4- Bagian Empat

969 154 5
                                    

Maaf terjadi sedikit kesalahan, part terbalik jadi harus aku hapus dan post ulang.

⌛⌛⌛

Sepanjang perjalanan pulang, rasa sebalku pada Aidan tiba-tiba berganti rasa bersalah. Aku mungkin terlalu memikirkan perasaanku sendiri daripada perasaan orang lain. Kenyataannya Aidan tak begitu membuat kesalahan besar padaku, dia sebenarnya baik tetapi aku terlalu berpikir negatif tentangnya karena intronya tidak kusukai.

Jalan Noble, jalan yang kulewati ini ramai seperti biasa. Pedestrian area dipadati para siswa, mahasiswa, maupun pekerja. Jas transparan Hydrocarbon School-ku harus bergesekan dengan lengan orang-orang dewasa yang tubuhnya lebih tinggi dariku saat aku berbelok dari Jalan Noble.

Tetapi dari banyaknya orang-orang ini, tersisa sesuatu yang jatuh. Aku segera memungutnya dan melongokkan kepalaku mencari pemilik buku mini ini.

Sepertinya pria yang berlari ke arah berlawanan adalah pemilik buku mini ini. Di salah satu bahunya tersampir tas yang resletingnya setengah terbuka. Bisa jadi ia tadi berusaha mengeluarkan sesuatu tetapi tidak sadar bahwa salah satu barang miliknya ikut keluar lalu terjatuh.

"Pak, buku milikmu terjatuh!" teriakku sambil berlari kecil mendekatinya. Teriakanku, seperti yang kalian tahu, selalu nyaring dan membahana, menyita perhatian orang-orang sekitar.

Pria itu sempat menoleh tetapi tak sempurna 180 derajat sehingga belum dapat melihatku.

"Pak! Tolong berhentilah. Ini punyamu!" seruku tanpa berhenti berlari. Tetapi pria bertubuh jangkung itu terlalu cepat berlari sehingga ia telah bermeter-meter lebih jauh dariku.

Pria itu langsung meraih pegangan bus umum begitu bus telah berhenti. Terlalu jauh hingga aku tak lagi mampu mengejarnya.

Jauh setelah bus membawa pria itu pergi, pria itu baru menyadari jika resleting tasnya terbuka. Sayang ia hanya teringat untuk menarik penuh resleting tasnya tanpa mengecek isinya.

Kuputuskan untuk membawa buku mini itu pulang. Akan kukembalikan suatu hari nanti. Meskipun aku tak yakin bisa bertemu dengannya suatu hari nanti. Meninggalkannya disini percuma saja meskipun pemiliknya akan kembali untuk mencari. Petugas kebersihan akan lebih dulu memungutnya.

Spongebob langsung mendekatiku begitu aku melepaskan sepatu didepan rumah. Spongebob tahu sekali sudah saatnya pemiliknya memandikannya.

Ibu meninggalkan pesan diatas meja makan. "Ibu pulang agak malam nanti, ada pasien yang cukup serius. Jangan lupa makan dan membersihkan rumah ya, Sayang."

Rumah ini selalu sepi. Semenjak Ibu kembali bekerja menggeluti profesinya sebagai perawat rumah sakit, kami jarang sekali berkumpul dan makan malam bertiga. Zaki juga kebanyakan main game di kamarnya.  Ditambah marahku kemarin, Zaki semakin diam tidak mau berbicara denganku sejak pagi tadi.

Sebelum ayah dipindah ke luar kota, dan ibu masih belum mendapat pekerjaan, kami sering sekali berkumpul bersama. Ibu sering memasakkan makanan kesukaanku dan Zaki, cumi pedas manis. Hanya ayah yang protes karena tidak suka baunya. Tetapi itu terasa lelucon yang amat lucu bagi kami ketika ayah menutup hidungnya begitu cumi dihidangkan.

Semua sudah raib. Tak ada lagi rumah yang terasa hangat dengan candaan menggema di seluruh sudut rumah. Sepi sekali. Terkadang ketika seperti itu aku berharap hari-hari itu bisa kembali. Aku rindu semuanya.

Sekarang aku lebih sering marah-marah pada Zaki. Zaki pun hanya diam jika aku memarahinya terlalu jauh hingga menyinggung Zaki yang baru berumur tiga belas itu. Bahkan aku tak ingat kapan terakhir kali aku bisa akur dengan Zaki.

DIGITAL WAR [Completed] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang