30

5K 528 36
                                    

Perlahan kehangatan yang selalu (namakamu) dapatkan hilang, tidak ada senyuman manis yang selalu Iqbaal tunjukan, tidak ada Iqbaal yang manja, semua hilang karena foto itu, sebenarnya (namakamu) ingin menjelaskan semuanya, meluruskan semua kesalahfahaman, tetapi Iqbaal masih dalam keadaan emosi, (namakamu) tahu Iqbaal sulit untuk mengontrol emosinya sendiri.

(namakamu) sedari tadi hanya diam di meja makan, menunggu Iqbaal yang belum juga pulang, padahal waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Sampai akhirnya (namakamu) tertidur di meja makan.

Sementara Iqbaal yang baru saja sampai rumah langsung menghentikan langkahnya saat melihat istrinya tertidur dengan tangan sebagai bantalannya. Iqbaal sangat merasa tidak tega, hatinya terluka, tapi ia harus melakukan ini, agar istrinya menyadari semua kesalahannya.

Dengan napas berat, Iqbaal membopong istrinya ke kamar, lalu menarik selimut sampai sebatas dada.

"Aku sayang kamu, tapi hati aku sakit saat tahu kamu khianatin aku, aku sebenarnya gamau kaya gini, tapi ini semua demi kebaikan kamu, supaya kamu sadar dimana letak kesalahan kamu, maaf aku harus lakuin ini, untuk talak, aku masih mikirin itu." Guman Iqbaal pelan.

Cup.

Setalah itu Iqbaal langsung menyambar handuk dan memasuki kamar mandi, dan tanpa Iqbaal tahu, (namakamu) terbangun saat Iqbaal membopongnya.

(namakamu) menatap nanar pintu kamar mandi yang tertutup rapat, semua salahnya, yang sampai detik ini belum menjelaskan apapun.

"Kamu harus tahu yang sebenarnya baal, aku sama sekali engga khianatin kamu, cuma kamu laki-laki yang ada di hati aku, kamu suamiku, dan kamu ayah dari anak-anakku." Lirih (namakamu).

(namakamu) memejamkan matanya kembali, biarkan semuanya mengalir seperti air, tapi yang ia harapkan adalah semua bisa normal kembali seperti semula.

Paginya seperti biasa (namakamu) menyiapkan sarapan untuk Iqbaal juga Zanna, biar bagaimana pun itu adalah kewajibannya sebagai istri.

"Semalem pulang jam berapa?" Tanya (namakamu) lembut.

"Urusannya sama kamu apa?" Tanya balik Iqbaal.

"Aku masih istri kamu kan baal? Salah kalau aku tanya kamu pulang jam berapa?"

"Aku lembur dan pulang malem, bukan selingkuh." Ujar Iqbaal dengan sarkas.

Ironi tapi menusuk ulu hati (namakamu), ia mengakui kesalahannya, lagi pula ia tidak sengaja bertemu Theo, teman zaman sekolahnya dulu. Sebatas teman, tidak lebih.

"Sekarang apa boleh aku jelasin semuanya?"

Kegiatan Iqbaal yang tadinya asik dengan ponselnya terhenti saat mendengar kembali suara lembut istrinya. (namakamu).

"Aku mau jelasin semuanya, tadinya mau kemarin, tapi aku tahu kamu masih dalam keadaan emosi, aku tahu kamu sulit mengontrol emosi kamu sendiri, tapi kamu harus tahu semuanya baal."

"Semua udah jelas."

"Ada satu hal yang belum kamu tahu, laki-laki itu Theo Ardhana, teman sekolah aku dulu, kalau kamu engga percaya boleh tanya bang Alfi, dulu saat sekolah bang Alfi tahu semua temen-temen aku."

"Terus kalau temen ngapain berduaan di mall?"

"Aku engga sengaja ketemu, niat aku hanya sekadar cuci mata sambil belanja bulanan, aku juga engga tahu kenapa bisa ketemu setelah sekian lama, aku sapa dan ngobrol, itu aja engga lebih dari apapun, lagi pula dia udah punya istri baal dan aku ketemu sama istrinya, Alyaa."

Iqbaal menghela napas kecil dan masih memikirkan tentang penjalasan istrinya, apa itu semua benar? Atau bahkan sebaliknya?

"Kamu yakin?"

Ayah Iqbaal [3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang