"Ta, maaf ya tadi pagi gue nggak bisa nganterin lo ke jakarta. Bokap gue dirumah dan nyuruh gue nggak boleh bolos. Lo tau sendiri bokap gue galak banget."
"Nggak pa-pa, Rin."
Asta baru saja sampai di rumah neneknya di jakarta. Seharusnya dirinya istirahat atau membereskan pakaiannya, tetapi dirinya lebih memilih mengangkat telepon dari Arin.
"Gue belum apa-apa udah kangen lo. Sekolah jadi sepi."
"Nggak usah lebay. Gue disitu aja sering ditinggal sendiri terus sedangkan lo nya ngapel di kelas sebelah."
Asta juga rindu sebenarnya. Inginnya pulang ke bandung, lalu pergi main dengan Arin sepuasnya.
"Ya maap, kan gue khilaf."
Asta mendengus lalu berkata, "gue tutup ya, banyak yang harus di beresin."
"Yaudah deh. Jangan lupa nanti malem kita harus video call!"
"Iya serah."
Memutuskan panggilan begitu saja tanpa mau mendengarkan Arin yang ingin bicara lagi. Bukan jahat atau tidak sopan, kalau diteruskan bisa-bisa Arin bercerita sampai besok.
Mata Asta melihat kamar yang di chat berwarna hitam dan putih. Katanya, sengaja khusus memilih warna itu karena Asta menyukai dua warna tersebut.
Asta mulai membereskan pakaiannya jika saja Bian tidak datang ke kamarnya tanpa mengetuk pintu.
"Ketuk pintu dulu kalo mau masuk!"
"Di suruh makan sama nenek." ucap Bian lalu melenggang pergi begitu saja mengabaikan Asta yang ingin protes.
Mendengus kesal sambil bergumam, "adik durhaka." Lalu mulai menyusul Bian ke meja makan.
***
Pagi ini Asta sedikit terburu-buru untuk berangkat ke sekolah barunya. Salahkan Arin yang bercerita sampai tengah malam pada video call semalam.
Menuju meja makan untuk mengambil satu lembar roti tanpa diolesi selai, Menurut Asta setidaknya perutnya terisi. Berjalan ke arah bunda yang sedang membuatkan teh untuk nenek.
"Bun, Asta berangkat dulu. Cepet salim ini buru-buru." Mengambil tangan Maria untuk dia cium lalu berlari keluar rumah tanpa menghiraukan teriakan Maria untuk berhati-hati.
Bian sedang menunggu dirinya bersama nenek di teras. Nenek sepertinya senang sekali tinggal bersama cucunya sampai mau mengantarkan cucunya berangkat walaupun sampai depan rumah.
"Yuk berangkat, takut telat." Memakai sepatunya buru-buru lalu berjalan menghampiri nenek untuk dia cium tanganya lalu menyeret Bian masuk mobil neneknya. Mungkin mulai saat ini Asta dan Bian akan di antar jemput si supir.
Selama perjalanan Bian terus berbicara soal Asta yang lama sekali, mirip ibu tetangga di rumahnya bandung dulu. Ah, memikirkannya jadi membuat Asta rindu bandung.
"udah diem nggak usah bawel deh. Nih makan." Menjejalkan sedikit roti yang di ambilnya tadi ke mulut Bian.
***
Sekarang Asta sudah berada di kelasnya, 12 IPA 3. Setelah tadi pagi sampai di sekolah dan melewati segala tetek bengek nya, Asta menemukan kelas barunya diantar oleh wali kelasnya tadi pagi.
"Yuk, ke kantin bareng."
Asta menoleh ke teman satu bangkunya."Yuk, laper juga nih hehe."
Rasanya masih canggung sekali, karena Asta bukan tipikal cewek yang mudah bergaul.
Teman satu bangkunya ini bernama Sania, gadis cantik yang mempunyai lesung di kedua pipinya."Nggak usah canggung gitu kali, Ta." Ucap Sania sambil tertawa melihat kecanggungan Asta yang ketara sekali.
"Belum terbiasa."
Sania tersenyum yang menampakan lesung di kedua pipinya, lalu menggandeng lengan Asta keluar kelas menuju kantin.
Di jam istirahat seperti ini kantin memang selalu ramai. Sampai Asta merasa pusing sendiri karena banyak sekali murid di sekolah barunya ini yang memenuhi kantin. Seingatnya, sekolahnya dulu tidak seramai ini.
"Ta, kita gabung sama anak IPS nggak pa-pa ya? Soalnya udah pada penuh tempat duduknya."
Ucapan Sania mengalihkan fokus Asta, lalu Asta mengangguk mengiyakan. Kalo boleh jujur, sebenarnya Asta bingung makanya dia mengiyakan ucapan Sania saja.Sania lagi-lagi menarik lengan Asta ke arah penjual makanan. Asta sempat bingung ingin memakan apa, sebab banyak sekali menunya. Namun akhirnya Asta memilih membeli bakso dengan air putih dingin, sedangkan Sania membeli nasi goreng dengan es milo.
Setelah mendapatkan makanan pesanannya, mereka berjalan ke arah bangku yang tadi dibicarakan Sania. Asta dapat melihat tiga orang cowok dan satu orang cewek yang tomboi dilihat dari penampilannya.
"Kita boleh gabung ya." Ucapan Sania menarik perhatian mereka.
"Boleh deh." Ucap si cewek tomboi.
Sania duduk di samping si cewek tomboi yang belum Asta tahu namanya."Sini duduk, Ta."
Asta duduk dengan kaku di samping Sania. Dapat dilihatnya kalau di depan Asta ada cowok yang memandangnya tanpa ekspresi, Asta mencoba tersenyum ramah, namun cowok tersebut malah mengalihkan pandangan ke arah teman di sampingnya.
Mengedikan bahu mencoba untuk tidak perduli lalu memakan makanannya dalam diam. Mengabaikan orang-orang di sekitarnya.
"Anak baru, San?"
Mendengar pertanyaan tersebut Asta memandang cowok yang bertanya pada Sania."Iya, kenalan gih sono."
Tiga cowok dan satu cewek tomboi yang memang belum Asta tahu namanya memandang Asta, yang mana membuat Asta gugup.
"Kenalin gue Vindo, dan yang di samping gue namanya Gandi, sedangkan yang di depan lo tanpa ekspresi itu namanya Aza, dan cewek tomboi ini nih yang di depan gue namanya Eka." Ucap Vindo memperkenalkan dirinya sendiri dan teman-temanya.
Tersenyum canggung lalu berkata, "gue Asta. Salam kenal ya."
"Asta?"
Suara berat dan dalam itu mengalihkan perhatian Asta ke arah satu cowok di depannya yang sedang memandang Asta tanpa ekspresi.
Sebenarnya Asta sedikit terpesona beberapa saat ketika mendengar suara yang kalau tidak salah bernama Aza tersebut."Ya?" Jawab Asta.
Asta sedikit bingung ketika melihat Aza malah berdiri dan pergi dari kantin. Apakah dia melakukan kesalahan? Sepertinya tidak.
Seperti mengerti jika Asta sedang bingung dengan sikap Aza, Gandi berkata, "Tenang, si Aza orangnya emang gitu, Aneh. Kaku lagi."
"Kita duluan ya." Ucap Eka dan berjalan pergi keluar kantin di ikuti Vindo dan Gandi.
"Lo udah selesai belum makannya?" Tanya Sania.
"Belum, dikit lagi." Jawab Asta dan kembali melanjutkan makan yang sempat tertunda tadi.
Gue bawa novel nggak ya tadi pagi? Batin Asta sambil memakan makanannya.
TBC.
Hayoloh si Aza udah muncul..
Gemes sendiri nulis bagian Aza.Disini konfliknya ringan, jadi jangan terlalu berharap konflik berat.
Gue suka nggak tega buat masalah gede-gede buat Aza dan Asta.Ehe...
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Boy
Teen FictionMelihat kehidupan orang tuanya, Asta memilih untuk tidak jatuh cinta. Dirinya lebih memilih menjadi saksi cinta orang lain, yang menurutnya mirip sekali dengan novel yang selalu di bacanya. Disaat Asta sudah terlampau nyaman dengan caranya, takdir m...