5- Bagian Lima

774 135 18
                                    

Maaf terjadi sedikit kesalahan, part terbalik jadi harus kuhapus dulu dan kupost ulang.

⌛⌛⌛

Aku terbangun dengan sedikit tersentak. Aidan membangunkanku dengan mengetuk pelan sikuku. Aku tidur dengan posisi duduk di atas karpet lantai dengan tangan terlipat. Bahkan aku tak ingat semalam berposisi tidur seperti ini. Saat kulirik jam dinding di atas ranjang Ran, jam menunjukkan pukul enam pagi. Tetapi aku tetap santai karena semalam aku telah memutuskan untuk tidak masuk sekolah hari ini. Selama keadaan Ran masih buruk. Hal yang hampir tidak pernah terbersit untuk kulakukan.

"Selamat pagi, Elsa," sapa Ran. Ran telah terbangun dan tersenyum kepadaku. Kubalas tersenyum tipis. Aku tahu seharusnya terbalik, akulah yang harusnya mengucap selamat pagi. Tetapi kupikir tak masalah juga siapa dahulu yang mengucap selamat pagi.

"Sebentar ya, Ran. Ibuku menelepon," pamitku. Aku berjalan keluar dengan penampilan seadanya.

"Ya, Ibu?"

"Kamu dirumah Ran, Elsa? Tadi malam Ibu coba telfon Ibu Ran, tapi nggak diangkat." suara Ibu diseberang terdengar panik. Baru kali ini mendengar suara Ibu lagi setelah malam kemarin, itu pun hanya sebentar.

"Ibu tahu darimana Elsa di rumah Ran? Dikasih tahu Oxy, ya?"

"Kata Zaki Kak Elsa dijemput cowok, ya mana Ibu percaya orang kamu nggak pernah main sama cowok, mainnya sama Ran terus. Ibu ke kamar kamu dan kata pyramidmu kamu ke rumah Ran."

"Oh, gitu." Syukurlah Ibu tidak percaya. Jika iya, bisa saja ia berpikiran macam-macam. Dan kalau benar Zaki tahu, berarti ia kemarin memerhatikanku.

"Kamu nggak sekolah, Elsa?" tanya Ibu.

"Tidak, Ibu. Elsa ingin menunggu Ran. Ran sakit, Ibu." jawabku sambil memandangi bodyguard yang terlihat menghampiriku. Ia lalu diam berdiri satu meter disampingku.

"Oh, begitu. Hati-hati, Elsa. Maaf Ibu akhir-akhir ini pulang malam. Ada pasien serius di rumah sakit, Sa." Elsa, begitu Ibu selalu memanggilku. Tidak dengan sebutan Nak, Sayang, dan semacamnya. Dulu aku sempat kesal tidak pernah dipanggil dengan sebutan demikian seperti layaknya ibu dan anak. Tapi lambat laun aku menyadari justru dengan memanggil sebutan namaku langsung, Ibu telah meruntuhkan benteng yang membatasi hubungan ibu dan anak. Kami malah terdengar seperti sahabat.

"Hati-hati, Ibu." kataku.

"Love you, Kak Elsa." Ibu mengakhiri percakapan dalam telepon kami.

"Nona, makan pagi lima belas menit lagi." Seorang bodyguard tadi angkat bicara. Aku terkejut karena ternyata daritadi ia menungguku selesai menelepon.

Aku mengangguk kaku. Masih berusaha menyesuaikan perlakuan pelayan-pelayan Ran seperti ia melayani tuan kecilnya.

"Ck, mandi dulu, El. Masak mau makan berantakan," Aidan, sambil duduk dengan satu kaki terangkat dan bermain ponselnya, menegur. Tetapi melihat Aidan memainkan ponsel, aku teringat kejadian tadi malam.

Kami dibawa Ran ke ruangan lebar berbentuk permata bundar yang isinya taman beserta air terjun dengan melewati banyak bodyguard. Lalu Aidan menunjukkan kepada kami, Gelang Portal miliknya karena aku menanyakan soal Zaki hari sebelumnya. Lalu kami mencoba menggunakannya, menemukan Alfin, Ran membuka ponsel, Aidan juga, Ran pingsan, Ran demam.

"Dan, apa yang terjadi semalam?" tanyaku pada Aidan. Aidan menggeleng, enggan memberitahu.

"Mandilah dulu, makan, baru kuberitahu."

Dasar. Si anak ini sudah menyebalkan dari awal memang.

Aku berlalu masuk lagi ke kamar Ran. Bukan, ini juga bukan kamar. Ini lebih seperti klinik pribadi keluarga Ran. Ruangannya hampir menyerupai rumah sakit. Banyak alat medis, tetapi didesain santai layaknya kamar (ranjangnya bukan ranjang kecil dan keras seperti di rumah sakit, lantainya berlapis kayu dan karpet lembut, bukan lantai yang dingin).

DIGITAL WAR [Completed] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang