Haiiiii, ane rajiiiiiinnnn keknya akibat melototin si Panji nih, wkwkww
Kuy lah, Happy reading guys 😘
Jangan lupa vote dan komentar nya, yee"Aku bilang masuk! Atau aku paksa!"
Gadis itu menghela napas, menghentikan langkahnya.
Lelaki di balik kemudi itu membuka pintu mobil dari dalam, mempersilakan Widuri masuk.
***
Mobil kembali meluncur. Suasana dalam mobil hening. Hingga berhenti di lampu merah.
"Kamu kenapa pergi dari rumah itu? Dan kenapa tidak bilang ke aku?" Panji bertanya dingin. Wajahnya memandang lurus ke depan.
"Saya pergi karena itu bukan rumah saya, dan bukan hak saya tinggal di sana," tegas Widuri menatap ke arah yang sama. Lampu masih merah. Tampak Panji meliriknya sekilas lewat kaca di depan kemudi.
"Lalu kenapa kamu tidak bilang ke aku?"
"Karena saya tidak punya kewajiban untuk melaporkan apapun yang saya lakukan."
Panji mengangkat bibirnya mendengar pernyataan Widuri.
"Sombong!" gumamnya kembali melajukan mobil. Gadis itu tak bereaksi dengan apa yang ia dengar. Widuri tampak mencoba untuk lebih banyak diam. Hanya saja ia teringat Mika.
"Mika? Apa kabar dia?" suaranya memecah hening.
"Kita jemput Mika sekarang."
Mata Widuri menyipit.
"Sesiang ini Mika belum pulang?" tanyanya kali ini menatap ke Panji.
"Sudah dua hari ini dia tidak mau pulang jika bukan kamu yang jemput!" jelas Panji kembali meliriknya.
"Dua hari? Jadi kemarin?"
"Ck! Kemarin terpaksa aku ajak pulang meski dia berontak!"
Widuri diam. Sesekali ia merapikan anak rambut yang mengganggu matanya.
"Turunkan saya!" pinta Widuri tiba-tiba.
Panji tersentak. Cepat ia meminggirkan mobil.
"Kamu kenapa?"
"Saya mau turun, Mika sepenuhnya tanggung jawab Mas Panji, bukan saya. Dan bukannya dulu, Mas bilang agar saya berhenti dekat dengan Mika?" jelasnya dengan suara tegas.
Panji diam, kembali ia mengingat perkataan yang pernah ia ucapkan pada gadis di sebelahnya. Lelaki itu megusap wajah, kemudian menoleh ke arah Widuri.
"Lalu? Kamu sekarang benar-benar ingin melepaskan Mika?"
Mata Widuri mengembun, meski ia sangat sayang pada gadis kecil itu, tapi ia bukan siapa-siapa kini. Pelan ia mengangguk.
"Bukankah kelak akan ada perempuan baik yang akan menjadi mama untuknya? Saya hanya tidak ingin ada kesalahpahaman, Mas. Jadi mulai sekarang belajarlah untuk mengambil hati Mikayla."
Panji membuang napas kasar.
"Aku mengerti, di mana kamu tinggal?" tanyanya.
Widuri menggeleng cepat.
"Tidak perlu tahu di mana saya tinggal. Turunkan saja saya di sini."
Emosi Panji sedikit naik mendengar jawaban Widuri yang keras kepala. Kuat ia memegang kemudi mencoba meredam amarah.
"Kamu bisa lebih sopan kan?"
"Apa saya kurang sopan, Mas? Saya hanya minta turun."
Panji menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Kedua- Selengkapnya Di KBM App
Fiksi UmumBisa follow dulu sebelum baca kan? Gt lebih nyaman, hehe Kekecewaan kadang membuat perasaan seseorang membatu. Dalam kondisi kosong, perlahan datang cinta menyapa, namun rasa angkuh selalu meraja. Hingga ketika cinta itu berkuasa, masihkah ada kesem...