Delapan - Jaket

40 6 0
                                    

Asta tidak pernah segelisah ini ketika hari Minggu datang. Biasanya ia akan bangun siang dan berlanjut malas-malas an. Namun tidak hari ini, Asta bangun pagi-pagi sekali dan sekarang sedang duduk di depan teras rumah.

Bunda dan Nenek bahkan sempat bingung melihatnya. Karena memang biasanya Asta akan menghabiskan minggunya untuk bermalas-malasan daripada pergi dengan teman-temannya.

Minggu ini berbeda, katanya.
Sejak pagi hingga pukul sepuluh ini, Asta terus saja duduk di teras rumah, menunggu seseorang yang bahkan belum tahu benar akan datang atau tidak.

Meruntuki diri sendiri, sebab melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan selama ini.

Bian keluar dari dalam rumah dan duduk di seberang Asta. "Lo lagi nunggu siapa sih?" Tanyanya.

"Gue nggak nunggu siapa-siapa, cuma mau duduk disini." Jawab Asta gugup karena Bian menatapnya curiga.

Bian mengangguk percaya -padahal sebenarnya tidak.- , lalu mulai kembali masuk ke dalam rumah.

Sudah dua jam lebih Asta duduk disini, namun seseorang yang sedang di tunggunya tidak kunjung datang. Menghela nafas kecewa lalu mulai melangkahkan kakinya masuk rumah.

Namun baru dua langkah, Asta mendengar suara deru motor yang sangat ia kenali. Dia datang, pikirnya senang.

Asta membalikan badanya dan berlari untuk membuka gerbang, lalu kemudian motor Aza masuk ke pekarangan rumah nenek Asta.

Aza membuka helmnya lalu milirik Asta, "maaf, saya lama ya?"

Asta menggeleng. Ia sedang berusaha menyembunyikan senyumnya. Entahlah, ia merasa senang Aza akhirnya datang walaupun hanya untuk menagih jaket.

"Loh, siapa kak?"

Suara itu mengagetkan Asta.
Bunda sudah berdiri di depan pintu ketika mendengar suara deru motor masuk tadi.

"Temen Asta, Bun."
Asta hanya menjawab seadanya.

Bian keluar dari rumah ketika melihat Bunda keluar, sempat bingung, namun kemudian menatap sang kakak lalu tersenyum menggoda, "temen apa temen." Katanya.

Aza turun dari motornya, kakinya melangkah ke arah Bunda Asta dan menyalimnya.

Bunda tersenyum, "nama kamu siapa?"

"Saya Aza, tante." Jawabnya sambil tersenyum kecil yang hampir tidak kelihatan.

"Panggil Bunda aja."

Aza mengangguk. Setelah itu Bunda menyuruh Asta untuk membuatkan minum buat Aza.

***

"Tau dari mana rumah gue?" Tanya Asta ketika mereka berdua hanya diam canggung.

"Rahasia." Jawabnya yang sangat amat tidak memuaskan.

"Oh iya, bentar biar gue ambil jaket lo."

Asta baru saja akan beranjak berdiri namun tangannya di cekal Aza untuk duduk kembali.

"Nanti saja, masih ingin lihat wajah kamu."

Asta merona. Astaga, lancar sekali lelaki itu berbicara dengan santainya. Tidak tahu saja jantung Asta rasanya akan meledak.

Baru pertama kali Asta merasa seperti ini hanya karena seorang lelaki, biasanya ia tidak pernah terpengaruh sama sekali, memilih cuek dan abai. Berbeda setiap kali kalimat yang di ucapkan oleh Aza.

Different BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang