Davantis Pratama Dominiq.
"Jadi orang tuh biar tahu rasa. Lo udah tahu Lano sangarnya macam monster. Lo malah ngeledek adiknya." Danel menuturi Chiko yang saat ini dia papah.
"Astaga,temen sakit malah di kasih nasihat bukan obat. Kalo nasi yang sehat gue masih mau Nel." Chiko memutar bola mata malas,dan sedetik kemudian dia teringat Alis.
"Danel." Chiko memanggil Danel yang sedang melihat ke lapangan.
"Danel." Panggilan Chiko masih tidak di gubris oleh Danel,ntah apa yang di lihatnya. Alis. Perempuan yang mengalihkan perhatian seorang Danel, yang tidak terlalu peduli masalah perempuan.
"Menurut lo. Alis itu gimana orangnya?"
"Cantik." Tanpa sadar Danel menjawab pertanyaan Chiko. Sedetik kemudian dia tersadar dan langsung menutup mulutnya. Keceplosan. Pegangan Chiko terlepas. Chiko jatuh dengan mulus ke lantai."Ampuuunnnn Danel!!! Lo kalo mau bunuh gue tinggal kasih ke anak kucing,eh singa. Jangan dzolimi anak orang lo tai."
"Salah sendiri tanya aneh-aneh." Danel meneruskan langkahnya,tanpa peduli Chiko yang mengomel tidak jelas di belakangnya.
"Eh btw jawaban lo tadi,kentara banget kalo lo suka pada pandangan pertama sama Alis." Chiko berteriak,hingga terdengar sampai ujung koridor.
"Bodo amat kambing!" Danel menyahut tanpa menoleh ke belakang. Chiko berusaha berdiri dengan segenap hati yang tersakiti. Berjalan dengan normal. Sedari tadi,Chiko hanya acting.
"Abang antar ke kelas kamu." Ferron berjalan mendahului Alis,sedangkan Lano sudah pergi ke kelasnya XII IPA 1. Satu sekolah sudah heboh tentang Alis sebagai siswi baru di SMA Bagaskara.
Mengapa bisa secepat itu? Ferron adalah si tampan yang kecerdasan nya tidak bisa di remehkan. Dan Lano si raja olimpiade sains dan mantan ketua geng. Ya,kurang lebih begitulah.
"Belajar yang bener." Ujar Ferron sesampai di depan kelas Alis dengan mengusap lembut puncak kepala Alis.
Kenapa mereka tidak seangkatan,padahal mereka kembar? Ferron maupun Alis mereka sama-sama mengikuti kelas akselerasi,namun Alis mengulang satu tahun saat kembali ke Indonesia.
Begitupun dengan Lano yang mengikuti kelas akselerasi,akibat keterlambatannya selama 3 tahun sewaktu masuk SMA.
"Hai Ferron!" Sapa Dini kala melihat Ferron dan Alis. Ferron tersenyum,dan dia menitipkan Alis kepada Dini. Setelah itu,Ferron segera pergi ke kelasnya XI IPA 1, meninggalkan kelas Alis.
"Mulai sekarang lo bakal temenan sama gue,dan untuk duduk lo duduk di belakang gue. Dia yang tidur itu,teman sebangku lo." Dini menunjukkan tempat duduk Alis,yang berada tepat di belakang nya.
"Permisi." Alis menepuk bahu lelaki itu di tengah tidur paginya. Tidak ada respon sedikit pun. Setelah itu Alis duduk di tempat nya,tidak tahu apa yang harus di lakukan.
"Dini." Alis menepuk bahu Dini.
"Ini dia tidur,emang gapapa sama dia kalau gue duduk di sini tanpa ijin dia?" Alis bertanya,takut jika orang di sebelah ini tidak senang dengannya. "Gapapa,dia care kok." Dini.
Bel masuk berbunyi,menandakan jam pertama akan di mulai. Guru wali kelas menitipkan untuk perkenalan Alis sebagai siswi baru kelas X IPA 5,kepada Bu Lis yang kebetulan ada jadwal jam pertama. Si guru killer yang mengajar mapel Biologi,dengan siapapun yang berani membantah. Hukumannya adalah membersihkan seluruh koridor angkatan.
Perkenalan berjalan dengan semestinya,tidak dengan pertanyaan nyeleneh yang biasa terlontar karena murid baru yang cantik atau tampan.
Biologi,dengan guru yang super duper flat. "Pagi di hari pertama gue masuk sekolah. Gue gak.." omongan Alis di potong oleh cowok yang duduk sebangku dengannya. "lo gak nyangka di isi sama guru dengan metode belajar yang kuno?" Alis terkejut dengan sahutan cowok ini.
"Gausah kaget,semua murid di hari pertama sekolah juga pada bilang gitu pas Bu badut yang ngajar." Lanjut cowok tersebut berterus terang. "Oh maaf,lo belum tau nama gue? Davantis Pratama Dominiq,panggil Dava,panggil ganteng juga boleh kok." Tanpa menunggu respon Alis,cowok dengan nama Dava ini malah nyerocos sendiri.
"Dava!" Teriak seseorang dari arah papan. Bu Lis,orang yang meneriaki Dava,karena melihat siswa cowok tersebut malah asik bicara dengan siswi baru. "Kamu udah bosan dengan mapel saya!" Hanya gelengan yang di terima Bu Lis. "Kamu tahu konsekuensinya?" Bu Lis bertanya sambil mendekati meja Dava dan Alis.
"Tau lah bu,di suruh makan di kantin kan? Saya ikhlas dunia akhirat,sepenuh hati akan saya amalkan Bu." Dengan pasti Dava berdiri, mengisyaratkan pada Alis untuk memberi jalan agar dia bisa keluar. Menyalami tangan Bu Lis,dan lari sekencang yang dia bisa agar terhindar dari teriakan maut guru killer tersebut.
Begitulah sekiranya kesan Alis di hari pertama sekolah nya di Indonesia. Sangat 'sangar' mungkin?
Huhu,sedih nih gabisa lebih banyak lagi.
Bosen gak sama ceritanya?
Maklum author amatir,ehee :"
Gapapa, Vote and comment aja yaa.
Terimakasih :)TBC
YOU ARE READING
Reasons
RandomBara Dominiq Shadanarta. Cowo songong dengan hobi mencaci para cabe di SMA Bagaskara. Dengan citra dan aura yang dimilikinya dia masih mampu memikat hati para wanita di sekolah. Jabatan sebagai Ketua geng. Suatu hari dipertemukan dengan gadis yang...