Part 9

4.9K 721 78
                                    

"Tidak, Bu. Widuri hanya mencintai Mas Sena! Hanya Mas Sena, dan sebentar lagi kami akan menikah," serunya menatap wajah sang ibu yang masih heran dengan perubahan sikapnya.

***

Pagi-pagi sekali Widuri dikejutkan oleh seorang wanita yang meneleponnya. Hati gadis itu menjadi gelisah, air matanya tak henti menetes Wanita itu mengabarkan bahwa Sena mendapat kecelakaan sehingga dia tak sadarkan diri.

Kabar dari keluarga Sena pun belum dia dapat. Sementara pernikahan telah semakin dekat.

"Sabar, Nduk, kita bantu doa, semoga Sena baik-baik saja." Ibunya mencoba menguatkan. Demikian pula sang romo. Kedua orangtua itu nampak larut dalam gelisah.

"Ibu, Widuri mau nyusul Mas Sena aja nggih ... " pintanya pada sang ibu.

" Widuri, bukannya Romo dan ibumu melarang, tapi alangkah baiknya kita tunggu sampai ada kabar dari keluarga Sena, kita sabar dulu." Romo memberi pencerahan.

Widuri mengangguk, sesekali mengusap air mata.

"Bu, Widuri takut kehilangan Mas Sena ...," ucapnya pelan.

"Ibu mengerti, Nduk, percayalah semua akan baik-baik saja."

Hening.

Tak lama ponsel Widuri berbunyi. Cepat ia menerima panggilan itu. Kembali air matanya menetes, Namun ada sedikit cerah nampak di wajahnya.

"Bagaimana, Nduk? Ada kabar apa lagi?"

"Mas Sena sudah sadar, dan keluarganya akan menjemput Mas Sena hari ini," jelas Widuri.

Mendengar penjelasan itu, kedua orang tuanya menghela napas lega.

***

Rumah Sena nampak sedikit ramai, kepulangannya dengan kondisi tidak baik bukan sesuatu yang diinginkan keluarga. Widuri bergegas turun dari mobil, dengan berlari kecil, menuju rumah berpelataran luas itu.

Seorang ibu seumuran dengan ibunya nampak menyambut Widuri dengan pelukan hangat.

"Ayo, Nduk, temui Sena."

"Njjih, Ibu."

Gadis itu melangkah ke kamar mengikuti calon ibu mertuanya. Terlihat pria yang dicintainya itu tengah terpejam. Keluarga sepakat merawat Sena di rumah.

Sena terkena gegar otak ringan, tidak ada yang serius, namun masih perlu perawatan.

"Nduk, ibu tinggal dulu ya."

Widuri mengangguk meneruskan langkahnya.

"Mas Sena ...," bisiknya pelan seraya mengusap lembut lengan lelakinya.

Suara lembutnya membuat Sena membuka mata pelan. Senyumnya mengembang melihat wajah wanita yang dia cintai.

"Diajeng ..., maafkan aku."

"Sstt, Mas tidak perlu minta maaf, Mas Sena bisa tetap sehat itu luar biasa buatku, Mas." Widuri memberi isyarat supaya Sena tetap diam.

"Widuri, aku benar-benar minta maaf telah membuatmu cemas," Sena menghapus air mata yang menetes di pipi gadisnya.

"Mas, boleh aku minta sesuatu?"

"Katakan, apa itu?"

"Tak bisa kah kita hidup di sini saja? Mas tidak perlu kembali Kalimantan setelah kita menikah nanti ...."

Sena diam menatap sendu pada Widuri.

"Diajeng, pekerjaan masih banyak menumpuk di sana, untuk mengajukan pindah butuh proses panjang ..., sudahlah kita bicarakan itu nanti ya."

Perempuan Kedua- Selengkapnya Di KBM AppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang