4. Pencarian

21 3 0
                                        

Sore hari ketika kaki langit berwarna kemerah-merahan, aku melihat seorang wanita berpakaian serba putih berteriak minta tolong.

Aku yang merasa kasihan langsung menghampiri  dan menolong wanita itu. Kaki wanita itu ternyata tersangkut ke dalam selokan.

Aku berusaha untuk mengeluarkan kaki wanita itu. Dengan sisa-sisa tenaga yang aku punya, akhirnya kaki wanita itu bisa ku keluarkan.

Lalu, aku menuntun wanita itu untuk duduk di halte yang letaknya tidak jauh dari posisi kami saat ini.

"Makasih ya, Nak. Kalau gak ada kamu, gak tahu Ibu mau sampai kapan disini" Kata wanita itu yang menyebut dirinya Ibu.

"Iya Bu, sama-sama. Ibu mau kemana?" Tanyaku.

"Ibu habis bertemu anak Ibu Nak,"

"Lho, kok nggak dianter pulang Bu sama anaknya? "

"Ibu takut ngrepoti anak Ibu."

"Anak Ibu sibuk semua ya?"

"Iya Nak."

"Ibu mau saya antar pulang?"

"Tidak usah Nak, nanti jadi ngrepoti kamu."

"Tidak Ibu, tidak merepotkan kok."

"Tidak usah Nak, terima kasih sebelumnya."

Tiba-tiba, Ibu itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

"Ini Nak untuk kamu. Anggap saja ini sebagai tanda terima kasih Ibu ke kamu."

"Ini apa Bu?" Tanyaku sambil mengamati sebuah benda persegi di tangan Ibu

"Ini kartu nama, Nak. Kalau kamu butuh pekerjaan,  kamu bisa hubungi nomor di kartu nama ini."

"Waaah, terima kasih banyak ya Bu."

Mungkin, Ibu ini adalah petunjuk untuku, agar aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, batinku.

"Iya Nak, sama-sama. Eh bus yang mau Ibu naiki sudah datang."

"Itu ya Bu? Mari saya antar sampai bus Bu."

"Sekali lagi, terima kasih banyak ya Nak."

"Sama-sama Ibu."

Bus perlahan berjalan meninggalkan aku sendirian. Terlihat dari kaca bus, Ibu itu melambaikan tangannya. Lalu tanpa ragu aku membalas melambai padanya. 

Keesokan harinya, aku bergegas menuju wartel, tempat dimana aku bisa menghubungi si pemilik kartu nama.

Aku sudah memiliki tekad yang bulat untuk mengubah nasibku. Aku ingin berhenti menjadi pemulung dan aku ingin mengangkat derajat keluargaku.

Tak lama kemudian, aku tersambung dengan nomor yang kutuju. Banyak sekali yang kutanyakan. Selesai mengobrol, aku kembali menuju rumahku. Aku segera merapikan barang-barangku, agar nanti jika ada yang datang menjemputku, aku bisa langsung berangkat.

Aku menata semua barang-barang yang ada di rumahku. Tak lupa aku memasukan foto keluarga kecilku ke dalam tasku. Ada aku, ayah dan ibu yang sedang berfoto di sebuah taman kota.

Dalam foto itu, aku berpose sedang bergandengan tangan dengan seseorang,  tapi aku tidak tahu dengan siapa aku bergandengan tangan karena foto itu sudah tidak utuh lagi. 

Karena foto itu adalah benda peninggalan ibuku, aku berjanji akan menjaganya dengan baik. Aku memasukkan semua barangku ke dalam tas yang lumayan besar. Saat aku sibuk menatanya, Yuda tiba-tiba datang membawa sesuatu berwarna putih.

Atmosfer RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang