Sepuluh - Novel Baru

31 2 0
                                    

Seorang lelaki muda memasuki rumah besar dan mewah dengan langkah yang santai. Mengangguk ketika mendapati para penjaga yang menunduk hormat ke arahnya.
Di depan pintu sana berdiri satu sosok lelaki tua yang masih sangat berwibawa tersenyum menyambut kedatanganya.

"Akhirnya tuan muda kembali kerumah."

Yang di panggil tuan muda hanya mengangguk kemudian berjalan untuk lebih masuk ke dalam rumah mewah tersebut.
Matanya menatap keliling untuk melihat-lihat apakah ada yang berubah sejak terakhir kalinya ia pulang ke rumah.

"Ibu dimana, Pak Angga?" Tanya si tuan muda.

Pak Angga, ketua penjaga ingin menjawab pertanya tuan mudanya, sebelum wanita dengan gaun indah berlari kecil kemudian menghambur ke pelukan si tuan muda seraya berkata, "kamu pulang, nak."

"Merindukan, Ibu." Kata si tuan muda seraya membalas pelukan sang ibu.

Di atas tangga sana, ada dua orang lelaki berbeda umur namun sangat mirip. Lelaki yang lebih tua namun masih sangat berwibawa itu tersenyum kemudian melangkah turun untuk ikut memeluk istri dan anaknya yang baru pulang ke rumah, di ikuti oleh lelaki muda satunya.

Pak Angga yang melihatnya pun pamit mengundurkan diri dan kembali berjaga di depan pintu.

Si tuan muda melepaskan pelukannya, "saya tidak bisa lama disini, hanya ingin memeluk ibu. Jadi, saya harus pergi." Ucapnya.

"Kau tidak merindukan ayah dan abangmu ini?"

"Tentu saja rindu, tetapi saya harus kembali karena besok harus sekolah." Si tuan muda tersenyum tipis. Sangat tipis.

Memeluk ibunya sekali lagi, kemudian melangkahkan kaki keluar dari rumah mewah tersebut.

Saya akan kembali jika saya sudah mendapatkan kebahagiaan saya.

***

Hari ini kantin begitu penuh dengan siswa, sampai-sampai ada yang tidak mendapatkan tempat duduk untuk makan. Untung saja Asta sudah lebih dulu datang ke kantin lebih awal. Kalau tidak, sudah di pastikan ia tidak dapat tempat duduk.

"Tumben banget ya, kantin rame banget gini."

Asta mengangguk mengiyakan.
Kantin memang selalu ramai, tetapi ini seperti semua orang di sekolah ini masuk ke dalam kantin.

Saat sedang fokus mengamati kantin, Asta di kejutkan oleh paper bag merah yang sudah sangat tidak asing lagi di mejanya. Mendongak untuk melihat siapa yang membawa paper bag ini.

"Ini saya kembalikan. Terimakasih, makananya enak."

Aza akan kembali pergi lagi sebelum lengannya  ditarik oleh Asta. Sedikit terkejut, namun juga membuatnya senang.

"Mau kemana?" Tanya Asta.

"Taman."

Asta berdiri dari duduknya, "aku ikut, ya." Katanya.

Aza mengangguk. Mereka akhirnya pun keluar dari kantin yang ramai menuju taman sekolah, meninggalkan Sania yang kesal karena di tinggal.

Selama perjalanan menuju taman sekolah, hanya hening yang terjadi di antara mereka.

"Aza?" Asta pun memberanikan diri untuk memanggilnya.

"Jangan berbicara dulu, saya sedang mengatur jantung saya."

Asta mengernyitkan dahinya bingung, "kenapa?"

"Jantung saya sedang berdetak kencang."

"Kenapa?" Lagi-lagi Asta hanya mampu bertanya 'kenapa'

"Karena terlalu senang dekat dengan kamu." Jawabnya.

Oke, Asta mendadak menyesal bertanya.
Jika sudah seperti ini, tidak baik untuk jantung dan pipinya yang akan memerah.

"Oh iya, makanan itu yang masak bunda. Sengaja di titipin buat kamu katanya." Asta sengaja mengalihkan pembicaraan. Takut jika nanti akan semakin merona.

"Tolong bilang, terimakasih."

Asta mengangguk.

Kenapa rasanya jarak kantin ke taman menjadi sangat jauh?
Ketika Asta sedang sibuk dengan pikiranya, ia di kejutkan oleh ucapan Aza.

"Pulang bersama saya?

Asta tidak punya pilihan lain selain mengangguk malu-malu.

***

Sekarang Asta sedang berada di toko buku langganannya membeli novel.
Pulang tadi, Aza menghampirinya ke kelas untuk pulang bersama. Kedekatan mereka menimbulkan banyak tanya siswa lain, terutama Sania yang terus di tinggal oleh Asta.

Selama perjalanan pulang di atas motor, Aza menanyakan hal yang membuat Asta bahagia, lalu Asta menjawabnya dan berakhir di toko buku ini.

Ketika sampai di depan toko buku, Asta bertanya, "kenapa ke toko buku?"

Aza malah menjawab, "ingin membuat kamu bahagia."

Asta menggelengkan kepalanya mengenyahkan segala ucapan Aza tadi yang membuat pipinya merona lagi, lalu kembali fokus mencari buku novel yang baru.

Hingga matanya menemukan satu buku yang menarik perhatianya. Mendekati si buku dan membaca bagian belakang buku.

Buku ini lucu, katanya.

Setelah yakin jika ia ingin buku tersebut, Asta berjalan ke arah kasir untuk membayarnya, namun ketika ia akan mengeluarkan uang dari dompetnya, suara berat itu mengejutkannya, "sudah saya bayar. Ayo pulang, takut dicari bunda." Katanya.

Asta tersenyum malu-malu seraya berkata, "terimakasih."

Aza hanya mengangguk membalasnya.

Selama perjalanan pulang, Aza selalu menanyakan hal-hal aneh kepada Asta.
Contohnya seperti ini,

"Kenapa kamu di bumi?"

Asta mengernyitkan dahinya bingung lalu bertanya, "memangnya tidak boleh?"

"Tidak. Sebab, bidadari harus di langit."

Oke, itu adalah salah satu pertanyaan aneh Aza yang berujung membuat dirinya merona.

Karena percakapan yang begitu asik, Asta tidak menyadari jika ia sudah sampai di depan rumah neneknya.

Tersenyum kecil ke arah Aza,
"Terimakasih ya sudah mengantarkanku pulang dan membeli novel ini untukku."

"Tentu. Asal kamu bahagia, saya senang melihatnya."

Asta mengangguk malu-malu, "aku masuk dulu, kamu hati-hati, ya."

Setelah mengucapkan itu, Asta berlari kecil memasuki rumah dan Aza yang pergi dengan motornya dari komplek perumahan nenek Asta setelah melihat gadisnya sudah masuk kedalam rumah dengan selamat.

"Tugas mengantar bidadari sudah selesai." Gumam Aza pelan sebelum pergi.

TBC.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Different BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang