Author's point of view
Sore yang kelam dengan halus mengusir para pendatang untuk pergi. Sekaligus memisahkan orang-orang dengan kelompok yang besar. Bus-bus yang datang dari Hydrocarbon School melompong sebagian. Bencana virus hari itu telah menyedot murid-murid Hydrocarbon School yang mana bukan bagian kecil.
Sayangnya awan hitam menggumpal yang sebentar lagi menumpahkan air tidak cukup untuk membuat laki-laki tampan yang memegang ponsel di telinganya terburu-buru. Para perawat meliriknya takut sambil memberi peringatan untuk menurunkan ponsel dari telinganya. Kembarannya, berusaha juga menurunkan ponsel itu. Tetapi ia bersikeras, sambil marah-marah pada orang di seberang sana.
"Woy plis, Bro, beneran nggak, nih?"
Yazhi menggelengkan kepalanya demi melihat kelakuan adik kembarnya yang berbicara asal pada bodyguard kepercayaan mereka.
Yazhura menurunkan ponselnya setelah mengangguk-angguk. "Kak, Kita tidak bisa pergi sekarang.". Yazhura mengedarkan pandangan, sadar beberapa perawat memerhatikannya. Di seberang sana, pembimbing mereka meneriakkan nama mereka agar segera menaiki bus.
Tanpa memdulikan teriakan guru pembimbing, Yazhura menarik tangan Yazhi menjauh. "Kalau kita ke Athorios sekarang, mereka bakal menangkap Elsa! Ran juga! Aidan! Kita haru tolong."
"Mereka siapa?"
Sebagai jawabannya, Yazhura berbicara lirih di dekat telinga Yazhi. Yazhi terlihat kaget sebentar. Lalu sebuah ide menerangi kepalanya.
Ide itu membawa kaki mereka melangkah ke laboratorium para perawat di posko kesehatan. Melupakan guru pembimbing mereka yang berusaha mengejar dan mencari mereka. Tanpa keraguan, Yazhura membuka pintu laboratorium kasar. Para perawat disana memalingkan wajah, kaget.
"Pak, Bu, perawat, bisakah saya bicara dengan kepala perawat disini?" Yazhi yang berbicara.
Para perawat saling pandang. Lalu terlihat perawat laki-laki yang mendekat ke arah Yazhi dan Yazhura. "Ada yang bisa kami bantu?"
Yazhi dan Yazhura mengangguk bersamaaan. "Ada! Pak, tolong kami, kali ini saja."
Pak perawat yang sepertinya Pak kepala perawat itu mengiring Yazhi Dan Yazhura menjauh dari laboratorium. "Jelaskan apa yang kalian perlukan."
"Terimakasih, Pak, sebelumnya. Tolong, Pak.. tolong buatlah data palsu tentang kami, dan dua teman kami! Tolong sampaikan pada guru pembimbing kami bahwa kami tidak bisa pergi karena terkena virus itu.." kata Yazhura sekali tarikan napas. "Terdengar tidak masuk akal, Pak.. tapi tolong kami kali ini... Saja. Cukup katakan itu pada guru pembimbing kami.. apa yang akan kami lakukan nantinya, Bapak tidak perlu khawatir."
Kepala perawat itu mengerutkan keningnya. Wajahnya yang sebagian tertutup masker dan pelindung transparan, membuat mereka tidak dapat mengenali wajah perawat itu.
Karena perawat itu diam beberapa saat, Yazhi dan Yazhura merasa perawat itu akan mempertimbangkannya. Setidaknya, menambah optimisme mereka. Mereka terus mengatupkan tangan memohon, setajam apapun kepala perawat memandangnya.
Kesepakatan pun dibuat. "Baiklah," jawab Kepala Perawat itu.
⏳⏳⏳
Aidan's point of view
Tak!
"Aw!" Setelah menarik gelangku yang elastis, gelang itu memantul ke kulitku dengan keras.
Demi melancarkan rencanaku, aku harus menggunakan fungsi asli gelang ini. Aku berpikir sebentar, bagaimana caranya agar tidak ketahuan para perawat, terutama Bu Rosa. Terakhir kali aku menyelinap adalah saat di Bright Corps. Cukup berhasil karena tidka ketahuan Aldric dan pegawai Bright Corps. Tapi gagal karena tertangkap Pak Tua Mark.
Aku juga harus berpikir dimana keberadaan Kak Fay karena banyak sekali pasien yang diisolasi. Sementara aku tidak bisa mengetahui siapa dikamar yang mana.
Seingatku, karena berada di antrian akhir, pasien yang teridentifikasi paling akhir mendapat kamar di bagian paling depan sayap bangunan posko ini. Kalau Kak Fay diisolasi juga, itu berarti tempatnya tidak jauh-jauh dariku. Sementara jika aku harus keluar dan mengecek setiap kaca kamar satu persatu, itu akan mudah ketahuan para perawat. Ada beberapa perawat yang berjaga dan mondar-mandir di koridor luar kamar-kamar isolasi. Jadi kuputuskan cara ini.
Aku akan melompat dari kamar ke kamar lewat gelang portal yang melubangi pembatas seketika aku menempelkan dan merentangkannya di dinding pembatas. Sebenarnya ini berisiko. Tapi setelah kupikir-pikir... tidak ada cara yang tidak beresiko.
Setelah memastikan tidak ada suara perawat berlalu-lalang di luar ruang isolasi, aku memulai aksiku. Tanpa ragu kutempelkan gelangku pada sisi dinding pembatas. Perlahan, aku merentangkannya sampai kiranyakaki dan badanku bisa melewati lubangnya.
"Apa yang kau lakukan?" Bayanganku tentang seseorang yang tidak kukenal lenyap, karena kamar yang kumasuki adalah kamar seseorang yang kukenal.
Aku menarik gelangku dari dinding. Dinding itu sempurna menutup lagi. "Aku tidak bisa menjelaskan padamu, rumit. Dan juga, kau Tak perlu tahu, sih."
Zea menatapku dengan kening berkerut tanpa jawaban apapun.
"Kamu pasti juga tidak akan tahu tentang perempuan asing yang kucari." Kataku sambil sibuk menempelkan gelangku di sisi dinding yang lain. Kakiku sudah melangkah, tapi-
"Perempuan lusuh maksudmu?" Aku diam. "Dia tidak di kamar sebelah. Dia di kamar seberang. Seberang kamarku."
Kakiku yang telah terulur, kutarik lagi. Entah apa yang dipikirkan orang di kamar sebelah saat tahu ada penampakan kaki tanpa tubuh, aku minta maaf. Gelangku mengerut saat kubiarkan, tidak kurentangkan, Dan segera kutarik. "Benarkah?"
Oh.. apakah aku harus melewati para perawat? Sebenarnya melompat dari kamar ke kamar juga sedikit menyebalkan karena aku teringat dengan kejadian dengan gelang ini di rumah Elsa dulu. Saat aku dan Zaki tak sengaja turun bak malaikat di kamar Elsa. Lalu mendapat amarahnya setelah itu. Ini sama mengerikannya saat melihat air muka orang-orang yang Kita masuki kamarnya seperti pencuri. Posisi yang serbasalah.
Sebagai jawaban, Zea turun dari ranjangnya lalu mengintip keluar jendela kamarnya. "Disitu." jarinya menunjuk. "Aku tadi mendengar percakapan perawat bahwa ia datang dengan keadaan lusuh, perempuan asing itu."
Aku mengikutinya mengintip lewat jendela. "Terimakasih, Zea!! Ini saatnya! Tidak ada perawat sama sekali! Terimakasih!"
Entah bagaimana ceritanya Zea sekarang berada di pihakku. Ia membantuku membukakan pintu pelan, bahkan tanpa membuat suara. Aku menyeberangi koridor dan mencapai pintu kamar tepat di seberang kamar Zea. Kepalaku menengok ke belakang, Zea masih disana di kaca jendelanya. Tanpa pikir panjang, kubuka pintu itu pelan.
Kak Fay yang duduk di atas ranjang kaget melihatku masuk tanpa permisi. Ia tak berkata apa-apa, kerutan alisnya cukup mewakili pertanyaan, kenapa kau masuk?
Tapi sial, belum sempat aku berkata apapun, terdengar suara orang yang mendekat. Dan yang melangkah masuk ke kamar ternyata adalah seorang perawat, yang dari sorot matanya berusaha terlihat galak.
"Hehe." Aku nyengir. Berpikir-pikir apakah mungkin perawat laki-laki yang memiliki tag nama "Jono" ini akan memarahiku.
***
Langsung baca part selanjutnya, ya...

KAMU SEDANG MEMBACA
DIGITAL WAR [Completed] ✅
Ciencia FicciónBerawal dari meledaknya gas racun mematikan di tiga tempat di Kota Athorios, pemerintah membuat sebuah festival Teknologi besar-besaran di seluruh sekolah di Kota Athorios. Tetapi, software yang dibuat oleh pemenang festival tersebut disalahgunakan...