[3] paklek gak napak

4K 787 191
                                    

Yuri meringis pelan, dia ngerasa sakit di bagian punggung kayak nyeri gitu.

Pelan pelan Yuri memfokuskan matanya dan langsung menatap sekitar.

Cuman gelap.

Samar samar Yuri bisa ngeliat ada seseorang yang tergeletak di sampingnya, serta ada senter yang menyala di dekatnya.

Yuri langsung mengambil senter tersebut dan menyoroti orang di sebelahnya.

"Loh Yena!?"

Karena suara Yuri yang cukup berisik, Yena otomatis membuka matanya dan juga tanpa disadari oleh keduanya derap langkah seseorang sedang mendekat.

"Yuri? Eh dimana kita?" Tanya Yena planga plongo.

Yuri menyenteri sekitarnya, lalu dia tersadar kalau ini di salah satu kelas dan mereka berdua lagi di dekat meja guru.

"Kelas kayaknya," sahut Yuri.

"Eh bentar!" Bisik Yena pelan sambil mengisyaratkan Yuri untuk diam.

"Kena-"

Yena langsung menindih Yuri sambil menutup mulutnya dengan rapat, posisi mereka berada di bawah meja guru yang kalau dipakai buat sembunyi cukup muat.

Yuri melebarkan matanya ketika menyadari kalau suara langkah disertai dengan cutter mendekat ke arah mereka, bulu kuduknya berdiri.

Sedangkan Yena udah keringat dingin, dia merem kuat kuat. Denger suaranya aja gak sanggup apalagi kalau ngeliat sosok itu.

Gak lama suaranya lama lama hilang, otomatis Yena berusaha untuk mengintip dikit padahal dia orangnya penakut parah.

"Tuhan...," ringis Yena sambil mengelap keringatnya.

"Lo berat," protes Yuri sambil merapikan bajunya.

"Anjir lo mah, barusan gua nyelametin nyawa lo tau gak?" Sahut Yena.

"Lo gak usah teriak kali?"

"Ya lo yang mulai," kesal Yena.

Suara itu lagi..., suaranya kembali.

"Goblok kan lo pake teriak teriak segala," kata Yuri sambil mendelik dan berusaha untuk lari dari kelas.

"Lo gak bisa lari dulu! Dia bisa aja ngebunuh lo kalau dia ngeli-"

Sayangnya, sosok perempuan dengan cutter itu sudah melihat mereka. Yuri dan Yena langsung berlari melalui pintu kelas bagian belakang dan berlarian entah kemana.

Sesaat asik berlari, mereka malah menabrak sesuatu yang membuat mereka terdiam.

"AAAAAAAAA!"

Mereka lanjut lari lagi, padahal yang mereka tabrak gak sengaja itu cuman patung yang ditaruh di tengah kooridor.

Bangsat ga sih? Wkwkwk

Nafas mereka memburu, dan sedetik kemudian mereka sadar kalau mereka berhenti di depan kantin.

"Mau ngapain ke sini?" Tanya Yena panik.

"Mana gua tau, asik lari taunya nyampe di sini," sahut Yuri.

"Lo pada gak nyari benda yang dibutuhkan?"

Yena dan Yuri terperanjat, mereka berdua kaget gara gara ada yang negur mendadak dari belakang mereka.

Itu Yujin. Dia cuman seorang diri, mukanya agak pucat kalau disenterin sama Yena. Gak sopan emang muka orang disenterin:(

"Nyari apaan deh?" Tanya Yuri.

Secara perlahan Yujin menjelaskan kepada mereka apa yang harus dilakukan. Awalnya Yena planga plongo, Yuri ngerti. Tapi lama kelamaan akhirnya Yena paham sendiri kok.

"Beneran kalau ketemu yang bawa cutter bisa mati?" Tanya Yena pelan.

"Iya beneran."

"Terus punya lo udah dapet?"

"Ini mau nyari. Gua pergi dulu ya, dadah."

Yujin pergi, Yuri sama Yena balik lagi ke dalam kantin dan secara mendadak mereka menemukan Yujin dan Minju dengan kondisi berantakan.

Otomatis Yena dan Yuri saling pandang, "Terus tadi...?"

"Kalian kenapa?" Tanya Yujin bingung.

Minju yang emang penakut udah mepet mepet sama Yujin, soalnya gelap parah, mereka cuman bermodal senter.

Walaupun masih bingung setengah mati serta merinding, Yuri menjelaskan kepada Yujin dan Minju apa yang harus dilakukan.

"Gak berani sumpah dah," keluh Minju.

"Ya tapi katanya Yujin palsu tadi kalau gak berusaha buat nemuin barang lo, ya lo atau bahkan kita gak bisa keluar dari dunia ini," sahut Yena.

Sebentar deh..., "Hah? Yujin palsu? Maksud lo?"

Suasana semakin menjadi mencekam, "Ah lo mending pergi sana nyari punya lo sama Minju."

Walaupun masih bingung, Yujin sama Minju akhirnya tetap pergi dan ninggalin Yena sama Yuri di kantin.

"Kios dua belas, iya gak sih?" Tanya Yena.

"Apa yang harus dicari?"

"Gak tau. Samperin aja dulu kiosnya, siapa tau ada petunjuk."

Mereka berjalan dengan berdempetan, Yena merangkul Yuri, sedangkan Yuri memeluk erat perut Yena.

"Dah sampai."

Demi apapun suasananya bener bener mencekam, lebih mencekam dari pada yang tadi asli dah.

"Apa yang gu-"

"Ini neng..."

Baik Yuri maupun Yena meneguk air liurnya susah payah. Pelan pelan Yuri berusaha menoleh ke hadapannya.

Paklek itu. Paklek yang waktu itu jualan ke Yuri yang ternyata malah bawa pisau dan mau nyerang Yuri.

Yena ngintip dikit, kakinya paklek gak napak. Yena merem lagi gak kuat mau pipis.

Ya udah pipis aja kan bukan dunia nyata:((( wkwkwk

Paklek itu nunjukin tangannya yang memegang pisau. Kalau emang benda yang diperlukan Yuri itu pisau, gimana cara ngambilnya?

"Beli jualan saya dulu..., baru saya kasih pisaunya..."

Ya boleh sih beli, tapi emangnya Yuri punya duit?

"T-Tapi s-saya ga-"

"Ini pak saya borong jualannya," Yena menaruh duit tiga ratus ribu di atas meja. Kemudian paklek tersebut langsung memberikan pisaunya kepada Yuri.

Secara perlahan mereka pergi dari sana, ketika udah jauh dari kantin, Yuri nanya ke Yena.

"Duit siapa? Emang di sini ada duit?"

Yena mengangkat bahunya, "Gak tau, duitnya ada di atas meja kantin."

Ya bener sih bikin seneng si paklek..., tapi itu duitnya siapa???

"Yena, lo gak sompral kan?" Tanya Yuri hati hati.

"Sompral gimana dah?"

"Ini bukan duit mainan kan? Atau duit daun? Yena lo seriusan dong, kalau pakleknya marah gimana?"

Yena terdiam, "Tapi itu duit beneran Yur."

"Balikin duit saya..., hihihihi...."

Tubuh Yena dan Yuri seketika menegang, mereka kayak gak bisa lari. Tapi ujung ujungnya tetep lari.

Tapi, gak semua hantu itu jahat kan?

escape | izoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang