26 - Dua Puluh Enam : The Real Story

287 79 27
                                    

Author's point of view

Mengingat lagi sejarah kelam Aldric memang sungguh menyedihkan. Malang sekali nasib anak kecil yang harus menanggung beban seberat itu seorang diri. Hari-hari yang gelap ia lewati dengan kebencian dan dendam yang belum terbalaskan. Bertahun-tahun ia membangun kekuatannya agar bisa membalaskan dendamnya.

Dan hari itu pun tiba. Ia akhirnya memiliki kuasa atas kota kecil yang canggih dan penuh gemerlap.

Sejak hari dimana ia menemukan ayahnya tanpa nyawa, menghirup gas kuning beracun yang ia ramu sendiri -yang kemudian menginspirasi Aldric membuat gas viridichstyrum-, Aldric telah berjanji bahwa Aliansi Perdamaian harus dimusnahkan, begitu pula perintis-perintisnya.

Aldric ingat, pagi hari sebelum ayahnya meninggal, ayahnya memberikannya sebuah kunci seukuran gunting, membisikinya kenyataan yang baru ia dengar hari itu. "Dua lambang Aliansi Perdamaian.. tidak akan pernah bisa dipisahkan. Kecuali dengan kunci ini," katanya, dengan senyum tipis.

Walaupun lama mencerna, akhirnya Aldric paham mengapa ayahnya tidak pernah mengizinkannya pergi ke markas Aliansi dan selalu mencoba menyembunyikan Aldric dari anggota Aliansi Perdamaian.

Aldric menghela napas sambil memandangi foto keluarga di rumahnya. Senyum kakeknya membuat ia iba, mengapa harus tersenyum seperti itu, padahal ia tak pernah mendapatkan hak-hak yang harusnya ia dapatkan.

Jauh sebelum Aliansi Perdamaian didirikan, keluarga Aldric telah menjadi keluarga yang terkenal karena kejeniusannya. Eric, mengalami hal yang sama dialami oleh kakek Aldric. Dimanfaatkan kepintarannya, diperlakukan seperti robot. Memberinya bayaran yang tak seberapa, padahal penemuannya luar biasa. Keluarga Godric, telah berlaku seperti itu semenjak kakek Aldric. Itulah kenapa mereka ingin menyembunyikan Aldric.

Kejeniusan mereka bukan tanpa sebab. Gen mereka memiliki susunan yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Mereka dapat menciptakan teknologi lebih cepat dari manusia kebanyakan, dan tidak terduga.

Eric membisiki Aldric lagi. "Logo kembar itu bukan sembarang logo. Jika disatukan terus menerus, ekspansi Godric untuk menguasai Mars akan meluas. Kau harus memisahkannya."

"..karena harusnya kamu yang menguasai Mars, bukan dia."

Aldric terduduk. Sekecil itu, dia telah diperlihatkan sisi gelap politik. Dan ia paham, dalam seusia dimana harusnya ia bermain, ia telah memiliki ambisi untuk menguasai Mars, mengalahkan Godric.

"Itu apa, Yah?" Tanya Aldric, menunjuk tabung kaca berisi gas kuning pekat diatas meja.

"Ayah akan mulai dengan itu. Ayah akan sebar gas ini di markas, mengalihkan perhatian mereka. Sementara itu, Aldric membuka kunci kedua logo itu. Kita akan memindahkan satu logonya lewat ini." Eric menunjukkan sebuah buku. Tidak terlalu besar dan terlihat sangat sederhana. Yang paling menarik perhatian dari buku usang itu adalah logo pohon dengan tiga cabang di sampulnya.

Aldric mengangguk patuh. Ia tak bertanya itu buku apa, apakah ia bisa memindahkannya, bagaimana cara membuka kuncinya. Ia hanya patuh. Ia percaya dengan ayahnya.

Saat mereka bersiap-siap, Eric memindahkan kunci sebesar gunting itu dari genggaman Aldric ke dalam saku bajunya. Kemudian ia mengalungkan tas berisi buku tadi ke leher Aldric. "Ini, kau bisa membuka buku ini dengan ini," Aldric menggenggam kan secarik kertas berisi sebaris tulisan. "Ayah percaya padamu."

Seperti biasa, tanpa banyak bertanya, Aldric melakukan apapun yang ayahnya minta. Ia berjalan sendiri menyusuri trotoar Cerena yang ramai menuju markas Aliansi. Raut wajahnya serius, bahkan terlihat marah, sama sekali tidak mencerminkan anak berusia sepuluh tahun.

DIGITAL WAR [Completed] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang