidak tegur sapa selama tiga hari. Walaupun bingung, Bian tetap tersenyum. Senang karena kakaknya berbicara dengan dirinya.
"Kenapa kak?"
Asta hanya menjawab dengan mengedikan bahunya lalu berjalan menaiki tangga ke arah kamarnya.
Bian dan nenek yang melihatnya bingung, sedangkan bunda yang memang mengintip dari dapur hanya menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan anak sulungnya.
"Ngidam apaan aku punya anak aneh banget kayak gitu" Gumam Maria lirih.
***
Asta tidak tahu harus apa sekarang. Dia sedang malas memainkan ponsel. Tugas sekolah pun tidak ada. Benar-benar membosankan.
Menatap sekeliling kamarnya lalu matanya jatuh pada sebuah kertas di atas meja belajarnya.Menghela nafasnya kasar lalu menghampiri meja belajarnya dan duduk disana sembari melihat-lihat kertas yang tadi menarik perhatiannya.
Kertas itu berisi materi BK yang pak Bagas janjikan. Ternyata setelah Asta menghampiri Aza di taman belakang sekolah membuahkan hasil. Saat Aza menyuruh Asta pulang dan meninggalkannya ternyata Aza berjalan ke ruangan pak Bagas dan mengatakan jika Asta yang menyuruhnya. Tapi karena pak Bagas sedang sibuk selama tiga hari ini jadi pak Bagas baru menyerahkan materinya.
"Jadi makin bingung sama perasaan gue kalo kaya gini!"
Percayalah, Asta benar-benar tidak menginginkan fase galau tentang hati seperti ini. Maksudnya setidaknya tidak sekarang, Asta belum menginginkannya.
Trauma dari pengkhianatan dan perceraian orang tuanya masih ada. Masih membekas.
Asta hanya takut, ketika dia membuka hatinya dan percaya dengan cintanya, Asta akan di khianati dan ditinggalkan.Menghela nafasnya kasar lalu memutuskan untuk membaca materi BK yang diberikan pak Bagas di sekolah tadi dengan serius. Menyampingkan pikiran soal bagaimana perasaannya yang sedang bimbang.
***
Hari ini, kelas Asta sedang mengikuti pelajaran olahraga. Di sekolah ini ada 3 guru olahraga, satu mengajar kelas IPA,satu mengajar kelas IPS, dan satu lagi mengajar kelas bahasa.
Saat sedang bersiap untuk mulai pemanasan sambil menunggu guru olahraga yang bernama pak Budi datang, Asta di kejutkan dengan kedatangan rombongan kelas IPS. Lebih terkejutnya lagi itu kelas Aza.
Asta kelabakan sendiri. Berusaha tidak memandang rombongan kelas IPS dan mengajak Rina teman sekelasnya bicara.
"Hei Rin, udah ngerjain pr?" Tanyanya gugup.
"Pr apaan? Kan hari ini nggak ada pr sama sekali." Jawab Rina bingung. Pasalnya memang hari ini sedang tidak ada tugas rumah.
Asta memukul kepalanya sendiri berulang kali. Bodoh sekali rasanya menanyakan hal yang memang sudah diketahui oleh dirinya sendiri.
Rina yang melihat Asta memukuli kepalanya sendiri pun panik. Mencoba menarik tangan Asta lalu berkata, "eh jangan di pukulin, takutnya lo makin bego."
Asta berhenti dan memandang Rina melongo, "hah?"
Rina tertawa.
"Baik anak-anak, kita mulai olahraganya, berhubung pak Arga tidak masuk jadi kita akan bergabung bersama kelas ips."
Suara pak Budi mengalihkan perhatian Asta.
Jadi hari ini kelasnya di gabung bersama kelas ips?Melirik ke arah Aza yang ternyata sedang memandanginya. Asta meneguk ludahnya kasar lalu fokus dengan pemanasan yang dipadu pak Budi. Lebih tepatnya, pura-pura fokus.
Bagaimana dia bisa fokus jika sekarang Aza berada di sampingnya. Entah bagaimana caranya Aza tiba-tiba disini, Asta bahkan tidak melihat Aza berjalan ke arah sini tadi.
"Kamu sedang menghindari saya ya?" Tanya nya sembari mengikuti pemanasan.
Asta menoleh dengan kikuk, terus menggeleng.
"Lalu, kemana saja tiga hari kemarin?"
Aduuh, Asta harus bilang apa. Masa dia bilang kalau dia sengaja di kelas terus untuk tidak bertemu dengan Aza. Kan malu.
"Di kelas."
Pemanasan sudah berhenti, sekarang waktunya penilaian basket. Akan di panggil urut absen oleh pak Budi di mulai dari kelas ipa dahulu.
Sembari menunggu nomer urutnya di panggil, Asta duduk di bawah salah satu pohon bersama Sania yang menghampirinya tadi. Sedikit terkejut jika ternyata Aza mengikutinya dan duduk di sampingnya sekarang.
"Jika di kelas terus memang tidak lapar?" Tanyanya mengejutkan Asta.
Asta pikir Aza sudah tidak akan bertanya lagi soal kemana dirinya tiga hari kemarin. Duh, Asta jadi bingung harus menjawab apa.
"Bawa bekal." Jawab Asta seadanya.
Hanya itu yang dipikirannya.Aza sudah ingin berbicara lagi sebelum suara Sania menghentikannya, "bohong. Asta nggak pernah bawa bekal tau, Za!" Ucapnya serius.
Refleks Asta melotot ke arah Sania.
Gagal sudah kebohonganya.Setelah mendengar ucapan Sania barusan, Aza hanya diam lalu pergi menuju teman-temannya.
Asta memandangnya bingung.
Dia berpikir apakah Aza marah? Kenapa dirinya merasa bersalah karena sudah berbohong.Dan setelah itu selama pelajaran olahraga, Asta hanya diam menunduk. Bahkan ketika gilirannya di panggil pak Budi untuk ujian basket, dia gagal. Padahal, basket adalah olahraga favoritnya. Dari kecil dia pandai bermain basket.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Boy
Novela JuvenilMelihat kehidupan orang tuanya, Asta memilih untuk tidak jatuh cinta. Dirinya lebih memilih menjadi saksi cinta orang lain, yang menurutnya mirip sekali dengan novel yang selalu di bacanya. Disaat Asta sudah terlampau nyaman dengan caranya, takdir m...